1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Keputusan 'Berbuntut Panjang' Bagi Afghanistan

29 November 2011

Awal baru bagi Afghanistan usai jatuhnya rezim Taliban diputuskan 10 tahun yang lalu di Petersberg, Bonn. Setelah kemenangan cepat AS atas Taliban, negara ini diharapkan mencapai demokrasi dan kemakmuran.

Foto: AP

Tujuan kesepakatan Petersberg adalah agar Afghanistan memiliki masa depan yang lebih baik. Era kebrutalan penguasa Taliban harus berakhir. Afghanistan tidak boleh lagi bekerja sama dengan organisasi teror seperti Al Qaida.

5 Desember 10 tahun yang lalu, kanselir Jerman saat itu, Gerhard Schröder, dalam penutupan konferensi Bonn tentang Afghanistan mengatakan, "Setelah bertahun-tahun mengalami perang, teror, krisis dan penghinaan, warga Afghanistan akhirnya mendapat perspektif perdamaian yang konkrit dan perspektif masa depan ekonomi."

Rencana bagi awal baru termasuk penyusunan konstitusi demokratis serta pemilihan parlemen dan presiden. Dunia internasional akan mendukung Afghanistan dengan bantuan militer dan keuangan. Keputusan konferensi Bonn ini diwujudkan setahap demi setahap. Namun, stabilitas dan kemajuan yang diharapkan tidak terwujud.

Konferensi Bonn gagal membuka jalur yang benar. Begitu menurut pakar Afghanistan Sayfudin Sayhon. Karena khawatir terwujudnya vakum kekuasaan di Afghanistan, para warlords diberikan kekuasaan yang luas. Konsekuensinya fatal. "Wakil dari beberapa kelompok militer membagi sendiri wilayah kekuasaan Afghanistan dengan dukungan dunia internasional."

Kini, 10 tahun setelah konferensi Bonn, perang, kemiskinan, perdangan narkoba dan korupsi masih menjadi keseharian warga Afghanistan. 150 ribu tentara asing dari pasukan ISAF, serta polisi dan militer Afghanistan tidak siap untuk menjamin keamanan di negara itu. Taliban dan sekutunya menjadi lebih kuat dari sebelumnya.

Situasi ini adalah hasil intervensi militer tanpa rencana. Demikian menurut Jochen Hippler, pakar politik Universitas Duisburg. "Tidak ada konsep yang jelas. Apakah ini tentang demokratisasi, memerangi teror, atau pembangunan sebuah negara? Begitu banyak hal yang ingin dilakukan, tetapi tidak ada usaha mengembangkan strategi, yang baru ada sejak setahun lalu."

Menurut Hippler, strategi tersebut lebih merupakan skenario penarikan mundur pasukan. Setelah pasukan internasional keluar dari Afghanistan, pemerintah setempat harus bertanggung jawab bagi keamanan di negaranya mulai tahun 2014.

Walau banyak kekurangan, pakar Afghanistan Sayfudin Sayhon meminta untuk tidak melupakan kisah sukses yang dialami negara itu. "Afghanistan jelas memiliki kemajuan dalam bidang telekomunikasi, pendidikan dan infrastruktur. Dan hal yang lebih penting lagi, Taliban tidak lagi menguasai pemerintahan negara kami."

Selain itu, kebebasan pers.yang dijamin hukum, walau menghadapi berbagai masalah, dapat mewujudkan keragaman media yang belum pernah ada sebelumnya. Namun, keberhasilan tersebut belum stabil. Tanpa bantuan besar-besaran dari luar negeri, belum ada satu pun sektor usaha yang mampu bertahan di Afghanistan.

Ratbil Shamel / Vidi Legowo-Zipperer

Editor : Agus Setiawan

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait