Kepala IMF Christine Lagarde mendukung kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menaikkan suku bunganya. Pernyataan tersebut menyusul setelah Donald Trump menyatakan kebijakan tersebut "gila" dan berbahaya.
Iklan
Dalam konferensi pers di Bali, pada hari Kamis (11/10/2018) saat Pertemuan Tahunan atau Annual Meeting IMF-Bank Dunia 2018, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde membela kenaikan suku bunga The Fed setelah Presiden AS Donald Trump mengritik kebijakan tersebut.
Trump menyebut kebijakan tersebut "gila" karena berkontribusi terhadap gejolak pasar keuangan saat ini. Aksi jual sekuritas global yang terus berlanjut disebabkan meningkatnya volatilitas keuangan yang IMF dan Bank Dunia direncanakan akan bahas selama pertemuan tahunan mereka.
Lagarde mengatakan kepada para pewarta bahwa kenaikan suku bunga Fed benar secara fundamental. "Ini jelas merupakan perkembangan yang diperlukan untuk ekonomi yang menunjukkan pertumbuhan yang sangat baik, dengan inflasi meningkat dan pengangguran menjadi sangat rendah," katanya.
Dipotong Lima Nol, Seberapa Terpuruk Mata Uang Venezuela?
Hiperinflasi terhadap Bolivar memaksa Venezuela memberlakukan redenominasi buat memindahkan lima angka nol dari setiap satuan mata uang. Namun seberapa rendah nilai mata uang Bolivar? Simak perbandingannya berikut.
Foto: Reuters/C. G. Rawlins
Jutaan untuk Seekor Ayam
Venezuela mencatat inflasi sebesar 82,700% pada Juli silam. Akibatnya nilai mata uang Bolivar terjun bebas dan penduduk kesulitan memenuhi kebutuhan pokok tanpa mata uang asing. Untuk seekor ayam potong berbobot 2,4 kilogram saja penduduk harus merogoh 14,6 juta Bolivar atau setara US$ 2,2.
Foto: Reuters/C. G. Rawlins
Sekantung Uang untuk Sekantung Tomat
Adapun satu kilogram tomat di Venezela dibanderol 5 juta Bolivar atau sekitar US$ 0,76. Saat ini nilai tukar Bolivar terhadap Dollar AS berada di kisaran 6.900.000 Bolivar untuk setiap Dollar. Padahal lima tahun silam nilainya hanya 6.000 Bolivar per satu Dollar AS.
Foto: Reuters/C. G. Rawlins
Biaya Hidup Melangit
Akibat hiperinflasi dan kelangkaan bahan pokok, biaya hidup di Venezuela melangit. Untuk satu roll tisu toilet saja penduduk harus membayar 2,6 juta Bolivar di ibukota Caracas.
Foto: Reuters/C. G. Rawlins
Mata Uang Tanpa Nilai
Tiga setengah juta Bolivar adalah harga eceran untuk sebungkus pembalut wanita di Venezuela. Padahal jika dikonversi ke mata uang Dollar AS, harganya tak lebih dari US$ 0,53.
Foto: Reuters/C. G. Rawlins
Beras Lebih Berharga
Terutama buat penduduk yang gemar mengkonsumsi beras, hiperinflasi menjadikan biaya hidup meningkat tinggi. Satu kilogram beras dibandrol seharga 2,5 juta Bolivar atau sekitar 0.38 Dollar AS.
Foto: Reuters/C. G. Rawlins
Petaka buat Orangtua
Adapun satu kantung popok bayi yang kebanyakan masih diimpor dihargai 8 juta Bolivar atau sekitar 1,22 USD. Kondisi ini diperparah dengan langkah pemerintah memperketat regulasi perdagangan. Akibatnya distributor enggan mengimpor dalam jumlah besar.
Foto: Reuters/C. G. Rawlins
Keju Tak Terjangkau
Meski diproduksi dengan biaya murah dan dibanderol 1,14 USD per kilogram, keju dijual seharga 7,5 juta Bolivar di Venezuela. Pada Senin (27/8) pemerintah di Caracas akan memberlakukan redenominasi yang memangkas lima angka nol. Jadi mulai pekan depan harga sebongkah keju akan berkisar 75 Bolivar. (rzn/ap: Reuters)
Foto: Reuters/C. G. Rawlins
7 foto1 | 7
Nasib pasar berkembang
Walaupun ia juga mengakui, bahwa kenaikan suku bunga The Fed telah membuat negara-negara berkembang kesulitan karena arus modal keluar terus berlanjut dan mata uang lokal terus jatuh. Lagarde menambahkan bahwa arus modal keluar itu tidak dapat dihindari karena dunia sedang bersiap dengan perang dagang.
Dia merekomendasikan lebih banyak fleksibilitas pada manajemen aliran modal. Menurutnya, beberapa pasar negara berkembang, termasuk negara-negara Asia Tenggara, terlalu enggan untuk meningkatkan kontrol modal demi melindungi ekonomi mereka sendiri.
Italia dalam fokus
Lagarde juga membahas situasi ekonomi di Eropa khususnya Italia. Ia memperingatkan Roma agar mematuhi peraturan fiskal Uni Eropa dan peraturan stabilitas keuangan kawasan, mengingat anggaran tahun 2019 negara tersebut dapat memperburuk masalah keuangan.
Pemerintah Italia berencana untuk meningkatkan defisit anggaran tahun depan menjadi 2,4 persen untuk meningkatkan belanja pada bidang sosial. Kondisi ini memicu penjualan pada surat utang pemerintah dan saham-saham perbankan Italia anjlok. Selain menyebabkan penurunan indeks saham, kebijakan ini juga menjatuhkan nilai mata uang Euro.
Jurus Cina Bungkam Brunei dalam Konflik Laut Cina Selatan
Brunei yang sedang mengalami resesi membutuhkan aliran dana investasi dan mendapati Cina sebagai juru selamat. Namun pertautan kedua negara bukan tak beriak. Beijing mengharapkan balasan yang setimpal.
Foto: picture-alliance/AP Photo/N. Han Guan
Akhir Kejayaan Minyak
Selama berpuluh tahun warga Brunei menikmati kemakmuran tak berbatas berkat produksi minyak berlimpah. Namun kemakmuran tersebut tidak bertahan lama. Pasalnya cadangan minyak Brunei bakal pupus dalam dua dekade ke depan. Negeri kesultanan itu pun dilanda resesi sejak tiga tahun terakhir dan terpaksa memangkas berbagai subsidi.
Foto: picture-alliance/dpa
Resesi Tanpa Henti
Tidak heran jika laju pertumbuhan ekonomi Brunei merangkak di kisaran 0,6% pada 2016 silam dan bahkan anjlok menjadi minus 2,7% pada 2017. Pondasi ekonomi yang terlalu bergantung pada pemasukan dari sektor migas menjadi petaka ketika harga minyak dunia menukik tajam sejak beberapa tahun terakhir.
Foto: Getty Images/AFP/R. Rahman
Ekonomi Terpusat di Ujung Hayat
Menurut analis pasar tenaga kerja, warga Brunei cendrung menginginkan pekerjaan di pemerintahan, perusahaan pelat merah atau industri minyak. Tapi justru ketiganya sedang babak belur. Akibatnya angka pengangguran meroket tajam. Kondisi ini memaksa Sultan Hassanal Bolkiah mencari sumber duit baru.
Foto: picture alliance/landov/Z. Jie
Cina Menggeser Arab
Biasanya Brunei melirik negara-negara Arab untuk mencari investasi. Namun kali ini Sultan Hasanah Bolkiah melirik poros ekonomi baru dan mendapati Cina sebagai juru selamat. Sejak beberapa tahun terakhir Beijing aktif menyuntikkan dana untuk perekonomian Brunei yang tengah lesu.
Foto: Imago/Xinhua/J. Wong
Gerbang Investasi
Ketika Citibank hengkang setelah mengawal investasi asing untuk Brunei selama 41 tahun, Bank of China justru membuka cabang di Bandar Seri Begawan. Kehadiran bank pelat merah itu diharapkan menjadi pintu masuk aliran dana investasi langsung dari Tiongkok. Sejauh ini Cina telah menginevatasikan 4,1 miliar USD di Brunei.
Foto: Getty Images/AFP/M. Ralston
Berharap Pada Duit Tiongkok
Investasi Cina mencakup berbagai sektor, mulai dari industri pertanian dan makanan, energi dan perikanan. Menurut klaim pemerintah, aliran dana investasi dari Tiongkok akan menciptakan 1.600 lapangan kerja baru dan menopang sekitar 5.000 lapangan kerja di sektor pendukung seperti logistik dan perbankan.
Foto: Fotolia/philipus
Pertaruhan Bolkiah di Utara
Pertautan itu bukan tak beriak. Sultan Bolkiah banyak membisu ihwal konflik di Laut Cina Selatan. Sikap gamang Brunei dinilai merupakan hasil dari strategi Cina mendekati negara kecil di ASEAN terkait klaim teritorial Beijing. Padahal kawasan laut yang diperebutkan diyakini mengandung cadangan energi dalam jumlah besar, sesuatu yang dibutuhkan Brunei buat menjamin kemakmuran warganya di masa depan
Tajam Diplomasi Xi
Sejak Xi Jinping memegang jabatan Sekretaris Jendral PKC 2012 silam, Beijing aktif menggunakan 'diplomasi buku cek' terhadap negara-negara ASEAN untuk mengamankan klaimnya di Laut Cina Selatan. Selain Brunei, Cina juga aktif menanam investasi di Malaysia, Laos dan Kamboja. Harapannya dengan meningkatnya kebergantungan ekonomi, ASEAN akan sulit menyatukan suara dalam konflik Laut Cina Selatan.