1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

RI-Cina Kerja Sama Maritim di Tengah Klaim Laut Cina Selatan

12 November 2024

Indonesia tegaskan tidak mengakui klaim Cina atas Laut Cina Selatan, pada Senin (11/11). Pernyataan ini dipaparkan meskipun Indonesia telah menandatangani kesepakatan pengembangan maritim dengan Beijing.

Pertemuan Prabowo dan Xi Jinping pada April 2024
Prabowo Subianto memilih Cina sebagai negara pertama yang ia kunjungi setelah dilantik. Sebelumnya pada April 2024, Prabowo dan Xi Jinping sudah bertemu, usai Prabowo unggul di Pilpres 2024Foto: Yao Dawei/AP Photo/picture alliance

Kesepakatan maritim Indonesia dan Cina dikhawatirkan berisiko mengorbankan hak kedaulatan Indonesia di tengah konflik Laut Cina Selatan, papar sejumlah analisis.

Beijing telah lama berselisih dengan negara-negara Asia Tenggara terkait Laut Cina Selatan, yang hampir seluruhnya diklaim Cina berdasarkan "sembilan garis putus-putus" pada peta lama mereka, yang masuk ke zona ekonomi eksklusif (ZEE) beberapa negara.

Kesepakatan bersama dengan Cina di perairan strategis ini selama bertahun-tahun menjadi sensitif, karena beberapa negara khawatir perjanjian tersebut dapat dianggap sebagai pengakuan atas klaim luas Cina.

Pada 2016, tribunal arbitrase menyatakan bahwa klaim Cina, berdasarkan peta lamanya, tidak memiliki dasar hukum internasional. Namun, keputusan itu tidak diakui oleh Cina.

Kesepakatan maritim Indonesia dengan Cina ini  dikeluarkan akhir pekan lalu selama kunjungan Prabowo Subianto ke Beijing. Prabowo menyebutkan bahwa kedua negara telah "mencapai pemahaman bersama yang penting tentang pengembangan bersama di wilayah dengan klaim yang tumpang tindih."

Klaim Cina tidak memiliki dasar hukum

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia berulang kali menyatakan bahwa Indonesia bukanlah negara pengklaim di Laut Cina Selatan dan tidak memiliki yurisdiksi yang tumpang tindih dengan Cina.

Kemlu RI mengatakan posisinya tidak berubah dan perjanjian tersebut tidak akan berdampak pada hak kedaulatannya.

"Indonesia menegaskan kembali posisinya bahwa klaim (Cina) tersebut tidak memiliki dasar hukum internasional," demikian pernyataan kementerian tersebut.

"Kemitraan ini tidak berdampak pada kedaulatan, hak berdaulat, atau yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara."

Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan bahwa klausul tersebut "menjelaskan konsensus politik dan arah kerja sama antara kedua belah pihak tentang pengembangan bersama di wilayah maritim yang diklaim oleh kedua negara."

Juru bicara kementerian, Lin Jian, mengatakan bahwa Indonesia dan Cina akan lebih mengeksplorasi topik seperti konten dan mode kerja sama, menambahkan bahwa ada dasar sejarah untuk klaim Laut Cina Selatan Cina dan bahwa konsensus ini akan menguntungkan kedua belah pihak.

Garis berbentuk U milik Cina, berdasarkan peta lamanya, dimulai dari tengah Vietnam dan melintasi perairan di dekat Kepulauan Natuna Indonesia, lebih dari 1.000 km di selatan Pulau Hainan.

Garis tersebut memotong ZEE dari Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam, serta dipatroli oleh armada penjaga pantai Cina yang dituduh oleh negara-negara tetangga bersikap agresif dan berusaha mengganggu aktivitas energi dan perikanan.

Cina biasanya mengatakan bahwa kapalnya mencegah kegiatan illegal di wilayahnya.

Latgab Militer ASEAN Pertama

01:00

This browser does not support the video element.

Apa isi kesepakatan maritim Indonesia-Cina?

Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan bahwa kesepakatan ekonomi tentang isu maritim dengan Cina mencakup perikanan dan konservasi ikan, dan berharap hal ini akan menjadi model untuk menjaga perdamaian dan persahabatan.

Namun, beberapa analis Indonesia mengatakan penandatanganan perjanjian semacam itu dapat memiliki dampak negatif dan diartikan sebagai perubahan sikap Indonesia pada isu klaim Laut Cina Selatan.

"Jika kita merujuk pada pernyataan resmi bersama, itu berarti kita mengakui klaim yang tumpang tindih," kata analis maritim Aristyo Rizka Darmawan, seraya menambahkan bahwa hal ini dapat mengorbankan hak berdaulat Indonesia untuk mengeksploitasi sumber daya di ZEE-nya.

Indonesia mungkin telah menandatangani perjanjian tersebut dengan maksud untuk meningkatkan hubungan ekonomi, tambahnya.

Klaus Heinrich Raditio, seorang dosen politik Cina, mengatakan bahwa Indonesia tidak pernah memiliki klaim yang tumpang tindih dan inklusi klausul ini dalam pernyataan bersama adalah "tidak tepat".

"Pernyataan bersama ini mempertaruhkan kepentingan nasional kita," katanya, seraya menambahkan bahwa hal ini masih bisa dinegosiasikan ulang.

Prabowo pilih kolaborasi daripada konfrontasi

Dalam kunjungannya ke Cina, Prabowo menyerukan kolaborasi daripada konfrontasi dengan Cina. Hal ini Prabowo sampaikan setelah penandatanganan kesepakatan senilai $10 miliar (sekitar Rp155 triliun) pada forum bisnis di Beijing, sebelum menuju ke AS.

Prabowo Subianto mengatakan di forum tersebut bahwa Indonesia ingin menjadi bagian dari kebangkitan Cina, tidak hanya sebagai kekuatan ekonomi tetapi juga sebagai "kekuatan peradaban".

"Kita harus memberi contoh bahwa di era modern ini, kolaborasi, bukan konfrontasi, adalah jalan menuju perdamaian dan kemakmuran," katanya.

Prabowo dan Xi Jinping sepakat untuk memperdalam hubungan, dengan menjadikan keamanan sebagai "pilar" kelima kerja sama selain politik, ekonomi, maritim, dan pertukaran antar Masyarakat pada Sabtu lalu (9/11). Kedua negara sepakat untuk mengadakan pertemuan pertama antara menteri luar negeri dan pertahanan pada 2025, menurut pernyataan bersama.

"Indonesia sangat jelas," kata Subianto. "Kami selalu non-blok, kami selalu menghormati semua kekuatan besar di dunia."

Indonesia tetap berada di pinggiran sengketa teritorial Laut Cina Selatan antara Cina dengan negara-negara di Asia Tenggara. Meski tidak memiliki perselisihan resmi dengan Beijing, Indonesia mengatakan kapal patroli mereka berulang kali mengusir kapal penjaga pantai Cina di perairan Natuna.

rs/pkp (Reuters, AP)