Kesepakatan Dagang Swiss-Cina Dinilai Abaikan Masalah HAM
10 Mei 2021Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan bahwa pada akhir masa kepresidenan Jerman di Dewan Uni Eropa, pembicaraan tentang perjanjian perlindungan investasi dengan Cina telah tercapai. Kesepakatan itu terjadi pada akhir Desember. Sayangnya, keraguan tentang kebijakan Merkel terhadap Cina semakin meningkat.
Baik Komisi Eropa maupun Parlemen Eropa saat ini tidak mendukung hubungan yang lebih dekat dengan Cina. Ratifikasi Perjanjian Investasi Komprehensif (CAI) telah ditunda karena masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Cina.
Pemerintah Cina tidak hanya menyangkal pelanggaran semacam itu tetapi terus menyerang politisi, jurnalis, dan aktivis HAM dari negara-negara Barat yang mengecam penindasan terhadap minoritas Tibet atau Uighur atau mengkritik kurangnya kebebasan pers di negara Asia.
Namun, bagi pemerintah Swiss, pelanggaran HAM tampaknya bukan halangan untuk memperluas hubungan ekonomi. Perjanjian perlindungan investasi antara kedua negara telah ditandatangani pada awal 2009.
Perjanjian perdagangan bebas bilateral menyusul empat tahun kemudian. Jan Alteslander dari asosiasi lobi bisnis Swiss yang berpengaruh, Economiesuisse, mengatakan kepada DW bahwa perdagangan bilateral berjalan hampir seimbang dan bahkan memperoleh momentum dalam beberapa tahun terakhir.
Meningkatnya pertukaran barang
Pada 2019, Swiss mengekspor barang senilai $ 14,7 miliar (Rp 208 triliun) ke Cina. Dalam dua dekade terakhir, investasi Swiss di Cina naik delapan kali lipat.
Namun, Cina lebih penting bagi Swiss daripada sebaliknya. Selama beberapa tahun terakhir, bank Swiss telah mengakuisisi saham mayoritas di anak perusahaan Cina. Sementara, Cina mengambil alih perusahaan raksasa pertanian Swiss Syngenta dengan harga yang lumayan.
Pihak-pihak yang menyuarakan kekhawatiran bahwa kesepakatan semacam itu tidak hanya bersifat ekonomi murni tetapi juga dapat melibatkan kegiatan mata-mata, akan menjadi sasaran kemarahan Cina.
Duta Besar Cina untuk Swiss, Wang Shihting, baru-baru ini menolak klaim semacam itu dalam konferensi pers online. Dia memuji hubungan bilateral antara kedua negara dan menyebut keberadaan ‘‘kamp konsentrasi," di mana warga Uighur menjadi sasaran kerja paksa, sebagai dengki spekulasi politik.
Analisis yang kritis, tetapi tidak ada konsekuensi
Pemerintah Swiss sebelumnya menerbitkan laporan strategi Cina. Di dalamnya, Cina digambarkan sebagai negara satu partai di mana kecenderungan otoriter sedang meningkat dan para pembangkang ditindas.
Swiss mengeluh bahwa Cina menggunakan kemampuan dunia maya untuk mendorong kepentingan strategis ekonomi dan ilmiahnya. Namun, perjanjian perdagangan bebas itu sendiri tidak pe.
Anggota Dewan Negara Swiss Damian Müller dari Demokrat Liberal memuji kemajuan yang dibuat dalam hubungan dengan Cina. Namun dia mengatakan kepada DW bahwa perjanjian perdagangan bebas harus diperbaiki. "Di atas segalanya, situasi hak asasi manusia harus menjadi fokus saat memperdebatkan hubungan kami dengan Cina," katanya.
Anggota Dewan Nasional Fabian Molina dari Sosial Demokrat menyuarakan pandangannya. Dia mengatakan kepada DW bahwa Cina semakin mendorong kepentingan ekonominya dengan cara yang otoriter.
Memisahkan antara kepentingan ekonomi dan HAM
Selama ini Swiss kerap mencoba memisahkan kepentingan ekonomi dan hak asasi manusia, menurut Ralph Weber dari Institute for European Global Studies di University of Basel.
Dia mengatakan kepada DW bahwa ada pandangan luas bahwa masalah perdagangan tidak ada hubungannya dengan HAM, dan bahwa mereka yang melawan pelanggaran HAM terjebak dalam pemahaman mereka sendiri dan tidak ada hubungannya dengan ekonomi riil.
Untuk mengatasi ini, Weber menuntut Swiss menempatkan masalah HAM lebih tinggi dalam agenda nasionalnya. Dia menambahkan bahwa dalam 20 tahun terakhir, Swiss mungkin telah banyak berbicara tentang HAM, tetapi pada saat yang sama selalu mengandalkan manfaat perdagangan. (pkp/hp)