Kenapa Proses Kilat Pengembangan Vaksin Tidak Berisiko
4 September 2020
Ilmuwan di seluruh dunia berlomba-lomba memecahkan rekor waktu pengembangan vaksin corona. Namun berbeda dengan kekhawatiran umum, pakar imunologi meyakini kecepatan proses pengembangan vaksin tidak menimbulkan risiko.
Iklan
Lebih dari 170 kandidat vaksin SARS-CoV-2 sedang dikembangkan. Tujuh di antaranya sudah memasuki fase ketiga dan terakhir dalam studi klinis. Proses yang biasanya berlangsung selama bertahun-tahun, kini dibuat secepat kilat. Pengembangan vaksin ini menjadi perlombaan antara hidup dan mati, antara uang dan kekuasaan.
Sejak awal, penelitian vaksin Covid-19 telah menjadi obyek politik. Presiden AS Donald Trump misalnya, menuduh Lembaga Pengawasan Bahan Pangan dan Obat-obatan (FDA) sengaja memperlambat pengembangan vaksin untuk mencegah Donald Trump memanfaatkannya demi kepentingan kampanye Pilpres, November mendatang.
Tapi apakah vaksin benar-benar bisa mengakhiri krisis corona? Untuk menjawabnya, reporter DW Julia Vergin, berbincang dengan ahli Imunologi, Prof. Dr. Thomas Kamradt.
DW: Jika vaksinnya ditemukan, semuanya akan membaik, apakah harapan ini realistis?
Thomas Kamradt: Saya pribadi akan merasa puas jika sudah ada vaksin yang aman, bahkan jika harus diperbaharui setiap dua tahun sekali, asalkan vaksin ini bisa menghentikan laju infeksi. Mungkin vaksin ini tidak bisa mencegah orang mendapat gejala ringan dari Covid-19. Tapi minimal vaksin ini bisa mencegah berkembangnya gejala akut seperti kegagalan pernafasan atau kegagalan organ tubuh.
Jadi jika Anda bertanya, apa yang kita tunggu? itulah jawabannya. Jika vaksin mampu menurunkan gejala mematikan menjadi gejala ringan, saya sudah menganggapnya sebagai keberhasilan. Jika vaksin itu punya khasiat lebih dari itu, maka pengembangannya adalah keberhasilan besar.
"Kekebalan kelompok adalah metode zaman batu."
Baru-baru ini ada laporan kasus infeksi baru terhadap seorang pemuda Hong Kong yang sebelumnya sudah pernah terjangkit virus corona. Padahal saat itu orang masih meyakini, siapapun yang sudah terinfeksi akan kebal terhadap virus. Apakah kasus ini ikut memupus kebenaran teori "kekebalan kelompok"?
Terlepas dari laporannnya, kekebalan kelompok adalah metode zaman batu! Jika kita melihat, seberapa tinggi laju infeksi yang dibutuhkan dan seberapa tinggi tingkat kematiannya, maka hal itu adalah metode dari zaman batu, yang akan membutuhkan waktu sangat lama. Kita kan harus beranggapan, bahwa kekebalan tubuh tidak akan bertahan seumur hidup. Sebab itu saya berharap tidak ada lagi yang menggunakan teori itu. Kekebalan kelompok hanya bisa dicapai lewat vaksinasi.
Terlepas dari kasus individual, seandainya ada beberapa jenis lain virus corona yang bisa menjangkiti manusia berulangkali, apa artinya ini untuk pengembangan vaksin?
Perubahan pada virus sangat menarik secara epidemiologis, karena dengan begitu kita bisa melacak klaster infeksi. Sampai saat ini belum ada indikasi, bahwa perbedaan pada keluarga virus SARS-CoV-2 menjadi krusial untuk keampuhan vaksinnya. Hal ini tentu berbeda dengan penyakit flu.
Beberapa ilmuwan mewanti-wanti terhadap proses penelitian yang terlalu cepat, sehingga menggandakan risiko beredarnya vaksin baru yang tidak aman atau tidak ampuh. Apakah proses pengembangan vaksin corona terlalu cepat?
Sejauh ini, tidak. Biasanya pengembangan vaksin berlangsung lebih dari 10 tahun, sampai vaksinnya tersedia secara massal. Rekor tercepat sejauh ini dipegang vaksin Ebola, yang hanya membutuhkan lima tahun sampai surat izinnya keluar. Dan saat ini semua berlangsung jauh lebih cepat.
IIni punya alasan yang berbeda-beda. Yang pertama kita sudah mengetahui sejarah SARS dan MERS, dan bahwa protein pada selubung virus bisa menjadi sasaran yang bagus untuk imunisasi. Artinya kita tidak perlu memulai dari nol. Selain itu ada teknologi baru. Sampai belum lama ini kita masih harus mengirimkan sampel virus ke laboratorium di seluruh dunia untuk dikembangbiakkan. Dalam kasus corona, ilmuwan Cina sudah memublikasikan hasil pengurutan DNA pada bulan Januari. Hasilnya lalu dibandingkan dengan virus SARS dan MERS. Proses ini berlangsung sangat cepat. Sebab itu sejak Maret, sudah ada yang memulai uji klinis fase pertama, yakni vaksin berbasis mRNA buatan Moderna.
Apa yang juga mempercepat prosesnya adalah langkah-langkah yang biasanya berlangsung secara berurutan, kini dikerjakan secara serentak. Misalnya saat ini pun kapasitas produksi vaksin bermunculan di mana-mana.
Yang tidak boleh terjadi adalah upaya membuat uji keamanan vaksin menjadi lebih longgar. Meskipun wabah ini tergolong parah, setidaknya 80% pengidap tidak merasakan gejala berat, hanya gejala ringan. Artinya jika saya melakukan vaksinasi terhadap virus itu, saya harus yakin bahwa vaksinnya tidak akan menimbulkan kerusakan. Karena yang mendapat vaksin adalah manusia sehat.
Meski cepat, minim risiko
Jika vaksinnya sudah tersedia, pertanyaannya adalah siapa yang ingin divaksin. Menurut analisa Hamburg Center for Health Economics, kesediaan warga Uni Eropa untuk menjalani vaksinasi sudah menurun. Kekhawatiran terbesar warga adalah efek samping dari vaksin tersebut. Apakah Anda bisa memahami kekhawatiran ini?
Dalam hal ini komunikasi menjadi sangat penting. Bahkan para pakar terkejut betapa prosesnya bisa dilangsungkan secara bersamaan dan dalam tempo yang cepat. Semua membutuhkan uang, tapi tanpa risiko. Apa yang harus jelas adalah uji keamanan tidak boleh dipercepat atau diperlonggar ketimbang biasanya.
Gelombang flu akan tiba seiring datangnya musim dingin. Apakah penting untuk menjalani vaksinasi influenza, terutama di tengah wabah seperti ini?
Keuntungannya adalah perlindungan diri, karena kita belum tahu apakah kekebalan tubuh kita akan menjadi sangat lemah oleh penyakit flu, sehingga lebih rentan terinfeksi Covid-19. Keuntungan lain adalah untuk tidak membebani sistem kesehatan publik. Karena influenza pun bisa memiliki tingkat kematian yang tinggi, memiliki gejala yang mirip sehingga pihak rumah sakit tidak bisa langsung membedakan apakah kasusnya Covid-19 atau influenza.
Jadi kalau pasien influenza tidak membanjiri sistem kesehatan, karena sudah menjalani imunisasi, maka kita memiliki ruang gerak lebih besar untuk benar-benar merawat pasien yang sakit.
Siapa yang harus mendapat dosis pertama vaksin SARS-CoV-2?
Idealnya vaksin ini ampuh pada kaum manula. Mereka lah yang mengalami gejala berat. Vaksin influenza misalnya tidak terlalu ampuh pada tubuh kaum lansia, ketimbang pada kaum muda. Hal ini bisa diimbangi dengan pembagian dosis yang sesuai. Tapi ini sudah harus diketahui pada saat uji klinis.
Lalu semua manusia yang pernah memiliki penyakit bawaan, harus mendapat vaksin secara dini. Selain itu, vaksin juga harus dibagikan kepada orang yang berisiko tinggi terjangkit virus atau menyebarkannya. Seorang pemuda sehat yang hidup seorang diri di hutan, bisa jadi yang terakhir yang mendapat vaksin.
Prof. Dr. Thomas Kamradt adalah Direktur Institut Imunologi di Universitas Jena dan Presiden Asosiasi Imunologi Jerman.
Wawancara oleh Julia Vergin.
Perjalanan Panjang Virus Corona Jenis Baru yang Gegerkan Dunia
Kurang dari sebulan, wabah virus corona jenis baru (2019-nCoV) telah dinyatakan sebagai darurat kesehatan global. Lebih dari 50 juta warga Cina dikarantina, para ilmuwan masih berjuang temukan vaksin.
Foto: Reuters/Antara Foto
Virus mirip pneumonia menyerang Wuhan
Pada 31 Desember 2019, Cina memberi tahu WHO tentang serangkaian infeksi pernapasan di Kota Wuhan yang berpenduduk 11 juta orang. Virus tersebut diduga berasal dari sebuah pasar makanan laut, yang kemudian dengan cepat ditutup oleh pemerintah Cina. Awalnya, sekitar 40 orang dilaporkan terinfeksi.
Foto: Imago Images/UPI Photo/S. Shaver
Virus corona jenis baru berhasil diidentifikasi
7 Januari 2020, para ilmuwan Cina mengumumkan telah mengidentifikasi virus corona jenis baru yang menjadi penyebab serangkaian infeksi pernapasan di Wuhan. Sama seperti flu biasa dan SARS, virus tersebut juga termasuk dalam keluarga coronavirus. Virus jenis baru itu sementara dinamai 2019-nCoV. Gejalanya meliputi demam, batuk, kesulitan bernapas, dan radang paru-paru.
Foto: picture-alliance/BSIP/J. Cavallini
Kematian pertama di Cina
Pada 11 Januari, Cina mengumumkan kematian pertama yang disebabkan oleh virus corona jenis baru. Seorang pria berusia 61 tahun yang diketahui telah berbelanja di pasar Wuhan meninggal karena komplikasi pneumonia.
Foto: Reuters/Str
Virus sampai ke negara-negara tetangga
Pada hari-hari berikutnya, negara-negara seperti Thailand dan Jepang mulai melaporkan kasus infeksi pada warganya yang diketahui pernah mengunjungi pasar yang sama di Wuhan. Pada 20 Januari, tiga orang dilaporkan meninggal di Cina, sementara lebih dari 200 orang dilaporkan telah terinfeksi virus corona jenis baru ini.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Menular dari manusia ke manusia
Hingga pertengahan Januari, para ilmuwan masih berjuang untuk mencari tahu bagaimana virus ini menyebar ke manusia. Keluarga virus corona adalah zoonotic, artinya virus ditularkan dari hewan ke manusia - beberapa jenis virus dapat ditularkan melalui batuk dan bersin. Baru kemudian pada 20 Januari, otoritas Cina mengonfirmasi bahwa virus dapat ditularkan dari manusia ke manusia.
Foto: picture-alliance/YONHAPNEWS AGENCY
Jutaan orang dikarantina
Pemerintah Cina menutup Kota Wuhan pada 23 Januari untuk membatasi penyebaran virus corona. Rumah sakit baru untuk merawat pasien pun mulai dibangun. Sampai pada 24 Januari, lebih dari 830 orang dilaporkan terinfeksi dan setidaknya 26 orang dinyatakan meninggal. Pemerintah kemudian memperluas karantina ke 13 kota lain. Langkah ini berdampak terhadap setidaknya 36 juta jiwa.
Foto: AFP/STR
Virus corona capai Eropa!
Pada 24 Januari, otoritas Prancis melaporkan 3 kasus virus corona baru di daerah perbatasannya. Temuan ini menjadi tanda kemunculan virus tersebut di Eropa. Beberapa jam setelah Prancis, Australia juga melaporkan bahwa empat orang warganya telah terinfeksi virus corona baru tersebut.
Foto: Getty Images/X. Chu
Liburan Tahun Baru Imlek diperpanjang
Tahun Baru Imlek di Cina dimulai dengan perayaan sederhana pada 25 Januari. Jutaan orang dilaporkan bepergian dan ikut ambil bagian dalam perayaan publik tersebut. Para pejabat membatalkan acara-acara besar untuk mengatasi wabah ini. Di akhir Januari, ada 17 kota di Cina dengan 50 juta penduduk dikarantina. Libur Imlek diperpanjang tiga hari untuk membatasi arus populasi.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Mortagne
Perbatasan dengan Mongolia, Hong Kong dan Rusia bagian timur ditutup
Kamboja mengonfirmasi kasus pertamanya, sementara Mongolia menutup perbatasannya bagi kendaraan dari Cina. Rusia juga menutup perbatasan dengan Cina di tiga wilayah bagian timur. Kerugian terhadap pariwisata global ditaksir mencapai miliaran dolar sementara harga minyak turut anjlok. Jumlah korban tewas meningkat menjadi 41, lebih dari 1.300 orang terinfeksi di seluruh dunia - kebanyakan di Cina.
Foto: Reuters/C. G. Rawlins
Jerman laporkan kasus virus corona pertama
Pada tanggal 27 Januari, Jerman mengumumkan kasus virus corona pertamanya. Pasien adalah seorang pria berusia 33 tahun di Bayern yang disebut terkena virus selama pelatihan di tempat kerja dengan seorang rekan dari Cina. Pria tersebut ditempatkan dalam karantina dan observasi di sebuah rumah sakit di München. Hari berikutnya, tiga rekannya juga dilaporkan terinfeksi virus yang sama.
Foto: Reuters/A. Uyanik
Indonesia bebas virus corona
Pada 27 Januari, sejumlah kementerian menggelar rapat koordinasi di Kementerian Perhubungan. Pemerintah Indonesia resmi melarang penerbangan dari dan menuju Wuhan, namun masih membolehkan penerbangan dari kota-kota lain di Cina. Menteri Kesehatan mengatakan Indonesia masih bebas dari virus corona jenis baru dan mengimbau masyarakat untuk jaga imunitas tubuh. 243 WNI di Wuhan juga dinyatakan sehat.
Foto: Ministry of Transportation/D. Pieterz-Kemenhub
Evakuasi internasional dimulai
Pada 28 Januari, Jepang dan AS menjadi negara pertama yang mengevakuasi warganya keluar dari Wuhan. Australia dan Selandia Baru mengatakan bahwa mereka juga akan mengirim pesawat untuk membawa pulang warganya. Kasus virus corona secara global meningkat jadi hampir 6.000 kasus infeksi, melebihi wabah SARS pada 2002 yang menewaskan sekitar 800 orang.
Foto: imago images/Kyodo News
WHO keluarkan status darurat kesehatan global
30 Januari, WHO menyatakan virus corona jenis baru sebagai darurat kesehatan publik yang menjadi perhatian internasional. Hal ini dilakukan untuk melindungi negara-negara dengan "sistem kesehatan yang lebih lemah." Namun, Sekjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus tidak merekomendasikan pembatasan perdagangan dan perjalanan, ia menyebut hal itu sebagai "gangguan yang tidak perlu."
Foto: picture-alliance/KEYSTONE/J.-C. Bott
Tim penjemput WNI diberangkatkan
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada Sabtu (01/02), melepas keberangkatan tim penjemput WNI yang ada di kota Wuhan, Hubei, Cina. Retno sebut ada 245 WNI yang akan dipulangkan ke tanah air. Tim penjemput menumpangi pesawat Batik Air. Ada 42 orang dalam tim penjemput yang terdiri atas TNI, Kemlu, Kemenkes, TNI dan kru Batik Air.
Foto: Reuters/Antara/M. Iqbal
Kematian pertama di luar Cina
Kematian pertama di luar Cina terkait dengan virus corona jenis baru dilaporkan terjadi di Filipina pada 2 Februari. Korban adalah seorang pria berusia 44 tahun dan telah melakukan perjalanan dari Wuhan ke Manila sebelum akhirnya jatuh sakit dan dibawa ke rumah sakit. Ia kemudian dilaporkan meninggal di rumah sakit karena pneumonia.
Foto: Getty Images/AFP/T. Aljibe
238 WNI dari Wuhan tiba di Natuna
Minggu (02/02), sebanyak 238 WNI tiba di Pangkalan Udara Raden Sajad, Pulau Natuna, Kepulauan Riau. Ada 7 orang yang batal diterbangkan ke tanah air karena sejumlah alasan - 4 orang mengundurkan diri dan 3 orang lainnya tidak lolos pemeriksaan Cina. Masa observasi dijalankan selama 14 hari. Presiden Jokowi sebut Natuna dipilih sebagai tempat observasi karena dinilai sebagai pulau yang paling siap.
Foto: Reuters/Antara Foto
Rumah sakit selesai dibangun dalam waktu 10 hari
Rumah Sakit Huoshenshan (Gunung Api Dewa), selesai dibangun hanya dalam waktu lebih dari satu minggu. Rumah sakit akhirnya resmi dibuka pada Senin (03/02). Rumah sakit ini bertujuan menggunakan campuran obat-obatan dari barat maupun obat tradisional Cina untuk mengobati mereka yang terinfeksi virus corona jenis baru, 2019-nCoV. (gtp/ae) (dari berbagai sumber)