Kerusakan di Raja Ampat Lebih Parah Dari Dugaan Semula
23 Maret 2017
Pemerintah Indonesia menyatakan kerusakan terumbu karang di Raja Ampat, Papua, karena kandasnya kapal Caledonian Sky mencakup hampir 19.000 meter persegi.
Iklan
Kerusakan terumbu karang di Raja Ampat, Papua, karena kandasnya kapal pesiar Caledonian Sky awal Maret lalu ternyata jauh lebih buruk daripada dugaan semula. Itulah temuan tim ahli yang dikirim ke kawasan itu.
Kementerian Luar Negeri Indonesia hari Kamis (23/3) menyatakan Indonesia akan menuntut kompensasi "dengan sangat tegas".
Arief Havas Oegroseno, Deputi Kedaulatan Maritim di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, mengatakan penilaian gabungan oleh tim survei Indonesia dan pihak asuransi perusahaan tur menemukan hampir 13.300 meter persegi kawasan yang mengalami kerusakan fatal terumbu karang.
Sedangkan 5.600 meter persegi mengalami kerusakan lain yang lebih rendah karena semburan pasir dan patahan karang, ketika kapal pesiar itu melakukan manuver untuk membebaskan diri.
Kapal pesiar Caledonian Sky yang berbobot 4.200 ton itu dioperasikan oleh perusahaan tur wisata Caledonian Noble yang berkantor pusat di London, Inggris. Kapal itu kandas di perairan Selat Dampir, Raja Ampat, pada 4 Maret lalu ketika air surut.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan minggu lalu memanggil Duta Besar Inggris Moazzam Malik untuk membahas kerusakan itu. Kementerian Kemaritiman menjelaskan, terumbu karang yang rusak tidak bisa diperbaiki lagi.
Pihak otoritas Indonesia menyatakan kekesalan karena kapten kapal segera melanjutkan pelawaran menuju Bitung, Sulawesi Utara, kemudian ke Filipina tanpa menunggu penilaian kerusakan yang disebabkan kapalnya.
"Orang Indonesia dan rakyat Papua belum mendengar kapten kapal Keith Michael Taylor menyatakan permintaan maaf atau penyesalan atas kerusakan yang dilakukan oleh tindakannya," kata Havas Oegroseno.
Caledonia Noble telah mengaku bertanggung jawab atas kerusakan yang disebabkan oleh kapal yang dioperasikannya dan menyatakan akan bekerja sama mencapai "penyelesaian yang adil dan realistis."
Tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sedang memperkirakan berapa kerugian ekonomi yang akan diajukan dalam negosiasi penyelesaian ganti rugi dengan Caledonia Noble.
Perburuan Hiu di Raja Ampat
Perburuan yang marak, membuat hiu di kawasan Raja Ampat, Papua Barat semakin berkurang. Kresna Astraatmadja, seorang penyelam membagi pengalamannya lewat foto, saat bertemu kelompok nelayan pemburu hiu di kawasan itu.
Foto: DW/K. Atmadja
Raja Ampat surga hiu
Raja Ampat di Papua Barat adalah surga bagi para penyelam yang ingin menikmati kekayaan alam bawah laut. Kawasan ini juga terkenal memiliki populasi hiu yang sayangnya belakangan semakin menurun.
Foto: ROMEO GACAD/AFP/Getty Images
Hiu martil tanpa sirip
Hiu martil adalah jenis hiu langka yang ingin dilihat oleh banyak penyelam. Ironis, spesies langka ini ditemukan telah mati dengan kondisi menyedihkan: tanpa sirip, di sebuah pantai di Raja Ampat yang belum lama ini menyatakan diri sebagai kawasan perlindungan hiu dan pari manta.
Foto: DW/K. Atmadja
Bangkai hiu bergelimpangan
Pemandangan menyedihkan: bangkai-bangkai hiu bergelimpangan di pantai salah satu pulau di Raja Ampat. Setelah mengambil sirip, para pemburu sengaja merendam hiu yang telah mati di pinggir pantai dan setelah itu akan mengambil dagingnya untuk dijual.
Foto: DW/K. Atmadja
Sirip-sirip hiu ini dikeringkan dan siap dijual.
Lebih dari sepuluh juta hiu dibunuh di perairan nusantara setiap tahun. Itu membuat Indonesia menjadi pemasok utama dalam rantai bisnis yang bertanggung jawab atas kematian 73 juta hiu setiap tahun.
Foto: Kresna Astraatmadja
Ketidaktahuan menyebabkan kepunahan
Kemiskinan dan ketidakfahaman tentang perlunya melindungi hiu mendorong para nelayan memburu spesies yang terancam punah itu. Bisnis pariwisata Raja Ampat tidak menyentuh para nelayan, sehingga mereka terus memburu hiu yang sebetulnya menjadi daya tarik utama Raja Ampat.
Foto: Kresna Atmadja
Sirip hiu siap dijual ke Sorong
Sirip-sirip hiu dari perairan Raja Ampat yang telah kering siap dijual kepada penadah di Sorong, Papua. Sirip hitam laku Rp 1 juta per kilogram, sementara sirip hiu yang berwarna putih di ujung dijual dengan harga Rp 1,5 juta per kilogram. Permintaan yang tinggi membuat bisnis pembantaian hiu terus hidup.
Foto: Kresna Astraatmadja
Perahu tradisional pemburu hiu
Inilah perahu tradisional yang dipakai para nelayan memburu hiu di perairan Raja Ampat. Perahu ini dilengkapi tali sepanjang hingga seribu meter yang dipenuhi kail. Para pemburu biasanya terdiri dari kelompok nelayan yang ada di sekitar Raja Ampat.