1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kesepakatan Schengen Diambang Bubar?

20 November 2015

Kesepakatan Schengen yang atur perjalanan bebas visa di 26 negara diperdebatkan panas dalam sidang darurat Uni Eropa. Setelah serangan teror Paris muncul tuntutan perketat lagi penjagaan perbatasan.

Schild Schengen Ortsausgang

Sidang darurat para menteri dalam negeri dan kehakiman Uni Eropa di Brussel mempedebatkan tema panas Kesepakatan Schengen yang mengatur perjalanan bebas visa di 26 negara anggota dan bukan anggota. Setelah serangan teror Paris yang menewaskan 129 orang serta dihantam krisis pengungsi yang berkepanjangan, sejumlah negara anggota mengancam akan menutup perbatasan. Bahkan negara anggota Uni Eropa di timur Eropa seperti Hongaria dan Slovenia sudah mewujudkan ancamannya dengan memasang barikade kawat berduri.

Petugas keamanan memasang pagar kawat berduri di perbatasan Slovenia - HongariaFoto: Getty Images/AFP/J. Makovec

Juga dari Perancis terdengar tuntutan makin kencang untuk membatalkan kesepakatan Schengen. PM Manuel Valls menuntut diperketatnya pemeriksaan di perbatasan terluar kawasan Schengen. Pernyataan pemerintah di Paris ini menjadi kesempatan emas bagi partai ultra kanan untuk meraih makin banyak simpati rakyat. Ketua partai ultra kanan Front Nasional, Marine Le Pen menyebut kesepakatan bebas bepergian tanpa visa di zona Schengen sebagai "sinting".

Sejumlah media bahkan sudah melontarkan "ramalan" bahwa nantinya hanya akan ada Schengen Mini yang terdiri dari beberapa negara inti. Yunani, Italia, Spanyol dan beberapa negara Schengen di Eropa Timur diduga akan didepak dari kesepakatan, karena dituding memicu krisis pengungsi. PM Polandia, Donald Tusk menyebut, kini jam terus berdetik untuk pembatalan kesepakatan itu.

Jerman tidak terlalu antusias menanggapi usulan "mini Schengen" yang dilontarkan Belanda. Tapi sejumlah politisi di Jerman menyatatkan mendukung gagasan "penciutan" kesepakatan Schengen ini. Saat ini 26 negara yang tergabung dalam kesepakatan Schengen ada yang menerapkannya secara penuh dan ada juga yang menerapkan sebagian.

Sejumlah negara anggota, terutama menuntut pengkajian ulang berbagai parameter yang mempersatukan Uni Eropa. PM Hongaria, Viktor Orban menuntut reformasi dari berbagai aturan, karena jika tidak akan muncul radikalisasi politik di seluruh benua Eropa. Juga kebebasa´n bergerak yang diatur kesepakatan Schengen terbukti dimanfaatkan oleh teroris Belgis yang menjadi turis "maut" di Perancis untuk melancarkan aksi biadabnya. Contohnya pelaku Salah Abdeslam yang bebas bergerak di zona Schengen, walau terlibat perkara narkoba di Belanda.

Aturan Uni Eropa dipandang banyak yang sudah tidak efektif lagi saat ini. Tutntutan untuk reformasi Uni Eropa makin kuat, bukan hanya dipicu terorisme melainkan juga faktor lainnya seperti krisis ekonomi serta krisis pengungsi.

as/yf