Pencemaran minyak bisa menyisakan kerusakan terselubung yang berlangsung hingga beberapa dekade. Bencana di Alaska dan Teluk Meksiko bisa menjadi acuan bagi penanggulangan dampak tumpahan minyak di Teluk Balikpapan.
Iklan
Ketika 2001 silam Departemen Konservasi Lingkungan Alaska (ADEC) mengunjungi Prince William Sound buat meninjau kondisi lingkungan 12 tahun setelah bencana minyak Exxon Valdez, ilmuwan berharap alam telah kembali pulih seperti sedia kala.
Betapa tidak, hanya setahun setelah tragedi tersebut, paparan minyak yang tadinya meliputi garis pantai sepanjang lebih dari 500 km telah menurun sebanyak 75%. Dua tahun setelahnya tinggal 1,4 kilometer garis pantai yang masih terpapar. Ilmuwan meyakini setelah 12 tahun, alam akan mengurai 750.000 barrel minyak yang tumpah secara natural.
Namun dugaan tersebut keliru.
Di pantai berbatu Alaska itu peneliti ADEC menggali 10.000 lubang sedalam setengah meter, 6.775 di antaranya ternyata menyimpan minyak dalam jumlah tinggi. Pencemaran di Prince William Sound belum sepenuhnya sirna, ia hanya menghilang dari permukaan.
Situasi serupa banyak ditemukan di tempat lain, seperti di kawasan pesisir Breton, Perancis. Hingga 40 tahun setelah bencana tumpahan minyak dari kapal tanker Amoco Cadiz, ilmuwan masih menemukan kerusakan besar pada rantai makanan ekosistem lokal. Atau di selatan Teluk Meksiko, di mana tumpahan minyak dari anjungan minyak Iztock I 1979 masih menyisakan kerusakan pada ekosistem Mangrove.
Dampak kerusakan jangka panjang pada tiga kasus pencemaran minyak terbesar di era modern itu bisa menjadi pelajaran bagi kasus serupa di Teluk Balikpapan. Meski volume minyak yang tumpah tidak besar, hanya berkisar 40.000 barrel, Teluk Balikpapan saat ini mencatat kerusakan yang tidak sedikit.
Pencemaran minyak adalah salah satu dosa lingkungan terbesar di era modern. Saat Pertamina masih berkilah, bencana di Teluk Balikpapan sudah menciptakan kerusakan alam tiada bandingan.
Foto: Getty Images/AFP
Ringan dan Berbahaya
Jenis minyak yang tumpah berperan besar dalam memitigiasi dampak pencemaran di laut atau kawasan pesisir. Minyak ringan seperti bensin atau diesel cenderung menguap dengan cepat. Namun selain mudah terbakar atau meledak, minyak ringan juga dikenal sangat beracun sehingga bisa membunuh satwa atau menyebabkan gangguan pernafasan atau kerusakan pada kulit manusia.
Foto: Reuters
Berat dan Lama
Sebaliknya minyak berat seperti bahan bakar kapal membutuhkan waktu lama sebelum menguap secara alami. Meski tidak terlalu beracun seperti bensin atau solar, minyak berat juga bisa membunuh mahluk hidup atau menyebabkan penyakit tumor. Beberapa jenis minyak berat akan mengeras menyerupai aspal setelah beberapa pekan. Pada titik ini minyak tidak lagi berbahaya buat tanaman atau mahluk hidup
Foto: picture-alliance/dpa/G. Esiri
Naas Nasib Satwa
Satwa yang paling rentan terkena dampak pencemaran minyak adalah jenis yang terbiasa hidup di permukaan air. Teluk Balikpapan terkenal lantaran populasi ikan Pesut alias lumba-lumba air tawar. Sejauh ini tumpahan minyak Pertamina telah membunuh seekor mamalia laut tersebut. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih mendata kerusakan alam di Teluk Balikpapan.
Foto: picture-alliance/dpa/WWF/Roland Seitre
Pembantaian Sunyi
Pencemaran minyak memiliki dampak jangka panjang yang tidak kalah mengerikan. Tumpahan pada kawasan pesisir misalnya bisa merusak telur atau membunuh bayi binatang yang baru menetas. Sejumlah satwa di Teluk Mexiko yang terpapar tumpahan minyak dari Deepwater Horizon misalnya dilaporkan mengalami gangguan reproduksi. Dalam skala besar fenomena ini bisa berujung pada menyusutnya populasi satwa lokal
Foto: Getty Images/D. McNew
Minyak Pakan Mikroba
Membersihkan tumpahan minyak di atas permukaan air bukan tugas ringan. Di Teluk Balikpapan Pertamina menggunakan Oil Skimmer alias perangkat pembersih lapisan minyak. Selain itu petugas juga menggunakan dispersan yang mengencerkan minyak dan memudahkan mikroba buat mengurai cairan beracun tersebut.
Foto: Getty Images/AFP/Aridjwana
Pembersihan Massal di Darat
Sebaliknya pembersihan minyak di kawasan pantai dan hutan bakau membutuhkan cara-cara manual dengan mengerahkan sebanyak mungkin petugas atau alat berat untuk mengumpulkan minyak yang tercecer. Selain itu petugas juga bisa menggunakan material khusus serupa tisu yang bisa mengikat minyak secara otomatis.
Foto: Reuters/Antara Fotos
Kerusakan Jangka Panjang
Pencemaran minyak selalu menyisakan dampak jangka panjang. Karena bencana ini tidak hanya melukai ekosistem lokal, meracuni air tanah dan merusak pantai, tetapi juga membunuh sektor pariwisata dan perikanan. Dalam kasus pencemaran minyak di Teluk Mexiko 2010 silam, Exxon Valdez harus membayar kerugian senilai lebih dari 70 trilyun Rupiah kepada masyarakat (rzn/yf - noaa, guardian, nytimes)
Foto: Getty Images/AFP
7 foto1 | 7
Menurut data yang dihimpun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kerusakan paling besar terdapat pada kawasan hutan mangrove yang mencapai 60% dari total kerusakan lingkungan yang disebabkan pencemaran minyak Pertamina. Sebanyak 270 hektar hutan mangrove di Balikpapan dan Kabupaten Paser Utara terdampak pencemaran.
Namun menurut data Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) kawasan Mangrove yang tercemar bisa mencapai 17.000 hektar.
Sementara luas wilayah yang terkena ceceran minyak diperkirakan mencapai sekitar 7.000 hektar yang meliputi pantai, hutan, muara sungai hingga batu karang. Adapun tanah yang terkontaminasi minyak melebihi 42.000 meter kubik di Balikpapan dan di Penajam Paser Utara.
Untuk menanggulangi dampak langsung, Pertamina saat ini telah mulai menyalurkan uang bantuan kepada korban pencemaran minyak. Nelayan yang gagal melaut misalnya mendapat Rp. 200,000 per hari. Sementara keluarga korban yang meninggal dunia mendapat uang tunjangan senilai 200 juta Rupiah.
Kepada harian Bisnis, Walhi mengklaim dibutuhkan waktu setidaknya 8 bulan untuk menanggulangi dampak pencemaran. Sebab itu organisasi lingkungan tersebut mendesak Pertamina agar menyusun rencana jangka panjang pemulihan Teluk Balikpapan. "Upaya pemulihan yang kita mau harus jangka panjang, karena krisisnya jangka panjang” tutur Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Timur, Fathur Roziqin Fen.
7 Perusahaan Minyak yang Paling Berdosa Atas Perubahan Iklim
Tujuh perusahaan minyak bertanggungjawab atas produksi separuh emisi CO2 dari perusahaan swasta selama 25 tahun terakhir. Sebagian perusahaan bahkan aktif membiayai kampanye untuk menyangkal fenomena perubahan iklim
Foto: picture-alliance/dpa
1. Chevron Texaco - 51,1 Gt Co2e
Raksasa minyak AS Chevron Texaco mendapat penghargaan miring "Public Eye on Davos" tahun 2015 silam, lantaran mengabaikan kerusakan lingkungan selama bertahun-tahun. Menurut studi ilmiah yang dipublikasikan pada Jurnal Perubahan Iklim, Chevron memproduksi 51,1 gigaton emisi gas rumah kaca, alias 3,52% dari semua emisi CO2 yang diproduksi manusia sejaki 1750.
Foto: Getty Images
2. ExxonMobil - 46,67 Gt Co2e
Perusahaan AS yang mengelola blok Cepu di Indonesia ini berada di urutan kedua daftar perusahaan pendosa iklim terbesar sejagad. Selama 25 tahun terakhir ExxonMobil memproduksi 46,67 gigaton CO2 atau sekitar 3,22% dari total emisi gas rumah kaca yang diproduksi manusia.
Foto: AP
3. BP - 35,84 Gt Co2e
Raksasa minyak Inggris, BP, memproduksi 35,84 gigaton CO2 atau sekitar 2,47% dari total emisi dunia. Perusahaan ini pernah mendulang reputasi buruk ketika anjungan minyak lepas pantainya di Teluk Meksiko "Deepwater Horizon" meledak dan mencemari laut sekitar. Kerugian yang ditimbulkan saat itu bernilai 7,8 miliar Dollar AS.
Foto: Reuters
4. Royal Dutch Shell - 30,75 Gt Co2e
Shell aktif memproduksi dan berjualan minyak di lebih dari 140 negara. Tidak heran jika perusahaan yang bermarkas di Den Haag, Belanda ini tercatat telah memproduksi 30,75 gigaton emisi gas rumah kaca. Jejak karbon Shell berkisar 2,12% pada keseluruhan gas CO2 yang diproduksi manusia sejak 1750.
Foto: Reuters/T. Melville
5. Conocophillips - 16,87 Gt Co2e
Conocophillips saat ini mengaku memiliki lebih dari 20.000 jaringan stasiun pengisian bahan bakar di seluruh dunia. Perusahaan yang ikut mengebor minyak di Laut Timor ini tercatat memproduksi 16,87 gigaton gas CO2 selama 25 tahun terakhir. Padahal Conoco sudah berdiri sejak 1875.
Berdiri sejak 1883, Peabody Energy adalah perusahaan batu bara swasta terbesar di dunia. Perusahaan ini juga aktif membiayai kampanye buat menyangkal fenomena perubahan iklim. Tidak heran karena Peabody Energy memproduksi 12,43 gigaton emisi gas rumah kaca sejak dekade 1980an.
Foto: Reuters/B. McDermid
7. Total S.A - 10,79 Gt Co2e
Total sering dikecam karena antara lain menyokong rejim militer dan menggagas penggusuran paksa di Myanmar buat membangun pipa minyak. Perusahaan Perancis ini juga terlibat dalam pencemaran berat di Siberia Selatan. Sejak 25 tahun terakhir Total telah memproduksi 10,79 gigaton emisi gas rumah kaca. (rzn/as - Guardian, Climate Accountability Institute)