Jerman, Tempat Pekerjaan Bagus, Tapi Orangnya Tidak Ramah
Jennifer Wagner
7 September 2018
Jerman adalah lokasi bisnis yang menarik dan menawarkan pekerjaan yang baik bagi para profesional asing. Namun orang sering tidak merasa betah. Demikian ungkap sebuah jajak pendapat mengenai kehidupan para ekspatriat.
Iklan
Harga sewa rumah yang tinggi, kurangnya taman kanak-kanak dan meningkatnya biaya hidup merupakan tantangan bagi orang Jerman. Ini semua juga jadi tantangan bagi ekspatriat yang tinggal di Jerman.
Tapi ternyata bukan itu masalah terbesar yang dihadapi para profesional asing ini, melainkan Jerman dinilai tidak ramah kepada mereka.
Dan ini adalah tantangan besar, kata survei InsiderExpat yang digelar untuk kali kelima oleh InterNations, sebuah media sosial daring bagi orang-orang yang tinggal dan bekerja di luar negeri.
Para ekspatriat selama bertahun-tahun telah banyak mengungkapkan tentang ketidakramahan orang-orang Jerman. Untuk tahun ini jajak pendapat mencatat peringkat yang sangat buruk bagi Jerman, peringkat 36 dari 68 negara yang disurvei.
"Sebanyak 56 enam persen dari responden di Jerman mengatakan kalau berteman dengan orang lokal di Jerman sangat sulit," kata pendiri InterNations Malte Zeeck.
Ia menambahkan bahwa di seluruh dunia, hanya 36 persen dari para responden mengatakan mereka kesulitan menemukan teman di rumah baru mereka. Perdebatan publik tentang migrasi juga tidak membuat orang merasa lebih diterima, Zeeck mengatakan kepada DW.
Bahkan reputasi Jerman sebagai lokasi bisnis yang bagus belum mampu menutupi kesan ketidakramahan itu. Dan Jerman adalah negara tujuan yang dianggap baik oleh para ekspatriat: pekerjaan yang aman, dan ekonomi yang sedang bergairah.
"Jerman adalah lokasi yang sangat menarik bagi pekerja asing," Marcel Fratzscher, kepala Institut Penelitian Ekonomi Jerman (DIW) yang berpusat di Berlin, mengatakan kepada DW.
Fratzscher menambahkan bahwa selama 10 tahun terakhir, sekitar 300.000 pekerja dari negara-negara Uni Eropa lainnya telah datang ke Jerman untuk bekerja setiap tahun.
"Karena Jerman menawarkan pekerjaan yang baik dengan opsi pelatihan yang baik." Itu tidak akan berubah dalam waktu dekat, kata Fratzscher.
Berencana pindah ke negara lain di Asia? Siap-siap buka dompet lebih dalam! Berikut enam kota di Asia yang masuk dalam daftar 10 kota paling mahal di dunia untuk ditinggali ekspatriat menurut perusahaan konsultan Mercer.
Foto: picture-alliance/blickwinkel
Beijing, Cina
Beijing berada di peringkat sembilan kota paling mahal. Harga perumahan terus meningkat selama dekade terakhir dan biaya untuk sekolah internasional juga mahal. Peringkat biaya hidup Mercer dikompilasi untuk membantu perusahaan multinasional membuat strategi kompensasi bagi karyawan ekspatriat. Penguatan nilai mata uang yuan membuat kota-kota di Cina kini ada di dalam daftar termahal.
Foto: Getty Images/F. Li
Shanghai, Cina
Shanghai adalah kota paling mahal ketujuh secara keseluruhan. Menurut situs web Expatistan, sewa bulanan untuk apartemen seluas 85 meter persegi berkisar antara $ 1,200 hingga $ 2,170 (Rp 17,5 juta - Rp 31,7 juta). Mercer mengatakan peringkat ini menunjukkan "bagaimana fluktuasi mata uang dan pergeseran harga barang dan jasa" dapat mempengaruhi daya beli ekspatriat.
Foto: picture-alliance/dpa/Yu Shenli
Seoul, Korea Selatan
Ibu kota Korea Selatan adalah kota paling mahal kelima untuk ekspatriat. Orang asing dan warga lokal setuju kalau harga kopi di sana tidak murah. Rata-rata, secangkir kopi dijual $ 10 (Rp 146 ribu). Sementara sepasang celana jeans biru rata-rata dibanderol $ 150 (Rp 2,2 juta). Survei Mercer mengukur biaya komparatif lebih dari 200 barang termasuk makanan, perumahan, transportasi dan pakaian.
Foto: Getty Images/AFP/E. Jones
Singapura
Pusat keuangan Asia Tenggara ini menjadi kota keempat termahal. Singapura juga muncul di banyak daftar kota termahal di seluruh dunia untuk berbagai kategori. Celana jeans rata-rata dihargai $ 100 (Rp 146 ribu) - dua kali lipat harga di New York, Amerika Serikat. Harga bensin juga rata-rata lebih dari $ 2 (Rp 29.000) per liternya.
Foto: picture-alliance/robertharding/G. Hellier
Tokyo, Jepang
Ibu kota Jepang dengan populasi lebih dari sembilan juta jiwa ini adalah kota termahal kedua. Namun, Mercer mengatakan kalau secara keseluruhan peringkat kota-kota di Jepang menurun karena lemahnya yen Jepang terhadap dolar AS. Sewa untuk apartemen seluas 85 meter persegi berkisar dari $ 2.700 hingga $ 3.500 (Rp 39,5 juta - Rp 51,2 juta).
Foto: Reuters/T. Hanai
Hongkong
Hongkong adalah kota paling mahal di dunia untuk ekspatriat tahun 2018. Menurut Mercer, harga sewa di pusat bisnis global ini berada pada titik tertinggi sepanjang masa. Ini tentu berpengaruh terhadap ekspatriat yang membawa keluarganya. Hongkong juga menduduki peringkat teratas untuk harga bensin dan hanya Seoul yang memiliki harga kopi lebih mahal.
Foto: picture-alliance/Prisma
Jakarta, Indonesia
Bagaimana dengan Jakarta? Menurut survei Mercer, Jakarta menduduki peringkat ke-24 termahal di Asia dan di posisi 117 di dunia. Sebelumnya masih ada kota di India seperti New Delhi dan Mumbai. Harga sewa apartemen 85 meter persegi lengkap dengan perabotnya di area mahal di Jakarta menurut Expatistan.com 'hanya' $ 962 (sekitar Rp 14 juta) per bulan.
Foto: AFP/Getty Images/R. Gacad
7 foto1 | 7
"Tidak akan ada ledakan ekonomi di Jerman tanpa adanya jutaan orang yang bermigrasi ke negara itu dari negara-negara Eropa lainnya selama 15 tahun terakhir," kata Fratzscher.
Pekerja berkualifikasi tinggi dapat memilih untuk pergi ke mana pun di dunia dan mereka hanya akan memilih "untuk datang ke Jerman jika mereka menemukan pekerjaan yang baik serta merasa diterima," demikian pakar ekonomi itu berpendapat. "Kami masih memberikan terlalu banyak rintangan di hadapan mereka."
Kepuasan berkarir di Bahrain
Bahrain menempati peringkat pertama dalam survei 2018. Negara ini memudahkan orang untuk merasa diterima dan menetap, dan dengan kondisi kerja yang menguntungkan.
Ekspat juga mendapatkan kesan baik tentang kehidupan di Taiwan, yang menempati urutan kedua untuk "kualitas hidup," kata kepala InterNations.
Lebih dari 18.000 ekspatriat di 187 negara ditanyai tentang pengalaman tinggal di negara asing. Sebanyak 1.692 ekspatriat berpartisipasi dari Jerman.
Survei itu tidak berfokus pada fakta, misalnya membandingkan biaya hidup, tetapi lebih pada persepsi pribadi orang. Setidaknya perlu 75 peserta per negara, dan pada akhirnya, sebanyak 68 negara dimasukkan ke dalam peringkat dari survei tersebut.
Estonia: pelopor digitalisasi
Untuk kali pertama, survei ini juga mempertimbangkan kualitas "kehidupan digital." Dalam kategori ini, Jerman juga mendapatkan peringkat yang buruk. Sementara Estonia menjadi pelopor kategori ini. Ini adalah sebuah negara di mana semua warganya dapat mengurus masalah administrasi secara online bahkan anak-anak kecil belajar tentang pentingnya keamanan digital.
Dalam hal digital, Jerman menduduki peringkat ke-53 di survei InterNations. "Hanya 29 persen dari peserta di Jerman mengatakan bisa mengakses internet cepat dengan mudah dari rumah mereka," kata Malte Zeeck, yang menghabiskan bertahun-tahun tinggal di India.
Pada tingkat global, angka kepuasan soal akses internet ini lebih tinggi, yaitu 41 persen.
Sebagian besar ekspatriat juga merasakan kesulitan mendapatkan telepon seluler dan mengeluhkan keengganan Jerman dalam menerima pembayaran elektronik sebagai ganti uang tunai.
7 Tanda Anda Terlalu Banyak Bekerja
"Burnout" adalah istilah yang digunakan bagi efek psikologis dari beban pekerjaan berlebihan. Indikasinya ada, namun kerap tak jelas, hingga sering menyebabkan salah diagnosa penyakit lain. Coba cek di sini!
Anda merasa lebih sarkastis dari biasanya? Atau mengejek pekerjaan rekan yang biasanya jadi teman kerja terbaik? Coba cek diri dan beban pekerjaan yang mungkin sangat memberatkan sehingga membuat Anda lebih sinis dari biasanya. Merendahkan orang lain bisa jadi mekanisme untuk memerangi stres.
Foto: Fotolia/Jeanette Dietl
Ingin Lari dan Melupakan Segalanya
Pernah merasa ingin lari meninggalkan kantor menuju pulau terpencil untuk mendapat ketenangan? "Godaan" seperti ini bisa jadi tanda-tanda "burnout". Menghindar adalah salah satu mekanisme untuk menghadapi situasi berat. Orang berusaha menjauhi pekerjaan karena menginvestasikan terlalu banyak tenaga dengan harapan akan sukses.
Foto: Fotolia/fffranz
Terus Lakukan Kesalahan dalam Pekerjaan Mudah
Kurangnya perhatian atas detail tertentu adalah tanda-tanda peringatan Anda mungkin menderita "burnout." Kalau Anda merasa sulit mengingat sesuatu, atau untuk berkonsentrasi pada tugas rutin sehari-hari, peneliti menyarankan untuk berupaya mengurangi stres agar lebih bisa memfokuskan diri.
Foto: picture-alliance/dpa
Selalu Merasa Lelah
Apakah Anda selalu ingin menghabiskan hari Minggu yang indah untuk tidur seharian? Rasa letih seperti itu bisa jadi pertanda stres atau "burnout". Apa lagi jika Anda menyadari, bahwa tidur seharian pun tidak membuat Anda merasa lebih segar. Kelelahan emosional adalah isyarat bahwa Anda terlalu banyak bekerja.
Foto: Colourbox
Meragukan Diri Sendiri
Anda sudah bekerja keras di bidang yang Anda pilih sendiri. Jadi mengapa belakangan ini meragukan hasil kerja dan kemampuan Anda sendiri? Perasaan "kurang mampu" seperti ini juga simtom khas "burnout". Ini bisa dilihat pada berbagai profesi, mulai dari doker ahli bedah sampai atlit. Pikiran Anda berusaha mengelabui dfiri sendiri, sebagai upaya mengatasi beban pekerjaan yang makin banyak.
Foto: picture-alliance/dpa/Steffen
Sering Sakit
Sakit kepala dan tak kunjung hilang? Atau sakit ringan lain yang terus merongrong? Kalau dokter tidak bisa menemukan penyebabnya, mungkin Anda harus memeriksa jadwal kerja. Demikian saran pakar psikologi yang menemukan kaitan antara kesehatan fisik dan burnout. Kadang stres berat bisa ancam kesehatan. “Burnout” berat menyulut gangguan kesehatan tubuh, mulai flu sampai sakit jantung.
Foto: Colourbox
Mudah Kesal Karena Hal Kecil
Terus mengeluhkan bos yang tak adil dan kolega yang curang? Tentu itu semua bisa benar-benar terjadi. Tapi perasaan seperti ini juga bisa jadi tanda-tanda "burnout.” Untuk mengatasinya, para peneliti Asosiasi Ilmu Psikologi menganjurkan untuk mengecek kembali gaya kerja. Mungkin Anda terlalu berambisi sehingga bekerja berlebihan atau ingin sukses terlalu cepat. Penulis: ml/as (TIME, netdoktor)