Ketegangan AS-Cina Berpotensi Pengaruhi Perlindungan Iklim
12 Oktober 2021
Target ambisius menanggulangi bencana iklim kian bergantung pada Amerika Serikat dan Cina yang menyumbang separuh emisi gas rumah kaca di dunia. Tapi konflik antara kedua adidaya berpotensi menghalangi upaya global
Iklan
Jelang Konferensi Tingkat Tinggi Iklim (COP26) di Glasgow, Skotlandia, pakar menggantungkan masa depan upaya global memerangi bencana iklim pada hubungan antara Cina dan Amerika Serikat. Kesepakatan antara kedua negara diyakini bisa menjadi katalis untuk bergegas mengurangi emisi gas rumah kaca. Tapi ketegangan sebaliknya bisa berarti kiamat bagi iklim Bumi.
Saat ini Amerika Serikat dan Cina sudah mengumumkan komitmen memangkas emisi. Tapi analis mengritik, kebijakan pemerintah di kedua negara terlampau lemah untuk mencapai sasaran membatasi kenaikan suhu sebesar 1,5 derajat seperti yang ditetapkan PBB.
"Jika pemerintah Cina dan AS tidak mampu bersepakat, saya pikir masih akan tetap ada ruang bagi kebijakan serius, karena kedua negara sudah siap dan bersedia melakukan banyak hal secara masing-masing," kata Mary Nichols, Direktur Dewan Sumber Daya Udara Kalifornia, AS.
"Tapi bukan berarti kesepakatan itu tidak penting," imbuhnya. "Tanpa kesepakatan yang detail, negara lain akan segan untuk bertindak."
Saat ini AS dan Cina bersitegang soal Taiwan dan Laut Cina Selatan. "Tapi dalam isu kerja sama iklim, ini adalah satu-satunya cara keluar dari pakta bunuh diri yang ada saat ini," kata Utusan Khusus Iklim AS, John kerry, terkait kooperasi dengan Cina.
Kerry sudah dua kali mengunjungi Cina. Tapi dalam lawatan terakhirnya, Menlu Wang Yi, mengeluarkan peringatan tajam. "Adalah hal mustahil untuk memisahkan kerja sama iklim antara AS dan Cina di luar situasi yang menyelubungi hubungan AS dan Cina secara umum," tukasnya
Iklan
Kerja sama lewat pintu ketiga
Alex Wang, pakar iklim dari Universitas Kalifornia, Los Angeles, sebaliknya menilai ketegangan trans-Pasifik bisa membuahkan hasil positif, jika kedua negara "bersaing untuk menjadi yang terdepan" dalam penanggulangan emisi. Menurutnya hal ini akan "memperbaiki reputasi global Cina."
"Jika pemimpin Cina merasa negaranya berkinerja lambat dalam iklim, hal ini akan meningkatkan desakan untuk bertindak lebih. Tapi tanpa tekanan, kebijakan akan berjalan lambat." Dia menyontohkan kebijakan skeptis iklim bekas Presiden Donald Trump yang menghilangkan tekanan bagi Beijing untuk memangkas emisinya.
Cuaca Ekstrem Mematikan Kejutkan Dunia
Dari Jerman, Kanada hingga Cina, gambar-gambar dramatis dari dampak buruk cuaca ekstrem telah mendominasi kepala berita baru-baru ini. Apakah krisis iklim yang menjadi penyebabnya?
Foto: AFP/Getty Images
Banjir bandang dahsyat di Eropa
Banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya ini disebabkan oleh hujan lebat selama dua hari berturut-turut. Aliran air yang sempit meluap menjadi amukan banjir hanya dalam hitungan jam dan menghantam perumahan warga. Sedikitnya 209 orang tewas di Jerman dan Belgia. Upaya pemulihan rumah, bisnis, dan infrastruktur yang rusak diperkirakan menelan biaya miliaran euro.
Foto: Thomas Lohnes/Getty Images
Musim hujan ekstrem
Banjir juga melanda sebagian wilayah di India dan Cina bagian tengah. Hujan turun sangat lebat, bahkan lebih deras dari yang biasanya turun di musim hujan. Para ilmuwan memperkirakan bahwa perubahan iklim akan menyebabkan curah hujan yang lebih sering dan intens, karena udara yang lebih hangat menahan lebih banyak air, sehingga menciptakan lebih banyak hujan.
Foto: AFP/Getty Images
Banjir menggenangi Cina bagian tengah
Curah hujan yang memecahkan rekor selama berhari-hari menyebabkan banjir dahsyat di seluruh provinsi Henan, Cina, pada akhir Juli. Puluhan orang tewas, ratusan ribu lainnya mengungsi, dan banyak warga masih dilaporkan hilang. Di Zhengzhou, ibu kota provinsi Henan, warga terjebak di rel kereta bawah tanah ketika banjir datang. Daerah pedesaan dilaporkan terkena dampak lebih parah.
Foto: Courtesy of Weibo user merakiZz/AFP
Rekor suhu panas di AS dan Kanada
Suhu yang semakin panas juga menjadi lebih umum terjadi. Seperti di negara bagian Washington dan Oregon di AS dan provinsi British Columbia di Kanada pada akhir Juni lalu. Ratusan kematian terkait suhu panas dilaporkan terjadi di sana. Desa Lytton di Kanada bahkan mencatat suhu tertinggi hingga 49,6 Celcius.
Foto: Ted S. Warren/AP/picture alliance
Kebakaran hutan memicu badai petir
Gelombang panas mungkin sudah berakhir tetapi kondisi kering telah memicu salah satu musim kebakaran hutan paling intens di Oregon, AS. Kebakaran yang dijuluki Oregon’s Bootleg Fire itu menghanguskan area seluas Los Angeles hanya dalam waktu dua minggu. Saking besarnya, asap dari kebakaran dilaporkan sampai ke New York.
Foto: National Wildfire Coordinating Group/Inciweb/ZUMA Wire/picture alliance
Amazon mendekati ‘titik kritis’?
Brasil bagian tengah dilaporkan mengalami kekeringan terburuk dalam 100 tahun, sehingga meningkatkan risiko kebakaran dan deforestasi lebih lanjut di hutan hujan Amazon. Menurut para ilmuwan, sebagian besar wilayah tenggara Amazon telah berubah fungsi dari yang awalnya menyerap emisi, kini berubah menjadi memancarkan emisi CO2, menempatkan Amazon lebih dekat ke ‘titik kritis’.
Foto: Andre Penner/AP Photo/picture alliance
‘Di ambang bencana kelaparan’
Setelah bertahun-tahun alami kekeringan, lebih dari 1,14 juta orang di Madagaskar mengalami kerawanan pangan. Beberapa dari mereka terpaksa memakan kaktus mentah, daun liar, dan belalang, dalam kondisi yang mirip seperti ‘wabah kelaparan’. Nihilnya bencana atau konflik membuat situasi di sana disebut sebagai kelaparan pertama dalam sejarah modern yang semata-mata disebabkan oleh perubahan iklim.
Foto: Laetitia Bezain/AP photo/picture alliance
Melarikan diri dari bencana
Tahun 2020, jumlah orang yang melarikan diri dari konflik dan bencana alam mencapai level tertinggi dalam 10 tahun. Jumlah orang yang berpindah di dalam negera mereka sendiri mencapai rekor 55 juta, sementara 26 juta lainnya melarikan diri hingga melintasi perbatasan. Sebuah laporan dari pemantau pengungsi pada bulan Mei menemukan tiga perempat dari pengungsi internal adalah korban cuaca ekstrem.
Foto: Fabeha Monir/DW
London terendam banjir
Tidak hanya negara-negara di Eropa utara, Inggris juga dilanda banjir bandang. Beberapa bagian London dibanjiri oleh air yang naik dengan cepat karena hujan lebat dalam satu hari. Stasiun kereta bawah tanah dan jalan-jalan juga terendam banjir. Menurut Wali Kota London Sadiq Khan, banjir bandang menunjukkan bahwa “bahaya perubahan iklim kini bergerak lebih dekat ke rumah.”
Foto: Justin Tallis/AFP/Getty Images
Yunani ‘meleleh’ akibat gelombang panas
Sementara negara-negara di Eropa utara mengalami banjir, negara di bagian selatan seperti Yunani justru dicengkeram oleh gelombang panas di awal musim panas. Di minggu pertama bulan Juli, suhu melonjak hingga 43 derajat Celcius. Tempat-tempat wisata seperti Acropolis terpaksa ditutup pada siang hari, sementara panas ekstrem memicu kebakaran hutan di luar kota Thessaloniki.
Foto: Sakis Mitrolidis/AFP/Getty Images
Sardinia dilanda kebakaran hutan yang belum pernah terjadi sebelumnya
“Ini adalah kenyataan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Sardinia,” kata Gubernur Sardinia Christian Salinas tentang kebakaran hutan di sana. “Sejauh ini, 20.000 hektar hutan yang mewakili sejarah lingkungan selama berabad-abad di pulau kami telah hangus menjadi abu," tambahnya. Sedikitnya 1.200 orang dievakuasi akibat kebakaran tersebut. (gtp/hp)
Foto: Vigili del Fuoco/REUTERS
11 foto1 | 11
Nichols yang membantu mengembangkan skema perdagangan emisi di Kalifornia, mengatakan langkah paling besar yang bisa dilakukan Cina adalah menetapkan harga pada emisi karbondioksida. "Hal itu akan mengirimkan sinyal yang sangat kuat kepada investor dan pelaku bisnis di seluruh dunia," kata peneliti di Universitas Columbia itu.
Dengan banyaknya isu konflik di antara AS dan Cina, sebuah perundingan multilateral seperti KTT Iklim bisa membuka peluang pembicaraan bilateral, kata Jacob Stokes, peneliti di Center for a New American Security. "Kedua pihak tidak ingin dilihat memberikan angin bagi pihak lain," imbuhnya.
Dengan Cina yang kian menyaingi AS sebagai kekuatan ekonomi dunia, Stokes meyakini pemerintah di Washington akan fokus menggalang diplomasi iklim terhadap negara-negara miskin. "Apakah lebih penting untung memperluas upaya untuk menarik Beijing, atau berusaha membiayai ekspansi energi terbarukan di seluruh dunia yang masih membutuhkan pembangunan kapasitas energi?"