Kerja Sama Perusahaan dan Design Hochschule di Jerman
22 Februari 2008Berbeda dengan sekolah tinggi seni, di Design Hochschule para mahasiswa kebanyakan merancang benda-benda yang dapat digunakan sehari-hari. Misalnya meja, lampu atau juga mobil. Untuk menambah kualitas dan menggunakan pengetahuan yang telah dipelajari, sebagian besar Design Hochschule bekerjasama dengan perusahaan baik besar maupun kecil.
Disain Interior Mobil
“Klasse statt Masse“ atau dalam bahasa Indonesianya: bukan produksi masal melainkan kelas tersendiri. Itulah moto sekolah tinggi disain di kota Reutlingen. Sekolah tinggi ini menawarkan jurusan yang unik, yaitu disain interior kendaraan. Rancangan yang dipelajari bukan hanya bentuk kursi mobil atau penampilan papan instrumen di mobil, melainkan juga bentuk dan penggunaan materinya, seperti tekstil, bahan sintetik dan kulit. Yang juga tidak kalah penting adalah pelajaran tentang paduan warna di bagian dalam dan di bagian luar kendaraan.
“Fahrzeug Interieur Design“, begitu nama jurusan dalam bahasa Jermannya, dapat ditempuh untuk gelar Bachelor, yang di Indonesia kira-kira setara dengan S1. Yang membuat sekolah tinggi di kota Reutlingen ini menarik adalah, lulusannya kemungkinan bisa bekerja langsung di industri mobil Jerman yang terkenal di dunia. Karena kampusnya berada di lokasi sejumlah pabrik mobil, seperti misalnya Porsche, maka banyak kemudahan untuk mempraktekkan ilmu selama berkuliah. Kerjasama dengan Audi dan BMW juga ada. Perusahaan-perusahaan besar tersebut bahkan juga berperan banyak dalam menyusun program kuliah di sekolah tinggi disain Reutlingen. Semua ini tentunya membuat kuliah di sana menarik.
Rancangan untuk Dekorasi Rumah
Kerjasama dengan perusahaan besar Jerman, juga bisa dilakukan dalam bidang lain. Misalnya di bidang interior ruang tinggal dan keperluan sehari-hari di rumah. Contohnya kerjasama antara sekolah tinggi disain di kota Karlsruhe dengan perusahaan keramik dan porselen Rosenthal, yang terkenal di dunia. Perusahaan ini mengkhususkan diri pada produk perlengkapan makan, kebutuhan rumah dan hiasan. Hasil kerjasama ini dipamerkan dalam pameran mebel internasional, IMM di kota Köln Januari lalu.
Hanna Ernsting, salah seorang mahasiswa dari sekolah tinggi disain Karlsruhe menceritakan awal mula kerjasama tersebut dan tujuannya. Kerjasama dengan Rosenthal ini awalnya hanya sebagai inspirasi saja. Setelah itu mereka mengadakan sejumlah pembicaraan dengan perusahaan tersebut. Barang-barang yang dipamerkan adalah hasil rancangan para mahasiswa dan dibuat oleh Rosenthal. Apakah itu nantinya akan menjadi salah satu produk Rosenthal? Mungkin saja.
Porselen dengan Disain Menarik
Produk yang dipamerkan nampak cantik dan menarik. Misalnya tempat buah yang disebut “rajutan porselen”. Hanna menerangkan, pertama-tama dari rajutan benang wol dibuat bentuk tempat buah. Rajutan itu kemudian dicelup ke bahan porselen dan dibakar. Benang wol langsung terbakar habis, yang tinggal hanya tempat buah dari porselen yang tampaknya seperti dirajut.
Contoh lain adalah, pot bunga yang sepintas lalu tampaknya tidak istimewa. Pot bunga ini sebenarnya 10 jambangan bunga. Tiap bagiannya mempunyai sisi yang melengkung, sehingga jika digabung bisa bundar seperti pot bunga. Jika digabung dengan variasi lain, bentuknya jadi berubah.
Pelajaran dan Prakteknya
Apa saja yang dipelajari para mahasiswa di sekolah tinggi itu? Hanna menceritakan, nama jurusannya disain produk. Para mahasiswa kerap bekerja dalam proyek-proyek tertentu. Jadi tema ditetapkan terlebih dahulu, bisa tema untuk konsep atau untuk hasil rancangan. Kemudian diadakan sejumlah eksperimen. Karena ada rancangan yang tampak sangat cantik, tapi tidak dapat digunakan.
Itulah yang membuat kuliah di sekolah disain Karlsruhe menarik, demikian ditambahkan Hanna dengan bersemangat. Tiap mahasiswa dapat menggunakan kreativitas dan mengadakan percobaan. Kerjasama seperti dengan Rosenthal juga penting untuk menghasilkan produk dari sudut pandang baru. Karena mereka bukan mendisain piring untuk Rosenthal, melainkan perusahaan Rosenthal itulah yang menjadi temanya. Demikian dijelaskan Hanna.
Menguntungkan Semua Pihak
Kerja sama dengan perusahaan ternama dan keuntungan besar tidak selalu menjadi tujuan pendidikan di sekolah tinggi disain. Misalnya aktivitas “Akademie Gestaltung im Handwerk“, atau akademi disain pada kerajinan tangan di kota Münster. Sekolah ini mendisain mainan anak-anak dari kayu. Antara lain yang memiliki roda dan dapat ditarik dengan tali. Disainnya manis, dengan warna-warna ceria, dan menarik untuk anak-anak. Mainan anak-anak tersebut juga merupakan hasil kerjasama, yaitu dengan tempat kerajinan Karthaus, di mana para pengrajinnya orang-orang cacat.
Sarah Schäfer, seorang mahasiswa dari sekolah tinggi di kota Münster itu menceritakan proses pembuatan mainan anak-anak. Bersama rekan-rekannya, ia terlebih dahulu berkunjung ke tempat pengrajin. Mereka melihat alat-alat apa yang dimiliki pengrajin, dan apa saja yang dapat dibuat. Dengan memperhitungkan itu, serta kriteria mainan anak-anak yang baik, para mahasiswa kemudian membuat sejumlah rancangan.
Meneliti Karakter
Disain mainan yang dibuat mahasiswa kemudian diserahkan kepada para pengrajin. Mereka kemudian memilih sejumlah rancangan, atau mengubahnya sedikit, kemudian memproduksi mainan untuk dijual. Selain dengan pengrajin, mahasiswa juga kadang belajar dari seniman yang sudah mapan.
Sarah menjelaskan, seorang mahasiswa kadang ditugaskan untuk meneliti karakteristik rancangan serta bahan yang biasa digunakan seorang seniman. Setelah itu, ia harus menghasilkan produk rancangan sendiri, misalnya tempat telur rebus, tetapi juga mengikutsertakan karakter dari seniman tersebut.
Mebel Bermakna Kedua
Kerjasama yang unik dengan tujuan yang idealis diadakan institut untuk penelitian lingkungan hidup dari Universitas Dortmund. Dr. Werner Baumann dari proyek yang dinamakan “ZweitSinn“, artinya “makna kedua“ menjelaskan, dalam proyek itu diorganisir kerjasama antara sejumlah besar disainer, misalnya perancang tekstil dan mebel. Dalam proyek itu mereka berusaha memproduksi mebel dari bahan-bahan yang didaur ulang.
Dr. Baumann menerangkan lebih lanjut, setiap tahunnya mereka mengadakan perlombaan merancang bagi semua sekolah tinggi disain di Jerman. Karya yang menang dipamerkan di museum di Berlin dan beberapa kota lain, setelah itu dijual melalui bagian pemasaran. Jadi sang seniman bisa merasa bangga dengan karyanya.
Mebel Pintar Yang Ramah Lingkungan
Mebel yang dihasilkan harus “pintar“ demikian ditambahkan pak Baumann. Mebel yang pintar adalah yang kualitasnya menyamai mebel yang bahannya baru. Contohnya sebuah lemari yang berasal dari tahun 50an, yang diperbaiki kembali sehingga tidak kalah dengan yang baru. Di bengkel tempat kerjanya, sang seniman memiliki sejumlah besar kaki lemari dengan berbagai bentuk. Sejumlah kaki lemari kemudian dipasang pada lemari yang sudah diperbaiki. Lemari itu kini tampak lucu sekaligus cantik. Kakinya yang banyak menambah kestabilan lemari yang berat tersebut. Lemari itu diberi nama “kaki seribu“.
Mengapa proyek itu menggunakan barang bekas? Dr. Baumann menjawab, pada masyarakat Jerman sudah banyak sekali mebel yang dibuang. Setahunnya bisa sampai 17 juta ton. Dari jumlah itu pasti masih banyak yang dapat diperbaiki, demikian dikatakan Dr. Baumann. Inilah usul proyek “ZweitSinn” untuk pemecahan masalah perubahan iklim dan CO2. Tidak bisa disangkal, kerjasama antara bidang pendidikan dan produsen barang, tentu menguntungkan kedua belah pihak. Lebih baik lagi, jika kerjasama tersebut juga memiliki tujuan sosial dan perbaikan hidup bagi sejumlah besar orang.