Ketegangan Meningkat di Irak Akibat Referendum Kurdi
26 September 2017
Suku Kurdi Irak menolak kritik atas referendum dengan opsi kemerdekaan yang mereka selenggarakan hari Senin (25/9). Pemerintah pusat di Bagdad menentang referendum itu, juga Turki dan Iran.
Iklan
Referendum di daerah otonomi Kurdi di Irak utara dan beberapa daerah yang disengketakan tidak bersifat mengikat dan tidak akan otomatis menghasilkan kemerdekaan. Namun banyak warga Kurdi melihat referendum ini sebagai langkah besar menuju impian Negara Kurdistan Mereka yang sudah lama dirindukan.
Begitu tempat pemungutan suara (TPS) dibuka, pemilih terlihat berbondong-bondong memberikan suaranya. Setelah itu, mereka dengan penuh antusias menunjukkan jari mereka yang ditandai tinta.
Tingkat partisipasi mencapai 72 persen, berarti 3,3 juta dari seluruhnya 4.58 juta pemilih yang terdaftar, kata juru bicara komisi pemilihan Shirwan Zirar hari Senin Senin malam (25/9). Sebelum pemungutan suara, komisi memperkirakan pemilih mencapai 5,3 juta orang.
Hasil referendum diharapkan dalam waktu 24 jam setelah TPS ditutup. Tidak ada yang meragukan, bahwa jumlah suara "ya" akan sangat tinggi.
Pelaksanaan referendum diberitakan berlangsung damai dan dalam suasana yang meriah. Namun di panggung politik internasional, muncul ketegangan. Amerika Serikat menyatakan "sangat kecewa" bahwa referendum ini dilaksanakan.
"Hubungan historis Amerika Serikat dengan rakyat di daerah Kurdistan Irak tidak akan berubah sehubungan dengan referendum yang tidak mengikat saat ini, namun kami yakin, langkah ini akan meningkatkan ketidakstabilan dan kesulitan bagi wilayah Kurdistan dan rakyatnya," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS.
Di New York, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga mengungkapkan keprihatinannya tentang potensi "destabilisasi" dari referendum tersebut.
Guterres menyatakan PBB menghormati "kedaulatan, integritas teritorial dan kesatuan Irak" dan dia menyerukan agar perbedaan pandangan dapat diselesaikan melalui "dialog yang terstruktur dan kompromi yang membangun".
Sebelumnya, anggota parlemen di Baghdad telah mengumumkan bahwa referendum itu tidak konstitusional. Parlemen bahkan meminta pemerintah mengirim pasukan ke daerah yang disengketakan, di mana referendum tersebut sedang berlangsung.
Di Istanbul, Presiden Recep Tayyip Erdogan memperingatkan bahwa Turki - yang khawatir dampak pemungutan suara terhadap penduduk Kurdi di wilayah Turki - akan menutup perbatasannya dengan Kurdistan Irak dan mengancam untuk memblokir ekspor utama kawasan itu.
Kurdi Irak mengekspor rata-rata 600.000 barel minyak per hari melalui pipa yang mengalir melalui Turki ke Ceyhan di Laut Tengah.
Erdogan kini mengancam untuk menghentikan ekspor minyak ini dan mengecam referendum yang disebutnya "tidak sah". Dia juga mengatakan bahwa perbatasan Habur Turki dengan Irak Kurdistan akan ditutup.
Iran, yang juga memiliki daerah dengan banyak warga Kurdi, meningkatkan tekanan dan mengumumkan hari Minggu (24/9) bahwa pihaknya telah memblokir semua penerbangan ke dan dari wilayah tersebut atas permintaan Baghdad.
Namun di kota Qadishli yang dihuni warga Kurdi di Suriah, referendum itu disambut dengan perayaan di seluruh kota, tanda solidaritas dengan saudara-saudara mereka di seberang perbatasan.
Setelah Perang Dunia I, status warga Kurdi memang menjadi tidak jelas setelah perbatasan di Timur Tengah dirancang sepihak oleh penguasa kolonial masa itu. Warga Kurdi menjadi salah satu kelompok terbesar dunia tanpa kewarganegaraan.
Jumlah kelompok etnis non-Arab yang tersebar di Irak, Iran, Turki dan Suriah mencapai antara 25 dan 35 juta orang.
ISIS Maju, Pejuang Kurdi Bertahan
Kobani jadi sasaran serangan IS selama beberapa pekan. 180.000 warga Kurdi sudah melarikan diri, dan 2.000 orang termasuk perempuan dan anak-anak dievakuasi beberapa hari terakhir. IS belum berhasil sampai pusat kota.
Foto: Aris Messinis /AFP/Getty Images
IS Semakin Kuasai Kobane
Asap membumbung tinggi dari gedung-gedung kota Kobani di utara Suriah, dekat perbatasan dengan Turki (06/10). Islamic State (IS) telah duduki sebagian kota dan kibarkan bendera mereka di atas sebuah gedung. Namun pejuang Kurdi yang bertahan di kota itu masih perjuangkan beberapa bagian kota. Di pusat kota masih berkibar bendera Kurdi. Demikian laporan wartawan AFP dari front, Selasa (07/10).
Foto: Aris Messinis /AFP/Getty Images
Angkatan Darat Turki Ditempatkan Dekat Perbatasan
Tank-tank Turki mengambil posisi di dekat kota Suruc, provinsi Sanliurfa (06/10). Pejuang Kurdi bersumpah tidak akan menyerah, walaupun berjumlah lebih sedikit daripada teroris IS. Sementara itu, serangan udara baru di bawah pimpinan AS difokuskan pada posisi IS di wilayah barat daya Kobani, Selasa (07/10).
Foto: Reuters/Umit Bektas
Dukungan bagi Pejuang Kurdi
Seorang pria Kurdi tendang tabung gas air mata yang digunakan militer Turki untuk menghalau warga sipil dan reporter yang berkumpul di dekat desa Mursitpinar, tak jauh dari Kobane (06/10), agar tidak semakin dekati perbatasan. Walaupun mortir tampak berjatuhan di beberapa bagian Kobani, reporter Reuter melihat sekitar 30 orang lintasi perbatasan. Tampaknya mereka akan membantu pertahankan Kobani.
Foto: Aris Messinis /AFP/Getty Images
Perempuan Yasidi Korban ISIS
IS melancarkan serangan besar di bagian utara Irak, termasuk kota Sinjar yang jadi kediaman banyak warga Yasidi, 2 Agustus. Dalam serangan teror itu IS membunuh sejumlah besar pria Yasidi. Mereka juga membunuh, menculik serta memperkosa sejumlah besar perempuan dan anak perempuan Yasidi. Sebagian dari mereka dijual kepada teroris IS dengan harga murah, namun beberapa orang berhasil melarikan diri.
Foto: Martin Durm
Kekuatan IS
Setelah mengalahkan pasukan pemerintah dalam serangan yang diluncurkan 9 Juni, Islamic State (IS) berhasil merebut kota terbesar kedua Irak yakni Mosul dan melanjutkan serangan dan berulangkali sukses. Namun kelompok jihadi tersebut ketika itu masih relatif kecil dan kekuatannya tidak terletak dalam jumlah. Berikut alasan yang diidentifikasi oleh para ahli militer mengenai kenapa IS sukses.
Foto: picture alliance / AP Photo
Punya Senjata Baru
Islamic State menggunakan peralatan militer yang mereka rebut dari para musuh yang mereka taklukkan, termasuk tank-tank, Humvees, rudal dan berbagai senjata berat lainnya. Sejumlah perlengkapan, sebagian besar buatan Amerika, yang ditinggal kabur pasukan Irak yang melarikan diri ketika para jihadis meluncurkan serangan pertama mereka lebih dari dua bulan lalu, telah mengubah kemampuan IS.
Foto: picture alliance/AP Photo
Pengalaman Suriah
IS telah lama memiliki pijakan di Irak – yang bahkan menjadi tempat inkarnasi pertama kelahiran kelompok itu pada 2004 – namun apa yang membuat mereka kuat seperti hari ini adalah berkat pertempuran di negara tetangga Suriah. Mereka telah memerangi rezim Suriah dan kelompok pemberontak saingannya sejak 2011, kelihatan tidak takut mati dan mengadopsi taktik yang sangat agresif.
Foto: picture alliance/AP Photo
Memilih Perang dengan Cerdik
IS telah memilih perang dengan kecerdikan yang tajam, memfokuskan diri pada wilayah-wilayah Sunni di mana mereka bisa mendapatkan dukungan, infrastruktur-infrastruktur kunci atau tempat-tempat yang tidak dijaga dengan baik, serta pada saat bersamaan menghindari kekalahan yang tidak perlu untuk tetap memelihara momentum dan kesatuan di dalam organisasi.
Foto: Reuters
Propaganda Efektif
IS menggunakan faktor ketakutan untuk menaklukkan seluruh kota tanpa perlawanan. Mereka menggunggah berbagai foto mengerikan orang-orang yang dipenggal dan dimutilasi, untuk merekrut dan meradikalisasi anak muda dan pada saat bersamaan membuat musuh ketakutan.
Foto: picture-alliance/dpa
Musuh Yang Lemah
Satu-satunya faktor tunggal terbesar yang membuat para jihadis itu kelihatan kuat adalah lemahnya para lawan mereka. “Angkatan bersenjata Kurdi relatif baik menurut standar Irak, tapi mereka betul-betul prajurit infantri yang “ringan”. Mereka yang berpengalaman memerangi Saddam Hussein telah pergi dan digantikan oleh orang-orang yang lebih muda,” kata Cordesman, mantan pejabat pertahanan AS.