Redakan Ketegangan, Menlu Cina dam ASEAN Bertemu di Yuxi
14 Juni 2016
Beijing berusaha meredakan ketegangan di Laut Selatan terkait klaim terotorialnya yang menggusarkan beberapa negara tetangga. Pertemuan dengan para Menlu Asia Tenggara diharap mendinginkan suasana.
Iklan
China menyatakan akan bekerja dalam "perspektif jangka panjang" dengan negara-negara Asia Tenggara untuk menyelesaikan sengketa wilayah perbatasan. Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi kepada rekan-rekannya dari Asia Tenggara dalam konsultasi ASEAN-Cina hari Selasa (14/06) di Yuxi.
"Kita harus meninjau hubungan secara strategis dan dalam perspektif jangka panjang, kata Wang dalam pertemuan itu.
"Kita harus terus mengembangkan konsensus dan kerjasama dan mengendalikan perbedaan-perbedaan, "kata Menlu Cina itu lebih lanjut.
Kita harus bersama-sama memimpin dan mendorong hubungan China-ASEAN menuju perkembangan yang sehat dan stabil," tandasnya.
Sengketa pulau dan wilayah
Cina terlibat sengketa pulau dan wilayah di Laut Cina Selatan dengan empat negara ASEAN, antara lain Vietnam dan Filipina.
Vietnam sebelumnya mengajukan protes keras terhadap China karena melakukan eksplorasi dan pengeboran minyak di wilayah yang sedang disengketakan.
Filipina membawa kasus sengketa perbatasannya dengan Cina ke Mahkamamah Arbitrase di Den Haag.
Cina mengklaim hampir seluruh kawasan Laut Cina Selatan sebagai wilayahnya, termasuk pulau-pulau buatan yang dibangun di atas terumbu karang. Brunei dan Malaysia juga terlibat sengketa perbatasan laut dengan Cina.
Mencuri ikan di Indonesia
Beberapa waktu lalu, aparat keamanan Indonesia menangkap kapal-kapal nelayan Cina yang melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Kepulauan Natuna. Cina sempat mengajukan protes dan menyebut wilayah itu sebagai "daerah tradisional" penangkapan ikan bagi warganya.
Setelah Indonesia bersikeras bahwa kapal pukat Cina itu melanggar wilayah teritorial Indonesia dan melakukan kegiatan ilegal, Cina kelihatan berusaha menghindari konflik dan mengakui perairan Natuna sebagai "wilayah Indonesia".
Tapi Cina juga menolak ikut campurnya pihak ketiga dalam sengketa itu dan menyatakan akan menolak semua keputusan Mahkamah Arbitrase Den Haag.
Saling Tikam Berebut Laut Cina Selatan
Konflik Laut Cina Selatan menjadi ujian terbesar Cina buat menjadi negara adidaya. Meski bersifat regional, konflik itu mendunia dan mengundang campur tangan pemain besar, termasuk Amerika Serikat dan Indonesia.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Bersekutu dengan Rusia
Cina sendirian dalam konflik seputar Kepulauan Spratly dan Paracel di Laut Cina Selatan. Kecuali Rusia yang rutin menggelar latihan militer bersama (Gambar), negeri tirai bambu itu tidak banyak mendulang dukungan atas klaim teritorialnya. Terutama karena klaim Beijing bertentangan dengan hukum laut internasional.
Foto: picture-alliance/AP Images/Color China Photo/Z. Lei
David Versus Goliath
Secara umum Cina berhadapan dengan enam negara dalam konflik di Laut Cina Selatan, Taiwan, Vietnam, Malaysia, Brunai dan Filipina yang didukung Amerika Serikat. Dengan lihai Beijing menjauhkan aktor besar lain dari konflik, semisal India atau Indonesia. Laut Cina Selatan tergolong strategis karena merupakan salah satu jalur dagang paling gemuk di dunia dan ditengarai kaya akan sumber daya alam.
Foto: DW
Diplomasi Beton
Ketika jalur diplomasi buntu, satu-satunya cara untuk mengokohkan klaim wilayah adalah dengan membangun sesuatu. Cara yang sama ditempuh Malaysia dalam konflik pulau Sipadan dan Ligitan dengan Indonesia. Berbeda dengan Malaysia, Cina lebih banyak memperkuat infrastruktur militer di pulau-pulau yang diklaimnya.
Foto: CSIS, IHS Jane's
Reaksi Filipina
Langkah serupa diterapkan Filipina. Negara kepulauan itu belakangan mulai rajin membangun di pulau-pulau yang diklaimnya, antara lain San Cay Reef (gambar). Beberapa pulau digunakan Manila untuk menempatkan kekuatan militer, kendati tidak semewah Cina yang sudah membangun bandar udara di kepulauan Spratly.
Foto: CSIS Asia Maritime Transparency Initiative/DigitalGlobe
Di Bawah Naungan Paman Sam
Filipina boleh jadi adalah kekuatan militer terbesar selain Cina dalam konflik di perairan tersebut. Jika Beijing menggandeng Rusia, Filipina sejak dulu erat bertalian dengan Amerika Serikat. Secara rutin kedua negara menggelar latihan militer bersama. Terakhir kedua negara melakukan manuver terbesar dengan melibatkan lebih dari 1000 serdadu AS.
Foto: Reuters/E. De Castro
Indonesia Memantau
Indonesia pada dasarnya menolak klaim Cina, karena ikut melibas wilayah laut di sekitar kepulauan Natuna. Kendati tidak terlibat, TNI diperintahkan untuk sigap menghadapi konflik yang diyakini akan menjadi sumber malapetaka terbesar di Asia itu. Tahun lalu TNI mengerahkan semua kekuatan tempur milik Armada Barat untuk melakukan manuver perang di sekitar Natuna.
Foto: AFP/Getty Images/J. Kriswanto
Bersiap Menghadapi Perang
TNI juga membentuk Komando Operasi Khusus Gabungan untuk menangkal ancaman dari utara. Komando tersebut melibatkan lusinan kapal perang, tank tempur amfibi dan pesawat tempur jenis Sukhoi.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Indonesia Tolak Klaim Cina
Cina berupaya menjauhkan Indonesia dari konflik dengan mengakui kedaulatan RI di kepualuan Natuna dan meminta kesediaan Jakarta sebagai mediator. Walaupun begitu kapal perang Cina berulangkali dideteksi memasuki wilayah perairan Natuna tanpa koordinasi. Secara umum sikap kedua negara saling diwarnai kecurigaan, terutama setelah Presiden Jokowi mengatakan klaim Cina tidak memiliki dasar hukum
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
AS Tidak Tinggal Diam
Pertengahan Mei 2015 Kementrian Pertahanan AS mengumumkan pihaknya tengah menguji opsi mengirimkan kapal perang ke Laut Cina Selatan. Beberapa pengamat meyakini, Washington akan menggeser kekuatan lautnya ke Armada ketujuh di Pasifik demi menangkal ancaman dari Cina.
Foto: U.S. Navy/Anna Wade/Released
9 foto1 | 9
Cina puji hubungan baik
Dalam kata sambutan yang disampaikan hari Senin malam (13/06), Menlu Cina Wang Yi menegaskan lagi hubungan baik dan dialog kemitraan antara Cina dan ASEAN yang sudah berlangsung lebih 25 tahun
Cina dan ASEAN harus "menghargai perdamaian di wilayah ini dan tidak mengizinkan kekuatan apapun mengganggu ketenangan rumah bersama kita", demikian disebutkan di situs internet Kementerian Luar Negeri Cina.