1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kesepakatan Strategis Obama-Medvedev

7 Juli 2009

Pertemuan Presiden AS Barack Obama dan Presiden Rusia Dmitry Medvedev membuahkan hasil nyata. Khususnya kesepakatan pengurangan hulu ledak nuklir dan dukungan bagi operasi militer di Afghanistan.

Presiden Medvedev dan Presiden Obama di KremlinFoto: AP

Pertemuan Puncak Obama-Medvedev di Moskow ini, jelas memunculkan harapan baru. Secara umum, ini mengisyaratkan peredaan ketegangan yang nyata, sesudah periode runcing di masa Bush-Putin. Di tingkat praktis, pertemuan dua presiden ini menghasilkan kesepakatan-kesepakatan nyata, misalnya ihwal dukungan Rusia bagi operasi militer di Afghanistan.

Dalam jumpa pers bersama Presiden Rusia Dmitry Medvedev di Kremlin, Presiden Barack Obama mengungkapkan kelegaannya: "Presiden Medvedev dan saya bersetuju mengenai kebutuhan memerangi ancaman ekstrimisme yang menggunakan kekerasan, khususnya dari Al Qaida. Dan hari ini kami meneken sebuah kesepakatan mengenai diizinkannnya pengangkutan perlengkapan persenjataan tempur untuk Afghanistan melalui Rusia. Ini merupakan kontribusi sangat penting dari Rusia terhadap upaya internasional kita. Dan bagi AS, ini berarti penghematan waktu dan sumber daya dalam memasok kebutuhan para serdadu kami."

Lampu hijau Rusia bagi operasi Afghanistan memang merupakan salah satu agenda utama kunjungan Obama. Mengingat Afghanistan adalah prioritas operasi militer internasional Obama. Dengan persetujuan ini, setiap tahunnya AS akan menggunakan wilayah Rusia bagi lintasan sekitar 4.500 penerbangan yang mengangkut tentara maupun persenjataan dan peralatan tempur untuk perang di Afghanistan, dan secara gratis.

Kesepakatan penting lain yang dicapai dalam pertemuan puncak AS-Rusia di Kremlin, Moskwa ini adalah pengurangan senjata nuklir. Presiden Obama mengatakan, "Kami telah mengambil langkah maju untuk meningkatkan keamanan nuklir dan menghentikan penyebaran senjata nuklir. Realisasinya akan diawali dengan pengurangan arsenal nuklir kami sendiri. Sebagai dua kekuatan nuklir utama, AS dan Rusia harus memberi teladan, dan itulah yang kami lakukan hari ini."

Ditambahkan Obama: "Kami sudah menandatangani sebuah Kesepahaman Bersama untuk suatu traktat yang meneruskan kesepakatan START yang akan memangkas hulu-hulu ledak nuklir kami dan sistem perlengkapannya hingga sepertiga dari pembatasan yang ditentukan traktat yang ada sekarang. Traktat ini mengikat secara hukum, dan akan dituntaskan tahun ini juga."

Dengan demikian, dalam jangka waktu 7 tahun, Rusia dan AS harus memusnahkan ribuan hulu ledak nuklir, hingga cuma tersisa antara 1500 hingga 1675 hulu ledak.

Perlucutan senjata nuklir adalah masalah yang sebetulnya cukup pelik. Karena Rusia sebelumnya sudah menyatakan tidak akan memperpanjang kesepakatan pengurangan senjata nuklir START, ketika hubungan Rusia dan AS meruncing di masa Vladimir Putin dan George W. Bush. Kini ceritanya lain. Obama yang sangat berbeda pendekatan luar negerinya dibandingkan dengan Bush, sejak awal sudah menyatakan ingin mengeset ulang keseluruhan hubungan dengan Rusia. Sementara Presiden Medvedev, kendati dianggap sekadar bayangan bahkan boneka Vladimir Putin yang kini menjabat sebagai perdana menteri, menyambut tawaran baru itu dengan positif.

Kendati begitu, Obama mengaku tak semuanya berlangsung mulus-mulus saja. "Saya tidak akan bersikap seakan AS dan Rusia bersepakat bulat untuk semua persoalan. Kami melakukan pembicaraan yang terus terang, dan memang banyak pertentangan pendapat di antara kami. Misalnya soal Georgia. Saya menegaskan lagi keyakinan mutlak saya bahwa wilayah dan kedaulatan Georgia harus dihormati," demikian kata Obama. Namun kendati begitu, kata Obama pula, "Kami sama sependapat bahwa tak ada yang diuntungkan dari suatu konflik militer. Maka untuk terus melangkah kami harus terus berunding secara tulus untuk memecahkan perbedaan-perbedaan ini dengan cara damai dan konstruktif."

Ganjalan lain adalah mengenai sistem rudal penangkis Amerika di Polandia dan Ceko. Program yang digariskan George W. Bush ini ditentang keras Rusia, dan dituding mengancam keamanan negeri Beruang Merah itu. Obama tak beringsut, namun menegaskan bahwa program itu sama sekali tak ditujukan pada Rusia. Presiden Medvedev seakan hendak mengimbangi kebijakan baru AS yang lebih hangat di bawah Obama, dengan mengendurkan nada penentangannya. Ia menyatakan, yang menjadi masalah bukan rudalnya itu sendiri. Melainkan penempatannya di negara lain yang memiliki kepentingan sendiri.

Kunjungan Obama di Rusia masih akan berlangsung hingga Selasa ini (07/07). Agenda lanjutannya adalah pertemuan dengan para tokoh bisnis, pertemuan dengan para tokoh oposisi.

GG/ML/afp/dpa