1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiIndonesia

Kenapa TikTok Berinvestasi Besar di Indonesia?

16 Juni 2023

ByteDance umumkan investasi senilai USD 12,2 juta untuk membantu digitalisasi usaha kecil dan menengah. TikTok juga menyiapkan dana miliaran Dollar AS demi memperluas ekspansi di Indonesia dan Asia Tenggara di masa depan

Simbol aplikasi TikTok
Simbol aplikasi TikTokFoto: The Canadian Press/AP/dpa/picture alliance

Investasi besar-besaran oleh TikTok di Indonesia diumumkan Direktur Utama ByteDance, Shou Zi Chew, dalam sebuah forum di Jakarta, Kamis (15/6). Aplikasi video pendek itu belakangan kian mendominasi pasar media sosial di Indonesia dan Asia Tenggara.

"Kami akan menginvestasikan miliaran Dollar AS di Indonesia dan Asia Tenggara dalam beberapa tahun ke depan,” kata Shou. "Dari sebuah tim kecil berjumlah 100 pegawai, kini kami punya hampir 8.000 pegawai di Asia tenggara.”

Dana sebesar USD 12,2 juta diniatkan antara lain sebagai hibah untuk memudahkan sebanyak 120.000 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) beralih ke bisnis online dan berpartisipasi dalam ekonomi digital di Indonesia, lapor Kompas.

Shou mengatakan, 125 juta pengguna di Indonesia mewakili mayoritas pelanggan bulanan TikTok di Asia Tenggara yang berjumlah 325 juta pengguna. Sementara lebih dari dua juta pengguna memanfaatkan platformnya untuk berbisnis.

Di platform TikTok Indonesia, pedagang hilir mudik menawarkan ragam produk, mulai dari elektronik, fesyen, perlengkapan rumah tangga dan bahkan jasa.  

Jika Rasa Haus Validasi di Media Sosial Jadi Obsesi

04:04

This browser does not support the video element.

Pertumbuhan pesat TikTok Shop

Shou merujuk kepada studi lembaga konsultan Singapura, Momentum Works, Kamis (15/6), yang merinci bagaimana TikTok Shop diuntungkan oleh antusiasme pedagang dan konsumen ketika berekspansi pada 2022 silam, setelah setahun sebelumnya mulai mengkaji animo pasar di Indonesia.

Kendati masih berada jauh di bawah kedua pesaing terbesar, Shopee dan Lazada, TikTok Shop mencatatkan pertumbuhan tercepat. Nilai Gross Merchandise Value (GMV) atau nilai total transaksi online yang dibukukan TikTok meningkat tujuh kali lipat, dari USD 600.000 pada 2021 menjadi USD 4,4 miliar tahun lalu.

"Anda bisa bayangkan betapa TikTok sudah memiliki audiens setia yang datang untuk hiburan dan mengupayakan berbagai cara untuk menggerakkan mereka agar berbelanja dan meningkatkan nilai GMV,” kata Weihan Chen, peneliti senior Momentum Works.

"Dari Indonesia, TikTok Shop berekspansi secara agresif ke lima negara Asia Tenggara yang kebanyakan memiliki populasi pengguna TikTok yang besar,” imbuh Chen, sembari menekankan ambisi ByteDance menggandakan kapabilitasnya di pasar ritel online.

Bekerjasama, Bukan Berdiri Sendirian Kiat Sukses Tokopedia

04:26

This browser does not support the video element.

Indonesia sebagai episentrum ekspansi

Secara umum, total nilai transaksi di sembilan platform e-commerce terbesar di Asia Tenggara ditaksir sebesar USD 100 miliar pada 2022, meningkat 14 persen dalam setahun. Kenaikan itu didorong ekspansi Shopee asal Singapura dan Lazada, anak perusahaan Alibaba asal Cina.

Dari total nilai GMV di Asia Tenggara, Shopee membukukan USD 47,9 miliar atau kenaikan sebesar 13 persen. Lazada bertengger di peringkat kedua dengan angka GMV USD 20,1 miliar. 

Indonesia saat ini masih merupakan pasar e-commerce terbesar di Asia Tenggara. Sebesar 52 persen dari total nilai transaksi ritel online 2022 tercatat dilakukan di Indonesia. 

Pertumbuhan pasar e-commerce di Asia tenggara cenderung melambat sejak pandemi Covid-19, seiring kembalinya konsumen ke toko-toko dan pusat perbelanjaan. Namun begitu, prospeknya tetap diyakini akan membaik di masa depan, tulis Momentum Works dalam risetnya.

Laporan tersebut juga mencatat, bagaimana Asia Tenggara bisa memetik keuntungan dari perusahaan Cina yang ingin berekspansi demi mengurangi kebergantungan pada pasar AS atau karena ketatnya kompetisi di dalam negeri.

"Hal itu bisa mengubah lanskap e-commerce di Asia Tenggara, yang sejak lama sulit tumbuh karena minimnya keragaman produk yang ditawarkan,” tulis peneliti dalam risetnya.

rzn/as (rtr,ap)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya