1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialTurki

Kenapa Seniman Turki Dihujani Hasutan Kebencian?

Elmas Topcu
3 Agustus 2023

Satu per satu festival dan konser di Turki dibatalkan karena mendukung kesetaraan bagi minoritas seksual. Sentimen anti-LGBTQ dikhawatirkan hanya akan memperkuat isolasi dan mendorong kaum minoritas seksual bersembunyi.

Hande Yener
Penyanyi perempuan Turki, Hande YenerFoto: Seskim/IMAGO

Penampilan penyanyi pop Turki, Hande Yener, sejatinya sudah dijadwalkan untuk mengiringi penutupan sebuah festival pengobatan alternatif di barat daya Provinsi Balikesir. Namun apa daya, hujan kecaman kelompok konservatif muslim dan ultranasionalis Turkidi internet memaksa penyelenggara membatalkan konser tersebut.

Yener yang berusia 50 tahun sejak lama dikenal lewat dukungan terbuka bagi komunitas minoritas seksual. Dalam sebuah surat pernyataan, sebanyak 26 organisasi Islam dan ultranasionalis Turki mengimbau pemerintah untuk melarang festival serupa, karena dianggap menormalisasi konsumsi alkohol dan perilaku tidak bermoral.

Yener enggan berpolemik ketika merespons pembatalan konsernya. Namun, dalam sebuah unggahan di media sosial, dia menyiratkan duka saat menulis "kita akan saling menyembuhkan satu sama lain.”

Gelombang pembatalan hantui seniman

Nasib serupa dialami sejumlah seniman lain. Menurut situs pemantau kebebasan seni, SÖZ, tahun ini sudah setidaknya 27 seniman mengalami pembatalan terhadap 15 konser akibat hasutan atau bahkan serangan.

Menurut SÖZ, seniman Turki menghadapi 37 proses penyelidikan atau dakwaan di pengadilan. Kebanyakan, penutupan terjadi di wilayah yang dikuasai partai pemerintah, AKP, dan sering dibarengi alasan keamanan.

Bagi Burhan Sesen, musisi dan ketua asosiasi musik, MÜYORBIR, gelombang pembatalan ikut dirasakan oleh pihak lain yang bekerja di industri musik, terutama sejak kelesuan selama pandemi. Menurutnya, tuntutan pembatalan mengancam lapangan kerja bagi sekitar satu juta orang. 

"Seorang muslim kan tidak lantas berhenti salat atau mulai mengkonsumsi alkohol hanya karena mendatangi konser musik."

Seiring kampanye anti-LGBTQ di konser musik, kelompok konservatif Turki mulai giat mengkampanyekan tuntutan bagi adanya label "pesta halal.” Konsep tersebut antara lain menyaratkan pemisahan tempat antara laki-laki dan perempuan.

Burhan SesenFoto: Privat

Isolasi sosial perkuat perpecahan

Cangül Örnek, pemerhati politik di Universitas Maltepe, mengritik pembatalan konser dan festival karena merongrong demokrasi. 

"Sudah jelas betapa rezim ini sudah sedemikian jauh dan negara hukum, sampai-sampai sebagian kelompok berani mendiktekan perkembangan negeri sesuai keinginan sendiri,” kata dia. "Laizisme Turki kini hanya tersisa di atas kertas.”

Örnek meyakini, gelombang hasutan melawan seniman pro-LGBTQ hanya akan memperkuat isolasi sosial dan mendorong minoritas seksual bersembunyi. Menurutnya, kekhawatiran terbesar adalah bahwa kaum muda dari lapisan sosial dan politik yang berbeda-beda tidak lagi bisa berdialog dan bermusyawarah, lantaran jurang perpecahan yang melebar. 

(rzn/hp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait