1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kesenjangan Utara-Selatan di Eropa

17 Mei 2019

Antara negara-negara Eropa memang masih ada kesenjangan. Garis pemisahnya ada antara Utara-Selatan, dan Barat-Timur. Parlemen baru Eropa selalu jadi ajang pertarungan pembagian dana.

Belgien EU-Parlament in Brüssel
Foto: picture-alliance/dpa/O. Hoslet

Selama masa kampanye Uni Eropa yang akan berlangsung 23-26 Mei mendatang, biasanya tidak sering dibahas soal pembagian dana. Namun begitu terpilih, Parlemen Eropa yang baru harus segera memutuskan anggaran belanja dan pembagian dana untuk periode 2021-2027. Rancangan anggaran belanja yang baru sebenarnya sudah lama disiapkan, tapi hingga kini masih belum bisa disepakati.

Pertarungan anggaran memang masalah pelik dalam setiap persidangan parlemen. Terutama ada dua kubu, kubu negara anggota yang secara netto membayar ke kas Uni Eropa, dan kubu negara anggota yang secara netto menerima curahan dana. Secara kasar bisa dikatakan, para pembayar dana adalah negara-negara di belahan Utara dan Barat Eropa. Sedangkan negara penerima curahan dana kebanyakan ada di belahan Selatan dan Timur.

Karena itu, perebutan dana sering juga disebut "konflik Utara-Selatan", atau "konflik Barat-Timur". Tentu ini terlalu menyederhanakan masalah, kata pakar Eropa Janis Emmanouilidis dari tangki pemikir "European Policy Center".

"Memang ada konflik antara negara-negara di Utrara dan negara-negara di Selatan. Tapi ada kesenjangan besar di dalam satu negara anggota sendiri. Jadi kita harus mendekati masalahnya dengan hati-hati, jangan terlalu menyederhanakan masalahnya", katanya.

Sektor pertanian di Eropa di subsidi dengan dana besarFoto: picture-alliance/chromorange/R. Peters

Pejabat utusan anggaran Uni Eropa Günther Oettinger membenarkan: "Ada beberapa negara anggota, yang menganggap anggaran Uni Eropa terlalu besar. Lalu ada negara-negara lain yang misalnya menentang keras setiap pemotongan anggaran bantuan pertanian".

Brexit bikin masalah

Untuk parlemen yang baru, masalahnya makin pelik. Karena dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa, anggaran Uni Eropa makin kecil, sebab Inggris adalah salah satu "pembayar netto". Anggaran Uni Eropa diperkirakan akan berkurang sampai 10 miliar euro, saat Inggris resmi meninggalkan Uni Eropa sekitar rahun 2021 nanti.

Mengantisipasi perkembangan ini, Oettinger bermaksud melakukan penghematan miliaran euro, lalu sisa kekurangan anggaran akan ditutup melalui kenaikan iuran untuk negara anggota, yang merupakan "pembayar netto", yaitu Jerman, Prancis, Belanda, Italia, Swedia.Finlandia, Denmark, Austria, Belgia dan Irlandia.

Tapi Perdana Menteri Belanda Mark Rutte sudah mengatakan akan menolak keras kenaikan iuran. Perdana Menteri Austria Sebastian Kurz menyatakan mendukung posisi Belanda. Kedua pemimpin nasional memang sedang menghadapi kebangkitan partai-partai ultra kanan di negaranya, yang dikenal skeptis terhadap Uni Eropa dan mengusulkan agar negaranya meninggalkan Uni Eropa atau agar persemakmuran ini dibubarkan saja. 

Perdana Menteri Belanda Marc RutteFoto: Getty Images/AFP/J. Macdougall

Miskin melawan kaya?

Di pihak lain, negara-negara "penerima netto" seperti Polandia, Hungaria atau Yunani menolak keras pemotongan anggaran. Mareka bahkan menuntut agar curahan dana kepada mereka ditingkatkan sebagai tanda solidaritas negara-negara kaya. Ini sempat membuat PM Belanda Mark Rutte berang karena selama krisis ekonomi melanda Yunani, Siprus, Irlandia, Portugal dan Spanyol, Uni Eropa mencurahkan dana cukup besar untuk membantu negara-negara ini. Karena itu dia menuntut persyaratan lebih ketat untuk pencurahan dana dalam kasus-kasus semacam itu di sama depan.

"Dukungan bagi negara-negara yang menumpuk utang sangat besar hanya dapat dilakukan, jika pihak-pihak yang dulu mengobral kredit untuk negara-negara ini turut dilibatkan dalam aksi penyelamatan", kata Rutte. Dia menyatakan menolak memberi bantuan atau menyelamatkan bank-bank besar yang sebelumnya memberi pinjaman sembarangan hanya karena mengendus untung besar, namun hampir tumbang ketika dilanda krisis.

"Adalah tidak adil, menuntut para pembayar pajak di negara lain untuk mebayar rekeningnya, jika para investor tidak beruntung di suatu negara", kata Mark Rutte. Padahal pemerintahan populistis di Italia punya rencana besar untuk menggelontorkan proyek-proyek infrastruktur lewat utang. Artinya, defisit Italia akan semakin besar. 

Perdana Menteri Hungaria Viktor OrbanFoto: Reuters/B. Szabo

Soal pengungsi tetap jadi sengketa

Mark Rutte, salah satu pemimpin di negara anggota Uni Eropa dengan masa dinas terlama, tentu berpandangan lain. Mengacu pada perkembangan di Portugal dan Spanyol yang kini makin membaik, dia mengatakan kasus Portugal dan Spanyol menunjukkan bahwa masalahnya bukanlah letak geografis, melainkan kebijakan anggaran yang benar.

Selama masa krisis, Spanyol dan Portugal mendapat bantuan dana dari Uni Eropa, namun anggaran belanjanya diawasi dengan ketat. Demikian juga dengan Yunani, yang diharuskan melaksanakan program penghematan yang dirasa brutal oleh banyak warganya. Akan sulit menemukan kompromi di antara dua kubu ini. Namun pejabat urusan anggaran Günther Oettinger sudah bertekad untuk berhemat dan menggunakan anggaran Uni Eropa se-efektif mungkin, yang seluruhnya mencapai sekitar 1 triliun Euro untuk tujuh tahun mendatang.

Günther Oettinger ingin mengaitkan pencurahan dana kepada negara anggota dengan kedisiplinan negara itu menerapkan kesepakatan-kesepakatan Uni Eropa, misalnya dalam penegakkan hukum atau dalam pembagian kuota pengungsi. Mengenai kuota pengungsi, terutama Hungaria dan Polandia hingga kini menolak keras penerapan kuota, sekalipun sudah disetujui lewat perundingan-perundingan sebelumnya. (hp/vlz)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait