Pulihnya hubungan diplomasi Arab Saudi dan Iran yang dimediasi Cina terbitkan harapan berakhirnya konflik di Yaman. Namun perkembangan teranyar membuktikan terbatasnya pengaruh kedua negara adidaya di Teluk Aden.
Iklan
Pekan ini membawa kabar gembira bagi keluarga tawanan perang di Yaman. "Hari ini adalah hari baik,” kata Hans Grundberg, Utusan Khusus PBB untuk Yaman, Senin (21/2) di Jenewa, Swiss. Dia memastikan, ratusan tawanan akan dipulangkan menyusul perjanjian pertukaran yang dimediasi PBB.
Sebelumnya, Dewan Kepemimpinan Presidensial, yang mewakili pemerintah Yaman dan dibantu Arab Saudi, telah bersepakat memulangkan 706 tawanan Houthi, yang ditanggapi dengan pembebasan 181 serdadu pemerintah oleh pemberontak Syiah tersebut.
Bagi anggota keluarga, kesepakatan itu mengakhiri penantian selama bertahun-tahun.
"Saya menaruh semua harapan pada pertukaran tawanan ini. Saya sedang menunggu suami saya pulang untuk bertemu saya dan empat anak kami,” kata Najat Muhammad, ibu berusia 30 tahun kepada DW.
Sejak suaminya ditawan kelompok pemberontak pada 2018, Najat mengaku harus memulung untuk bertahan hidup. "Saya mengumpulkan dan menjual botol bekas untuk membeli makanan,” kata dia.
Perang proksi di selatan Jazirah Arab
Perang saudara di Yaman meletus pada akhir 2014, ketika pemberontak Houthi merebut ibu kota Sanaa dan menggulingkan pemerintah dengan dukungan Iran.
Iklan
Setahun kemudian, Saudi menggalang aliansi sembilan negara Arab untuk memulihkan pemerintahan resmi Yaman. Selain mengirimkan senjata dan memberikan pelatihan militer, koalisi bentukan Riyadh juga melancarkan serangan udara bertubi-tubi yang meluluhlantakkan kota-kota dan memicu bencana kemanusiaan.
Akibatnya, 375.000 orang meninggal dunia sejak 2015, lapor PBB. Dalam laporan Human Rights Watch pada 2022 lalu, anak-anak disebutkan mewakili separuh dari 20,7 juta penduduk Yaman yang terancam bencana kemanusiaan.
Perang sempat terhenti pada April 2022 silam. Tapi gencatan senjata demi bantuan kemanusiaan itu berakhir dini pada Bulan Oktober.
Krisis Yaman Memburuk, Organisasi Kemanusiaan Kehabisan Uang
Perang di Yaman terus berlanjut. Namun, sejumlah organisasi kemanusiaan saat ini terancam kehabisan uang. Invasi Rusia di Ukraina berpotensi memperburuk keadaan di Yaman.
Foto: Mohammed Huwais/AFP/Getty Images
Kurangnya bantuan kemanusiaan
Krisis kemanusiaan di Yaman yang dilanda perang semakin memburuk. Menurut Program Pangan Dunia PBB (WFP), 13 juta orang di sana terancam kelaparan, lantaran perang saudara yang berkepanjangan dan kurangnya bantuan kemanusiaan.
Foto: Khaled Ziad/AFP/Getty Images
Sangat bergantung pada bantuan
Sejak awal pandemi COVID-19, semakin banyak orang yang kelaparan. Yaman adalah salah satu negara yang paling membutuhkan bantuan, dengan lebih dari 40% populasi bergantung pada bantuan WFP.
Foto: Khaled Abdullah/REUTERS
WFP kehabisan uang
"Kami memberi makan 13 juta orang dari negara berpenduduk 30 juta orang dan kami kehabisan uang," kata David Beasley, Kepala WFP, kepada Associated Press belum lama ini. "Jadi, apa yang akan saya lakukan untuk anak-anak di Yaman? Mencurinya dari anak-anak di Etiopia, atau Afganistan, atau Nigeria, atau di Suriah? Itu tidak benar," katanya.
Foto: Giles Clarke/UNOCHA/picture alliance
Paket bantuan tidak lengkap
Saat ini sekitar lima juta orang terancam mati akibat kelaparan, kata Corinne Fleischer, Direktur WFP untuk Timur Tengah dan Afrika Utara. Sumbangan bantuan kemanusiaan sejauh ini hanya mencakup 18% dari hampir $2 miliar (Rp28,6 triliun) yang dibutuhkan WFP untuk misinya di Yaman.
Foto: Mohammed Mohammed/XinHua/dpa/picture alliance
Perang Ukraina memperburuk krisis kelaparan
Invasi Rusia berpotensi memperburuk keadaan di Yaman karena WFP memperoleh sekitar setengah dari gandumnya dari Ukraina. Bahkan sebelum perang dimulai, harga gandum telah meningkat tajam. Bank Dunia mengingatkan bahwa perang Ukraina akan mendorong krisis kelaparan yang lebih buruk.
Foto: AHMAD AL-BASHA/AFP/Getty Images
Perang saudara yang berkepanjangan
Perang saudara di Yaman telah berlangsung selama tujuh tahun. Sejak 2015, koalisi pimpinan Arab Saudi memerangi pemberontak Houthi yang didukung Iran, yang saat ini menguasai sebagian besar wilayah di Yaman, termasuk ibu kota, Sanaa.
Foto: imago images/Xinhua
Kekacauan di Aden
Wilayah selatan Aden dikendalikan sepenuhnya oleh separatis sejak 2020 dan telah menjadi basis pemerintah yang diakui secara internasional, dipimpin oleh Abed Rabbo Mansour Hadi, sejak Houthi menyingkirkannya keluar dari Sanaa.
Foto: Wael Qubady/AP Photo/picture alliance
Tidak ada tempat berlindung
Kota Marib dianggap strategis karena merupakan benteng terakhir dari pemerintah yang diakui secara resmi di utara. Pertempura tengah berlangsung di sini, di mana Saudi terus-menerus mengebom daerah tersebut. Warga sipil terpaksa terus memindahkan kamp pengungsi mereka karena garis depan terus bergeser.
Foto: AFP /Getty Images
Rumah sakit penuh
Sistem kesehatan di Yaman bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Perang yang sedang berlangsung dan pandemi COVID-19 hanya membuat segalanya lebih mengerikan di negara termiskin di semenanjung Arab itu.
Foto: Abdulnasser Alseddik/AA/picture alliance
Sekolah dibom
Dalam laporan tahun 2021, UNICEF mengatakan bahwa pendidikan menjadi salah satu korban terbesar perang Yaman. Lebih dari 2 juta anak perempuan dan laki-laki usia sekolah tidak dapat mengenyam pendidikan. Banyak sekolah hancur dibom.
Foto: Mohammed Al-Wafi /AA/picture alliance
Rangkaian kesengsaraan
Listrik, air bersih, dan bahan bakar - selalu ada sesuatu yang kurang di Yaman. Antrean di SPBU semakin panjang. Tanpa dana kemanusiaan yang lebih banyak, rangkaian kesengsaraan ini hanya akan berlanjut. (ha/yf)
Foto: Mohammed Huwais/AFP/Getty Images
11 foto1 | 11
Damai ada di tangan Houthi
Namun demikian, pakar meragukan kemampuan kedua negara adidaya di kawasan itu untuk mempengaruhi kedua pihak yang bertikai di Yaman. Pertukaran tawanan dianggap tidak mencerminkan realita konflik.
"Kesepakatan ini tidak berkaitan dengan dinamika lokal dan tidak bisa mencegah munculnya pertempuran di antara kelompok-kelompok bersenjata,” kata Cinzia Bianco, dari Dewan Eropa untuk Hubungan Internasional (ECFR).
Saat ini, kelompok Houthi menguasai wilayah barat Yaman, antara Laut Merah dan Teluk Aden, termasuk ibu kota Sanaa.
"Setelah Ramadan, mereka mungkin akan melancarkan operasi di Provinsi Marib atau Shabwah yang kaya minyak,” kata Bianco. Tapi berbeda dengan perkiraannya, Houthi tidak menunggu hingga akhir Ramadan untuk berekspansi.
Menurut laporan AFP, setidaknya 10 serdadu pemerintah di Provinsi Marib tewas ditembak pada Selasa (22/3) malam.
Analis Yaman, Maged al-Madhaji, dari lembaga wadah pemikir, Sanaa Center for Strategic Studies, menilai serangan itu merupakan "pesan politik dari Houthi, bahwa kesepakatan Teheran dan Riyadh tidak berarti pemberontakan berakhir.”