1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiJerman

Integrasi Pengungsi di Pasar Kerja Jerman Berjalan Lancar

3 Agustus 2023

Riset teranyar mencatat lebih dari separuh pengungsi di Jerman bisa bekerja setelah enam tahun menetap. Namun pendapatan mereka masih berada di bawah rata-rata. Usia diklaim berperan penting dalam menentukan besaran upah

Murid vokasi asal Somalia di Jerman
Sorang pengungsi Somalia melakukan magang di sebuah perusahaan JermanFoto: Christoph Schmidt/dpa/picture alliance

Bagi Herbert Brücker dari Institut Penelitian Pasar Tenaga Kerja (IAB) di Jerman, hasil riset tersebut tetap ditanggapi secara positif. Lebih dari separuh pengungsiyang terlibat dalam jajak pendapat mengaku telah bekerja.

"Pada 2015 lalu kita berpikir, kalau dalam lima atau enam tahun kuota pengungsi yang bekerja mencapai 50 persen, maka itu sudah bisa dikatakan sangat sukses. Tahun 2021, meski adanya pandemi Covid-19, angkanya berada di kisaran 54 persen. Jadi jumlahnya melampaui harapan,” ujar Brücker.

Semakin lama seorang pengungsi hidup di Jerman, semakin besar pula peluangnya diterima di pasar tenaga kerja.

"Di kalangan pengungsi yang sudah menetap selama tujuh atau delapan tahun di sini, angkanya bahkan mencapai 62 persen. Persentase ini hanya berkisar 10 sampai 12 persen di bawah rata-rata persentasae yang berkerja di kalangan penduduk Jerman.”

Tingginya tingkat pendidkan

Dalam studinya, IAB fokus pada pengungsi yang tiba di Jerman antara tahun 2013 dan 2019. "Jumlah total respondennya mencapai 10.111 orang dan jajak pendapat dilakukan pada kelompok usia 18 hingga 64 tahun,” demikian menurut lembaga riset itu.

Selain banyaknya kuota pengungsi yang bekerja, studi IAB juga mengungkap tingkat pendidikan yang relatif tinggi. Sepertiga pengungsi tercatat melanjutkan pendidikan di universitas atau lembaga vokasi.

Menurut jajak pendapat, sebanyak 70 persen pengungsi menjalankan profesi yang menuntut kualifikasi spesifik, yang hanya bisa didapat melalui pendidikan vokasi atau sekolah tinggi. 

Meski begitu, sebanyak 41 persen responden mengaku harus bekerja di bawah level kualifikasinya di negara masing-masing. Adapun 12 persen responden sebaliknya mendapat pekerjaan di atas level kualifikasi profesi yang sebelumnya mereka miliki.

Salah satu peneliti IAB, Yuliya Kosyakova, menganggap hasil riset tersebut sebagai jawaban atas krisis kelangkaan tenaga kerja di Jerman. "Mereka sudah ada disini, siap bekerja dan sangat termotivasi,” kata dia kepada Reuters.

Level pendapatan lebih kecil

Hampir dua pertiga atau sekitar 65 persen pengungsi, yang telah menetap selama enam tahun, mengaku bekerja penuh waktu. Angka pendapatan rata-rata para pengungsi tercatat meningkat dari 1.660 Euro, di dua tahun pertama setelah kedatangan, menjadi 2.037 di tahun keenam.

Pengungsi juga mencatatkan jam kerja mingguan dan rata-rata upah per jam yang lebih tinggi, kata Herbert Brücker yang mengepalai bidang penelitian migrasi, integrasi dan pasar kerja internasional.

"Saat ini kita mencatat pendapatan rata-rata pekerja tetap sebesar 2.000 Euro per bulan,” kata dia, sembari mengakui, bahwa jumlah tersebut hanya "mencapai 60 persen dari pendapatan dan upah rata-rata warga Jerman.”

Menurutnya, salah satu alasan di balik ketimpangan tersebut adalah kisaran usia para pengungsi yang berada jauh di bawah rata-rata usia pekerja warga Jerman.

"Di pasar tenaga kerja Jerman, seseorang akan menghasilkan banyak uang jika dia berusia lebih tua, dibandingkan jika masih berusia muda.” 

Pada kelompok usia 18 sampai 25 tahun, Brücker menyimpulkan rata-rata upah para pengungsi mencapai 75 persen dari kisaran upah warga Jerman di rentang usia yang sama. "Di sini jarak ketimpangannya tidak terlampau besar dan akan menjadi setara seiring waktu,” pungkasnya.

rzn/as

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait