Keponakan Khamenei Ditangkap Setelah Mengkritik Rezim Iran
28 November 2022
Farideh Moradkhani, yang merupakan keponakan pemimpin tertinggi Iran, menyebut pemerintah sebagai "rezim kejam dan pembunuh anak". Dia juga menyatakan dukungan atas protes anti-pemerintah yang sedang berlangsung.
Iklan
Pihak berwenang Iran dilaporkan telah menangkap Farideh Moradkhani, yang merupakan keponakan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. Hal itu diutarakan oleh kakak laki-laki dari Farideh, Mahmoud Moradkhani, yang menulis di Twitter bahwa saudara perempuannya telah ditangkap pada Rabu (23/11) ketika dipanggil oleh kantor kejaksaan di Teheran.
Farideh Moradkhani adalah seorang insinyur dan aktivis HAM terkenal. Dia telah menjadi kritikus yang vokal atas tindakan keras pemerintah terhadap protes anti-pemerintah di Iran.
Iran telah mengalami kerusuhan selama berminggu-minggu sejak kematian wanita muda Kurdi Jina Mahsa Amini dalam tahanan polisi.
Menurut LSM Hak Asasi Manusia Iran yang berbasis di Norwegia, setidaknya 416 orang, termasuk 51 anak-anak, telah tewas dalam tindakan keras Iran selama protes yang dipicu kematian Amini pada bulan September lalu itu.
Kekuasaan Berdarah Ayatollah Khomeini
Ayatollah Khomeini mengobarkan revolusi 1979 buat mengakhiri kekuasaan monarki yang represif dan sarat penindasan. Ironisnya negara agama yang ia dirikan justru menggunakan cara-cara serupa untuk bisa bertahan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/FY
Reformasi Setengah Hati
Iran pada dekade 1970an mengalami perubahan besar lewat "Reformasi Putih" yang digenjot Syah Reza Pahlevi. Program yang antara lain berisikan reformasi agraria dan pendidikan itu sebenarnya diarahkan untuk mempersempit pengaruh kaum Mullah dan tuan tanah. Namun Reformasi Putih menciptakan ketegangan sosial yang justru ingin dihindari pemerintah. Seluruh negeri tiba-tiba bergejolak.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Monarki Tanpa Oposisi
Iran pada era Pahlevi membungkam oposisi lewat penculikan, pembunuhan, penyiksaan dan eksekusi mati. Pada demonstrasi massal 1963, sekitar 15.000 mahasiswa tewas terbunuh. Antara 1971 hingga Revolusi Islam 1979, sebanyak 100 tokoh oposisi melepas nyawa di tiang gantungan. Sampai 1975 pemerintah menahan hampir semua jurnalis, seniman, sastrawan, ulama dan akademisi yang bersimpati pada oposisi
Foto: picture alliance/Herbert Rowan
Arus Balik Khomeini
Ayatollah Khomeini yang awalnya mendukung kekuasaan terbatas Monarki Iran, berbalik arah memperkenalkan sistem pemerintahan Islam berbasis kekuasaan Ulama, Wilayatul Faqih. Oleh Pahlevi ia dikucilkan. Putra Khomeini, Mostafa, dibunuh oleh pasukan rahasia Syah Iran, Savak, setahun sebelum revolusi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/FY
Sekulerisme Islam
Namun begitu Khomeini tidak serta merta membangun pemerintahan Mullah di tahun pertama revolusi. Sebaliknya ia mengakui peran kelas menengah dalam menjatuhkan Pahlevi dengan membentuk pemerintahan sekuler di bawah tokoh liberal dan moderat Mehdi Bazargan (gambar) sebagai perdana menteri dan kemudian Abolhassan Banisadr yang merupakan aktivis HAM Iran.
Foto: Iranian.com
Kebangkitan Islam Militan
Tapi menguatnya militansi pengikut Khomeini yang ditandai dengan penyerbuan Kedutaan Besar Amerika Serikat menyudahi peran kaum liberal. Terutama sejak perang Iran-Irak, Khomeini banyak memberangus oposisi. Antara 1981 dan 1985, pemerintah Islam Iran mengeksekusi mati 7900 simpatisan oposisi.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Pengkhianatan Ayatollah
Untuk mempertahankan idenya tentang kekuasaan Ulama, Khomeini tidak cuma mengucilkan perdana menterinya sendiri, ia juga memenjarakan ulama besar Syiah, Ayatollah Sayid Muhammad Kazim Shariatmadari (gambar) dengan tudingan makar dan calon penggantinya, Ayatollah Hossein-Ali Montazeri karena menentang tindakan represif pemerintah.
Foto: tarikhirani.ir
Dekade Berdarah
Dekade 1980-an menandai kekuasaan berdarah Khomeini. Dalam Tribunal Iran, PBB menuding rejim Islam Iran melakukan "pelanggaran berat Hak Azasi Manusia." Selama tahun 1980-an, sebanyak 20.000 tahanan politik meninggal dunia di penjara dan lusinan media diberangus paksa.
Foto: sarafsazan.com
Derita di Balik Jeruji
Pengadilan Kejahatan HAM Iran yang digelar di Den Haag tahun 2012 silam mengungkap berbagai kesaksian mantan tapol. Sebagian besar mengabarkan penyiksaan di penjara, antara lain digantung terbalik selama berhari-hari dan dipaksa melihat adegan penyiksaan terhadap rekannya, serta dikurung di sel isolasi tanpa sinar matahari selama berminggu-minggu.
Foto: iranwebgard.ir
Eksekusi Massal
Hingga kini Iran menjadi salah satu negara dengan jumlah hukuman mati tertinggi di dunia terhadap tahanan politik. Setahun menjelang kematiannya (3 Juni 1989), Khomeini menggulirkan gelombang eksekusi massal terhadap tokoh oposisi. Tidak jelas berapa jumlah tahanan politik yang tewas. Sebuah sumber menyebut jumlah tapol yang dieksekusi mati mencapai 30.000 orang.
Foto: picture-alliance/dpa
9 foto1 | 9
Yang diketahui terkait penangkapan
Farideh Moradkhani sejatinya telah ditangkap awal tahun ini oleh Kementerian Intelijen Iran, namun kemudian dibebaskan dengan jaminan.
Menurut HRANA, penangkapan Farideh pada Rabu (23/11) lalu itu adalah untuk menjalani hukuman 15 tahun yang sudah ada, meski tuduhan terhadapnya belum jelas.
Mahmoud Moradkhani kemudian mengunggah video di media sosial di mana saudara perempuannya menyebut kepemimpinan ulama Iran sebagai "rezim pembunuh dan pembunuh anak."
Apa yang dikatakan Farideh dalam video tersebut?
"Wahai orang-orang bebas, bersama kami mari beri tahu pemerintah untuk berhenti mendukung rezim pembunuh dan pembunuh anak ini," kata Farideh dalam video tersebut.
"Rezim ini tidak setia pada prinsip agama mana pun dan mereka tidak mengenal aturan apa pun kecuali kekuatan dan mempertahankan kekuasaan," tambahnya.
Farideh juga menyerukan agar "semua negara bebas dan demokratis untuk memanggil perwakilan mereka dari Iran sebagai isyarat simbolis, dan mengusir perwakilan rezim brutal ini dari negara mereka."
Dia mengatakan sanksi yang dijatuhkan pada Teheran "menggelikan" dan bahwa Iran telah ditinggalkan "sendirian" oleh dunia.
Farideh Moradkhani adalah putri mendiang Ali Moradkhani Arangeh, seorang tokoh oposisi terkemuka dan ulama Syiah yang menikah dengan saudara perempuan Khamenei.
Adik Khamenei, Badri, berselisih dengan keluarganya pada 1980-an dan melarikan diri ke Irak selama perang Iran-Irak.