Kenapa Tidak Banyak Orang Rusia Menentang Perang di Ukraina?
Sergei Guscha
3 November 2023
Di Rusia sejauh ini tidak banyak orang yang menentang invasi ke Ukraina. Dukungan terhadap Presiden Vladimir Putin juga tetap tinggi. Sosiolog Rusia mencoba menjelaskan mengapa fenomena itu terjadi.
Iklan
Satu setengah tahun setelah invasi Rusia ke Ukraina, dukungan terhadap perang tersebut serta terhadap Presiden Vladimir Putin tetap tinggi di kalangan masyarakat Rusia. Sosiolog Rusia Lev Gudkov mengatakan, jumlah warga Rusia yang menolak perang di Ukraina tetap stabil di angka 18-22%. Jumlah tersebut terdiri dari banyak anak muda Rusia dan sedikit lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki.
Hal itu disampaikan Lev Gudkov dalam sebuah diskusi panel di Berlin, Jerman. Dia sendiri mengepalai lembaga penelitian Levada Center, dan oleh pemerintah Rusia disebut-sebut sebagai "agen asing". Levada Center adalah satu-satunya lembaga penelitian opini di Rusia yang tidak didanai oleh negara atau pemerintah.
Diskusi panel di Berlin diselenggarakan oleh Perhimpunan Sakharov Jerman, Akademi Ilmu Pengetahuan dan Humaniora Berlin-Brandenburg dan Asosiasi Studi Eropa Timur Jerman. Dalam diskusi itu LedGudkov memaparkan mengapa di Rusia tidak ada gerakan anti-perang yang tumbuh.
Sensor ketat dan propaganda pemerintah
Salah satu alasannya adalah "sensor yang sangat ketat" di Rusia yang menutup akses sebagian besar orang terhadap sumber berita independen. "Mayoritas warga Rusia dipengaruhi oleh propaganda pemerintah dan tidak mengakses internet untuk mendapatkan berita", kata Lev Gudkov.
Iklan
Persentase mereka yang mampu menghindari sensor dan pemblokiran jejaring sosial dan bisa mengonsumsi berita online memang meningkat dari sekitar 6% menjadi 22% dalam beberapa bulan pertama perang, namun angkanya tidak meningkat lebih lanjut.
"Karena mempublikasikan berita apa pun tentang kerugian Rusia sama sekali dilarang,” kata Gudkov menambahkan. Dalam wawancara dengan DW dari bulan April 2022, Gudkov ketika itu memperkirakan sikap warga Rusia terhadap perang akan berubah drastis, jika Rusia kalah atau jika pertempuran berlarut-larut dan jumlah korban jiwa meningkat.
Sampai Oktober tahun ini, para jurnalis mengidentifikasi nama 34.857 personel militer Rusia yang tewas dalam pertempuran di Ukraina. Angka-angka itu diterbitkan oleh siaran BBC berbahasa Rusia, yang melacak korban jiwa di Rusia dengan proyek Mediazona, dan melibatkan tim relawan yang menggunakan sumber-sumber yang tersedia untuk umum. Otoritas Rusia pada tahun 2021 menetapkan Mediazona sebagai "agen asing" dan memblokir situs webnya pada tahun 2022 karena liputan tentang perang di Ukraina.
Pemerintah Rusia sendiri hanya dua kali merilis jumlah korban sejak pecahnya perang, menurut Gudkov, dan angka yang dirilis "tidak ada hubungannya dengan realita". Kementerian Pertahanan Rusia pertama kali mengakui adanya korban jiwa pada September 2022, dengan mengatakan bahwa 5.937 orang Rusia telah tewas dalam perang di Ukraina. Lalu pada Malam Tahun Baru 2022, Kementerian Pertahanan mengonfirmasi kematian 89 personel militer setelah rudal Ukraina menghantam situs militer Rusia di Makiyivka di wilayah Donetsk.
Linimasa Setahun Perang di Ukraina dalam Foto
Pada 24 Februari 2022 pagi, Rusia menginvasi Ukraina. Menurut PBB, ribuan tentara dan warga sipil telah tewas. Linimasa peristiwa mengejutkan terekam dalam foto-foto berikut ini.
Foto: Anatolii Stepanov/AFP/Getty Images
Hari yang gelap bagi jutaan orang
Pada 24 Februari 2022 pagi, banyak warga Ukraina terbangun karena ledakan seperti ini di ibu kota, Kyiv. Rusia telah melancarkan invasi besar-besaran, menandai serangan terbesar oleh satu negara terhadap negara lain sejak Perang Dunia II. Tak lama berselang, Ukraina mengumumkan darurat militer. Bangunan sipil menjadi sasaran dan kasus kematian pertama dilaporkan segera setelah itu.
Foto: Ukrainian President s Office/Zuma/imago images
Penembakan terus-menerus
Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara tentang "operasi militer khusus" dan mengatakan dia akan merebut wilayah timur Donetsk dan Luhansk. Penduduk kota Mariupol di Oblast Donetsk berlindung di ruang bawah tanah selama berminggu-minggu. Banyak yang mati di bawah reruntuhan. Serangan udara Rusia di teater, tempat ratusan orang berlindung pada Maret 2022, dikecam oleh kelompok hak asasi manusia.
Foto: Nikolai Trishin/TASS/dpa/picture alliance
Eksodus massal
Perang di Ukraina telah menyebabkan pengungsian besar-besaran yang tak terlihat di Eropa sejak Perang Dunia II. Menurut badan pengungsi PBB (UNHCR), lebih dari 8 juta orang telah meninggalkan negara itu. Polandia sendiri telah menampung 1,5 juta orang, lebih banyak dari negara Uni Eropa lainnya. Jutaan orang, terutama dari timur dan selatan Ukraina, terpaksa mengungsi dari perang.
Foto: Anatolii Stepanov/AFP
"Adegan" horor di Bucha
Hanya dalam beberapa minggu, tentara Ukraina berhasil mengusir pasukan militer Rusia dari daerah di utara dan timur laut negara itu. Rencana Rusia untuk mengepung ibu kota, Kyiv, gagal. Setelah wilayah dibebaskan, dugaan kekejaman Rusia menjadi jelas. Gambar warga sipil yang disiksa dan dibunuh di Bucha, dekat Kyiv, menyebar ke seluruh dunia. Para pejabat melaporkan ada 461 kematian.
Foto: Carol Guzy/ZUMA PRESS/dpa/picture alliance
Kehancuran dan kematian di Kramatorsk
Jumlah korban sipil di Donbas meningkat pesat. Pejabat mengatakan kepada penduduk sipil untuk mundur ke daerah yang lebih aman, tetapi rudal Rusia juga menargetkan mereka saat berusaha melarikan diri, termasuk di Kramatorsk. Lebih dari 61 warga tewas dan 120 lainnya terluka di stasiun kereta api pada April 2022, di saat ribuan orang berharap bisa menyelamatkan diri.
Selama serangan udara Rusia, jutaan orang Ukraina mencari perlindungan di tempat-tempat penampungan. Bagi orang-orang yang dekat dengan garis depan dalam jangkauan artileri, ruang bawah tanah telah menjadi rumah kedua. Di Kyiv (seperti yang terlihat di atas) dan Kharkiv, stasiun kereta bawah tanah menjadi tempat berlindung yang aman.
Foto: Dimitar Dilkoff/AFP/Getty Images
Risiko nuklir tinggi di Zaporizhzhia
Pada minggu-minggu pertama setelah invasi, Rusia menduduki sebagian besar wilayah selatan dan timur Ukraina, termasuk dekat Kyiv. Pertempuran meluas ke lokasi pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia di tenggara, yang sejak saat itu berada di bawah kendali Rusia. Badan Energi Atom Internasional mengirim para ahli ke PLTN tersebut dan menyerukan zona aman di sekitar area itu.
Foto: Str./AFP/Getty Images
Jumlah korban tewas tidak jelas
Jumlah pasti korban tewas akibat perang masih belum jelas. Menurut PBB, setidaknya 7.200 warga sipil telah tewas dan 12.000 lainnya terluka, bahkan jumlah yang sebenarnya bisa jauh lebih tinggi. Jumlah pasti tentara Ukraina yang tewas juga tidak pasti. Pada Desember 2022, penasihat presiden Ukraina Mykhailo Podolyak memperkirakan jumlahnya mencapai 13.000 jiwa.
Foto: Raphael Lafargue/abaca/picture alliance
Kiriman senjata dari Barat untuk Ukraina
Pengiriman senjata dari negara-negara Barat ke Ukraina telah menjadi topik hangat sejak awal perang, tetapi mulanya Kyiv hanya menerima sedikit. Peluncur roket HIMARS buatan AS benar-benar membantu pertahanan. Mereka telah mengizinkan militer Ukraina untuk menghentikan pasokan amunisi ke artileri Rusia dan kemungkinan besar juga berkontribusi pada keberhasilan serangan balik Ukraina.
Foto: James Lefty Larimer/US Army/Zuma Wire/IMAGO
Harapan bisa segera masuk Uni Eropa
Pesan video harian dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, di mana dia melaporkan kondisi negara dan perang yang sedang berlangsung, dilihat oleh jutaan orang. Zelenskyy tidak hanya mampu menyatukan penduduk negaranya, tetapi juga mendapatkan dukungan Barat. Integrasi Eropa telah berkembang pesat di bawah kepemimpinannya dan Ukraina sekarang berada di jalur menuju keanggotaan Uni Eropa. (ha/hp)
Foto: Kenzo Tribouillard/AFP
10 foto1 | 10
Upah di sektor pertahanan meningkat sekalipun inflasi tinggi.
Lev Gudkov mengatakan, harga minyak naik pada tahun pertama konflik, sehingga menghasilkan lebih banyak pendapatan negara bagi Rusia dan segmen tertentu dari populasi Rusia. Sektor-sektor ekonomi yang diperlukan untuk perang bekerja pada kapasitas maksimum, dan upah di sektor-sektor ini meningkat dua kali lipat.
Selain itu, tentara Rusia yang direkrut maupun tentara kontrak kini menerima gaji yang jauh lebih besar. Kompensasi yang dibayarkan kepada tentara yang terluka dan keluarga tentara yang tewas, yang sebagian besar tinggal di pedesaan, juga meningkat secara signifikan. Inilah juga yang bisa menjelaskan mengapa Rusia tidak melihat protes besar anti-perang.
Tapi Lev Gudkov mengatakan, Rusia saat ini sedang berjuang menghadapi inflasi yang tinggi dan meningkatnya biaya perang. Survei baru-baru ini menunjukkan bahwa masyarakat Rusia menganggap kenaikan harga, terutama makanan dan obat-obatan, sebagai masalah terbesar mereka. Bagi mereka, inflasi adalah masalah yang lebih mendesak dibandingkan perang.
Tapi tidak banyak warga Rusia yang melihat hubungan antara pengeluaran militer yang besar dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari. Hanya 10-12% masyarakat yang disurvei oleh Levada Center, banyak dari mereka adalah pegawai negeri sipil dan anggota kelas menengah, yang menyadari hubungan ini. Meskipun di kalangan ini ada kekhawatiran yang semakin besar, mereka tetap setia kepada rezim, kata Lev Gudkov.