Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas di Dunia Kerja
Rizki Akbar Putra
14 Desember 2020
Banyak penyandang disabilitas memiliki kualitas tidak kalah dengan orang-orang nondisabilitas, walau begitu tak sedikit yang sulit terserap dunia kerja. Pemenuhan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas jadi kunci.
Iklan
“Hinaan dan cibiran selalu ramah menyapaku. Ketika itu jiwaku lemah, hatiku rapuh. Rapuh terongrong ketidakberdayaan, rapuh tergerus kesombongan mereka. Mereka yang mengaku sempurna.”
Itulah penggalan bait puisi berjudul "Optimis" yang dibacakan Sidik Haryanto, seorang pria paruh baya penyandang disabilitas, dalam sebuah diskusi daring bertemakan “Sahabat Difabel, Produktif dan Inspiratif” yang diselenggarakan komunitas penerima beasiswa LPDP angkatan 169 (PK-169) Gunandhya Janitra, Sabtu (12/12).
Sidik merupakan salah satu warga binaan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) Alamanda Tanggamus, Lampung. Siapa sangka, dengan keterbatasan yang ia miliki, Sidik mampu merangkai kata demi kata dan menyulapnya menjadi sebuah puisi penyemangat bagi teman-temannya.
Tak hanya Sidik, lebih dari 300 kaum difabel binaan LKS Alamanda juga mempunyai keterampilan yang tidak kalah dibanding orang normal, antara lain menulis cerita pendek, menjahit pakaian, menenun kain, hingga memproduksi tas. Namun, memasarkan hasil karya kaum difabel diakui menjadi salah satu tantangan tersendiri dalam proses pembinaan yang diberikan, terlebih di situasi pandemi seperti sekarang ini.
“Mereka ini sebetulnya sangat berpotensi, hanya kelemahannya mereka tidak bisa menjual apa yang mereka punya. Jadi mereka hanya sekedar door to door, walaupun kami juga sudah berusaha mengenalkan kepada masyarakat melalui online,” ujar Roswati Purwantari, Ketua LKS Alamanda.
Sedikitnya saat ini tercatat ada 37,58 juta penyandang disabilitas atau sekitar 14,2 persen dari total penduduk Indonesia. Demikian data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2018 dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Dukungan orang sekitar untuk penyandang disabilitas
Sejatinya penyandang disabilitas mempunyai kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama dengan masyarakat lainnya. Namun, mereka dinilai masih kerap mendapatkan perspektif berbeda dan dipandang sebelah mata. Dengan tidak bersikap diskriminatif serta memberikan kesempatan yang sama dalam bermasyarakat, hal ini menjadi bentuk dukungan yang bisa diberikan kepada penyandang disabilitas agar dapat terus berkarya.
Habibie Afsyah, pengusaha sekaligus motivator yang juga merupakan penyandang disabilitas, dalam kesempatan yang sama menyampaikan, setiap difabel mempunyai potensi untuk terus mengembangkan dirinya. Habibie yang mengidap penyakit Muscular Dystrophy (penyusutan otot) sedari kecil, yang menyebabkan seluruh tubuhnya lumpuh kecuali ibu jari tangan kanannya ini, mengatakan keterbatasan yang ia miliki tidak menghalanginya untuk berkarya.
“Setiap manusia diberi bakatnya masing-masing, cara bertahannya masing-masing, senjatanya masing-masing untuk bisa bertahan hidup. Kalau enggak ada, mungkin manusia sudah punah dari dulu, karena enggak bisa beradaptasi dengan lingkungannya,” ujar Habibie.
“Apapun keterbatasannya tidak boleh membatasi mimpi-mimpi kita,” sambungnya.
Kepada DW Indonesia, pria yang kini sukses menjadi internet marketer ini mengaku mendapat dukungan dan perhatian penuh dari pihak keluarga. Hal inilah yang membuat Habibie tidak patah semangat dalam menjalani hidup, meski dulu ia sering mendapat cemooh dari teman-temannya.
“Kalau orang tua meratapi… mentalnya (anak) pun juga jadi minus, takut. Rumah pun juga bukan menjadi rumah dan keluarga yang kuat membesarkan kita. Mama saya enggak seperti itu untungnya. Akhirnya saya enggak jadi manusia lemah yang enggak mengerti mau ngapain,” ungkap Habibie.
Mulai dari Batik Hingga Boneka, Inilah Karya Para Penyandang Disabilitas Indonesia
Lihat karya-karya dalam galeri foto ini. Mulai dari kain batik hingga boneka. Pembuatnya, adalah para penyandang disabilitas. Di balik kekurangan mereka, terdapat kelebihan yang mengundang decak kagum.
Foto: Monique Rijkers
Karya si Mata Kucing
Salah satu bentuk pendidikan yang bisa diberikan adalah pelatihan keterampilan kriya tekstil. Kain-kain jumputan dengan teknik celup dan ikat ini merupakan karya 12 penyandang autisme. Para orang tua kedua belas anak itu menggagas wadah Kriya Mata Kucing yang baru lahir Maret 2018 lalu setelah para orang tua dan anak-anak berlatih selama setahun.
Foto: Monique Rijkers
Autis aktif
Menurut Yuyun, anaknya yang berusia 27 tahun termasuk penyandang autisme yang hiperaktif sehingga dalam satu jam Anton sanggup menyelesaikan delapan hiasan seperti tampak pada bantal yang dijual dalam pameran Inacraft 2018. Ketut (berjilbab) tertarik membeli dua bantal karena bagus dan belakangan ia baru tahu bantal itu adalah karya penyandang autisme, sama seperti anaknya yang berusia 10 tahun.
Foto: Monique Rijkers
Melatih motorik
Paul Gamaliel Tambunan mewarnai motif batik dengan cat air. Johny Tambunan, ayah Paul, mengaku keterampilan Paul yang berusia 23 tahun dalam berkreasi dengan jumputan sudah baik sehingga ia ingin memperkenalkan membatik agar melatih motorik Paul yang menderita autisme (kelainan syaraf). Paul bergabung dalam Komunitas Kriya Mata Kucing dan Komunitas Peduli Anak Spesial di Bandung, Jawa Barat.
Foto: Monique Rijkers
Bantal batik
Andhika (30 tahun) adalah satu dari 15 orang disabilitas yang memproduksi batik dengan merek Zola Indonesia. Andhika, yang mengalami ‘cerebral palsy’ atau gangguan gerakan atau otot akibat perkembangan abnormal di otak, sudah mampu membuat batik sarung bantal dengan motif bunga atau naga. Ketika ditanya, “mana karya Adhika?”, dengan bangga Andhika menunjuk bantal seperti yang tampak dalam foto.
Foto: Monique Rijkers
Kain batik
Agus (23 tahun) tidak bisa mendengar. Hobinya: membatik. Ia suka motif parang rusak. Saat tanya-jawab lewat tulisan, Agus mampu mengerjakan kain dua meter selama dua pekan. Kain motif batik yang dikerjakan Agus didesain oleh TKI di Malaysia yang mengalami kecelakaan kerja hingga kakinya harus diamputasi. Menurut Riri, pendamping disabilitas, orang berkebutuhan khusus dapat bekerja dengan baik.
Foto: Monique Rijkers
Insentif bagi perusahaan swasta
Meski tersedia insentif bagi perusahaan swasta yang mempekerjakan orang berkebutuhan khusus sesuai aturan dalam UU No 8 (2016) tentang Penyandang Disabilitas, masih banyak perusahaan yang belum mengetahuinya. Salah satu perusahaan ini misalnya, belum mempekerjakan penyandang disabilitas meski produk kerajinan tangan asal Yogyakarta itu sudah merambah pasar ekspor ke Jerman dan Amerika Serikat.
Foto: Monique Rijkers
Bersedia menerima disabilitas
Pemilik Norrisa Miliarta Bordir, Pasuruan, Jawa Timur, mengaku belum mempekerjakan penyandang disabilitas. Namun Ibu Yun bersedia menerima penyandang disabilitas yang bisa membordir. Pemerintah, pemda, BUMN, BUMD dan swasta wajib mempekerjakan penyandang disabilitas sesuai UU No 8 Tahun 2016 atas dasar HAM. Bagi perusahaan swasta, jumlah pekerja disabilitas minimal 1% dari jumlah seluruh pekerja.
Foto: Monique Rijkers
13 tahun ekspor ke Jerman
Ekawati, pemilik Piviko Homedeco, sudah dua tahun mempekerjakan karyawan berkebutuhan khusus. Pemasok Zara House dan pengekspor ke Jerman selama 13 tahun ini memiliki dua tempat produksi yakni di Bekasi dan Yogyakarta. Kementerian Tenaga Kerja diharapkan menyediakan pelatihan kerja bagi penyandang cacat sehingga perusahaan siap menerima pencari kerja disabilitas.
Foto: Monique Rijkers
Boneka kertas
Sesungguhnya ajang seperti Inacraft bisa promosikan karya penyandang disabilitas. Namun tak semua perusahaan kecil mampu menyewa ruang pameran seperti dialami Precious One yang mempekerjakan penyandang tunarungu yang dilatih menjahit, membordir, membuat aksesoris dan boneka kertas. Boneka kertas dalam foto ini adalah karya penyandang disabilitas tunarungu yang bisa diarahkan dengan bahasa isyarat.
Foto: Monique Rijkers
Karena kamu bisa
Ratna Sutedjo, inisiator Precious One, membuktikan orang dengan kebutuhan khusus dapat dilatih dan menghasilkan karya yang baik dan berkualitas. Deretan boneka kertas ini adalah figur disabilitas yang berhasil di bidang mereka masing-masing. Precious One yang sudah bergeliat bersama para tuna rungu sejak 14 tahun lalu menjadi bukti penyandang disabilitas itu bisa berdaya dan berkarya.
Foto: Monique Rijkers
10 foto1 | 10
Kendala komunikasi di dunia kerja
Sementara itu Rezki Achyana, CEO Parakerja - platform pendidikan untuk penyandang disabilitas dan nondisabilitas agar memiliki akses kesetaraan dalam aspek pendidikan, aksesibilitas, dan pekerjaan - menyampaikan, salah satu permasalahan yang sering dihadapi oleh penyandang disabilitas yaitu tidak terserapnya mereka di dunia kerja. Padahal, menurut Rezki, penyandang disabilitas di Indonesia mempunyai kualitas untuk bersaing dengan orang-orang nondisabilitas.
“Tapi sering kali kita lupa salah satu alasan tidak terserapnya teman-teman disabilitas karena ada peran kita orang-orang nondisabilitas di perusahaan, organisasi, lembaga-lembaga pemerintah yang belum siap menerima teman-teman disabilitas di dunia kerja,” jelas Rezki.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, hingga Juli 2020 jumlah pengangguran terbuka penyandang disabilitas mencapai sedikitnya 289 ribu orang. Rezki pun mengatakan komunikasi menjadi tantangan utama di dunia kerja bagi penyandang disabilitas maupun orang-orang nondisabilitas.
“Banyak orang-orang yang tidak siap berkomunikasi dalam bahasa isyarat. Padahal misalkan kita sediakan aksesibilitasnya, tim kerjanya, supervisornya, manajernya, pimpinannya, rekan kerjanya yang bisa berbahasa isyarat, kita bisa kok memberikan tanggung jawab yang sama antara tunarungu dan orang yang bisa mendengar,” imbuhnya.
Pembangunan lingkungan inklusif
Pemerintah sendiri telah mengesahkan sejumlah kebijakan dalam menciptakan lingkungan inklusif bagi para penyandang disabilitas. Sejak tahun 2019, pemerintah telah mengesahkan 6 Peraturan Pemerintah dan 2 Peraturan Presiden.
Meski sebelumya telah lahir Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, pengimplementasian regulasi tersebut masih sulit dilakukan, karena belum adanya peraturan turunan.
“Berbagai peraturan perundangan ini menjadi dasar hukum dalam implementasi agenda pembangunan inklusif ke depannya,” ujar Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.
Ini Profil 7 Staf Khusus Jokowi yang Curi Perhatian
Dari pendiri aplikasi Ruang Guru hingga putri pengusaha ternama. Ini profil ketujuh staf khusus Presiden Jokowi.
Angkie Yudistia
Angkie Yudistia adalah anak muda penyandang disabilitas yang aktif bergerak di bidang sociopreneur. Ia mendirikan Thisable Enterprise untuk memberdayakan disabilitas Indonesia secara ekonomi di dunia tenaga kerja. Perempuan berusia 32 tahun ini pernah dinobatkan sebagai "The Most Fearless Female Cosmopolitan 2008". Angkie diminta secara khusus untuk menjadi juru bicara Presiden di bidang sosial.
Adamas Belva Syah Devara
Belva ini adalah CEO sekaligus Co-Founder perusahaan rintisan dan aplikasi Ruangguru, yang sukses menjadi salah satu perusahaan teknologi pendidikan terbesar di Asia Tenggara. Belva adalah peraih gelar ganda, untuk Master Administrasi Bisnis di Stanford University dan Master Administrasi publik di Harvard University. Ia didapuk sebagai salah satu dari 30 pengusaha muda paling berpengaruh di Asia.
Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
Aminuddin Ma'ruf
Aminuddin merupakan santri muda berusia 33 tahun, yang merupakan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam. Presiden Jokowi secara khusus akan menugaskannya untuk berkeliling pesantren untuk menebar gagasan dan inovasi baru. Ia meraih gelar sarjana ekonomi di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan melanjutkan studi pascasarjana di Universitas Trisakti.
Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
Putri Indahsari Tanjung
Putri Tanjung adalah perempuan berusia 23 tahun yang merupakan anak dari pengusaha Chairul Tanjung. Ia lahir pada 22 September 1996 dan menjadi staf khusus presiden termuda. Putri merupakan Founder dan CEO Creativepreneur dan pernah menempuh pendidikan di Anglo chinese School Jakarta. Setelahnya, ia melanjutkan pendidikan di Australian International School Singapore dan Academy of Art University.
Andi Taufan Garuda Putra
Pria berusia 32 tahun ini merupakan pendiri dan CEO perusahaan teknologi finansial peer-to-peer lending bernama PT Amartha Mikro Fintek. Perusahaan ini menghubungkan investor dengan pengusaha mikro di pedesaan yang membutuhkan pendanaan. Sebelumnya ia bekerja sebagai konsultan untuk IBM Global Business Services. Pada 2016, Taufan meraih gelar Master of Public Administration di Harvard University.
Ayu Kartika Dewi
Ayu adalah pendiri Gerakan Sabang Merauke, yakni sebuah program pertukaran pelajar antar daerah bagi murid SMP yang ingin belajar tentang toleransi, pendidikan dan keberagaman di Indonesia. Perempuan berusia 36 tahun ini adalah peraih gelar Master of Business Administration dari Duke University, Amerika Serikat. Ia juga mendirikan Milenial Islami, yang mengkampanyekan citra islam yang moderat.
Gracia Billy Yosaphat Membrasar
Billy merupakan milenial berprestasi asal Papua yang kini tengah menempuh pendidikan Master of Science di University of Oxford, Inggris. Ia adalah pendiri Yayasan Kitong Bisa, lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan untuk anak-anak di Papua. Sebelumnya, Billy pernah mendapat beasiswa afirmasi dari pemerintah dan diterima di Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB. (pkp/gtp)
7 foto1 | 7
Lebih lanjut Angkie menegaskan, kaum difabel memiliki kesetaraan sebagai masyarakat. Kaum difabel menurutnya bukan lagi dipandang sebagai objek penerima bantuan, melainkan sebagai bagian dari aktor pembangunan bangsa yang harus dihormati.
“Paradigma terhadap isu penyandang disabilitas telah berubah, bukan lagi dipandang sebagai objek penerima bantuan, namun sebagai subjek dan bagian dari pembangunan bangsa yang harus dipandang dan dihormati dari kacamata hak asasi manusia,” pungkas Angkie.