1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kesepakatan Masalah Pengungsi Antara Australia dan Malaysia

26 Juli 2011

Australia dan Malaysia menyepakati perjanjian penanganan masalah pengungsi secara bersama. Namun, langkah ini dikritik tajam oleh pejuang HAM dari dalam dan luar negeri.

Foto: AP

Kesepakatan antara Malaysia dan Australia pada dasarnya bertujuan untuk mencegah pengungsi menuju Australia melalui jalur yang berbahaya. Menurut perjanjian tersebut, dalam empat tahun ke depan Australia bisa mendeportasi 800 pemohon suaka ke kamp pengungsi Malaysia. Sebaliknya, Australia berjanji di kurun waktu yang sama untuk menerima 4000 pengungsi dari Malaysia yang sebelumnya sudah terdaftar secara resmi.

Dalam kesepakatan ini dijamin, bahwa pengungsi akan dihormati martabatnya dan diperlakukan dengan baik. Selain itu Australia bersedia untuk mengambil alih biaya bagi transportasi dan layanan kesehatan. Menurut Menteri Imigrasi Australia Chris Bowen, melalui cara ini perdagangan manusia bisa diperangi. "Penyelundupan manusia tidak menyediakan perlindungan bagi korban di seluruh dunia. Negara-negara yang bekerja sama untuk memperbaiki perlindungan lega, bahwa dalam kelanjutan proses ini Australia bersedia menerima 4000 pengungsi. Ini menguntungkan Australia, Malaysia dan merugikan pelaku penyelundupan manusia."

Untuk urusan dalam negeri pun, Menteri Malaysia terkait, Hishamuddin Tin Hussein, tampak puas: "Ini adalah awal bagi sesuatu yang bisa dijadikan percontohan. Karena selama ini saya tidak melihat adanyanya solusi atau kesepakatan di masa lalu yang bisa berfungsi."

Namun, para pengeritik berpendapat, kesepakatan kedua negara tersebut tidak berperikemanusiaan. Organisasi Human Rights Watch misalnya mengatakan, Australia memanfaatkan Malaysia sebagai tempat bagi pengungsi yang tidak mereka inginkan. Secara keseluruhan ini bisa berkembang menjadi kasus preseden yang memperuncing masalah pengungsi di Asia Pasifik.

Dewan komisaris PBB bagi pengungsi mengungkapkan keraguan, apakah hak para pencari suaka di Malaysia cukup terlindungi atau tidak. Karena Malaysia tidak menandatangani konvesi perlindungan pengungsi PBB. Pejuang HAM Malaysia Irene Fernandez juga skeptis. Menurutnya, kesepakatan ini tidak mengakhiri kasus perdagangan manusia. "Australia sama sekali tidak membantu meringankan proses ini. Malaysia juga seharusnya melakukan lebih banyak bagi perlindungan pengungsi. Bagi saya ini hal yang salah. Dan tidak bisa diterima. Ini justru seakan berdagang dengan manusia."

Para pengeritik khususnya geram atas pengumuman Australia beberapa bulan lalu, dimana negara itu berniat untuk mendeportasi anak-anak ke Malaysia tanpa orangtua mereka. Dinas imigrasi Australia menjelaskan, mereka dengan sadar mendeportasi anak-anak di bawah umur supaya pelaku perdagangan manusia tidak bisa mengkhususkan diri membawa anak-anak masuk ke Australia secara ilegal.

Australia menahan para pengungsi selama proses permohonan suaka di dalam kamp pengungsi. Seringkali di kamp-kamp terjadi aksi protes. Terakhir beberapa hari yang lalu. Tahun lalu, lebih dari 6000 pengungsi datang ke Australia menggunakan kapal. Sebagian besar dari mereka datang dari Irak, Afghanistan dan Sri Lanka. Desember 2010, belasan pencari suaka tenggelam saat kapal karam di Pulau Natal.

Nicola Glass / Vidi Legowo-Zipperer

Editor : Edith Koesoemawiria