1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Ketika Cinta Saya Tertambat di Bonn

Bobby Steven
4 Desember 2020

Lain sekali dengan makam di pedesaan Indonesia yang biasanya seram, Poppelsdorfer Friedhof justru makam yang membuat siapa pun senang melewatinya. Ya, makam di Jerman rapi dan hijau sehingga nyaman. Oleh Bobby Steven.

Bobby Steven di Bonn
Bobby Steven di Bonn tahun 2014Foto: Bobby Steven

Saat masih remaja, salah satu idola saya adalah BJ. Habibie, tokoh dirgantara yang tenar sebagai pencipta pesawat buatan Indonesia dengan teknologi yang ia pelajari dari Jerman. Saya tak pernah mengira bahwa perjalanan hidup saya akan mengantar saya ke Jerman, negeri di mana sang idola saya pernah menimba ilmu.

Kesempatan untuk belajar Bahasa Jerman di Bonn saya dapatkan melalui beasiswa yang ditawarkan kampus saya di Roma pada tahun 2014 lalu. Saya diberi kesempatan untuk mengikuti kursus level dasar Bahasa Jerman di Kreuzberg Sprachinstitut di kota Bonn dari 1 Juli sampai 30 Agustus 2014.

Selama kursus, saya tinggal di asrama yang dikelola para suste. Sebuah asrama yang amat nyaman dan hijau. Saya senang sekali bisa berteman dengan teman-teman mahasiswa dari seluruh dunia. Seingat saya, ada mahasiswa dari Indonesia, Israel, Venezuela, Meksiko, Argentina, Filipina, dan Tonga yang belajar bahasa Jerman di Institut Kreuzberg Bonn.

Kami cepat akrab. Bersama teman-teman pria, saya bermain sepak bola di lapangan kecil di dalam asrama. Di akhir pekan, kami adakan pesta kebun. Teman-teman mahasiswi dari Amerika Latin mengajak saya yang tak biasa menari untuk berdansa. Meskipun badan kaku seperti kayu, saya iyakan saja ajakan mereka. Suasana cair tercipta di antara kami yang berbeda bangsa dan budaya.

Botanischer Garten di Universitas Bonn (29/8/2014) Foto: Bobby Steven

Pekuburan Bonn yang hijau dan nyaman

Tiap hari saya berjalan kaki melintasi Poppelsdorfer Friedhoff untuk menuju ke tempat kursus di pusat kota Bonn. Apa itu Poppelsdorfer Friedhof? Sebuah makam! Akan tetapi, lain sekali dengan makam di pedesaan Indonesia yang biasanya seram, Poppelsdorfer Friedhof justru makam yang membuat siapa pun senang melewatinya. Ya, makam di Jerman rapi dan hijau sehingga nyaman, bukan hanya bagi orang yang sudah meninggal, tapi juga bagi orang yang masih hidup.

Bahasa Jerman bukan bahasa yang sederhana untuk dipelajari. Saya harus bekerja keras menghafalkan genus dari tiap kata bahasa Jerman yang saya pelajari. Syukurlah, dosen saya penyabar dan mahir membimbing para mahasiswanya. Namanya Peter Schaarschmidt. Ia juga suka bercerita tentang hal-hal remeh di luar materi kursus sehingga suasana belajar tidak membosankan.

Di akhir pekan, saya memiliki banyak kesempatan untuk menikmati keindahan Bonn. Salah satu tujuan favorit saya adalah “Botanischer Garten” milik Universitas Bonn. Kebun botani itu memiliki koleksi tanaman dari seluruh dunia, termasuk dari Indonesia.

Saya sempat melihat tanaman serai dan sejumlah tanaman obat Indonesia di kebun yang terawat dengan baik itu. Ada taman kaktus dengan koleksi kaktus yang unik. Juga ada rumah kaca, di mana orang bisa menikmati kesejukan ala hutan tropis. Di rumah kaca itu ada pula iguana, yang membuat pengunjung betah berlama-lama menikmati pesona ciptaan Tuhan.

Keindahan Sungai Rhein tak bisa saya lewatkan. Suatu hari saya naik kapal wisata yang mengarungi sungai yang bersih itu. Di tepi sungai, bermekaran aneka bunga musim panas yang indah. Panorama sempurna bagi saya yang memang sangat suka keindahan alam dan tanaman.

Temanku Pilemon Sitio di depan Offener Bücherschrank di BonnFoto: Bobby Steven

Lemari buku untuk semua di boks telefon umum

Saat senja di akhir pekan, saya berjalan-jalan ke taman-taman kota. Salah satunya terletak tak jauh dari tepian Rhein. Yang membuat saya terkejut, masih banyak kelinci liar berkeliaran di taman itu. Wah, seandainya di Indonesia, kelinci-kelinci itu pasti sudah lama berpindah ke dalam panci. Maklumlah, orang Indonesia memang pecinta kelinci, terutama dagingnya.

Salah satu pengalaman mengesankan ialah saat saya melihat di tempat-tempat umum bersama teman saya Pilemon Sitio, ada lemari buku yang ramai disambangi orang, mulai dari anak sampai kakek-nenek. Namanya “Offener Bücherschrank” di dekat Universitäts und Landesbibliothek Bonn, yaitu gedung perpustakaan kota.

Yang unik, salah satu lemari buku itu adalah bekas boks telefon umum. Daripada merobohkannya, boks telefon itu dipakai sebagai lemari buku. Semua orang boleh pinjam gratis. Kelihatannya warga juga boleh menaruh buku untuk menambah koleksi. Minat baca dan minat berbagi ilmu masyarakat Jerman  memang patut diacungi jempol. Tak heran, banyak pemikir hebat berasal dari Jerman.

Jerman menang Piala Dunia 2014 di Brasil

Salah satu peristiwa istimewa yang tak bisa saya lupakan adalah malam final Piala Dunia 2014 pada tanggal 13 Juli 2014. Pada gelaran Piala Dunia di Brasil itu, secara meyakinkan Tim Jerman mengalahkan tuan rumah dengan skor 1-7 di babak semifinal. Jerman melenggang ke final menantang Argentina yang diperkuat Lionel Messi.

Saya menikmati pertandingan final di sebuah kafe di pusat kota Bonn. Pertandingan final berjalan dengan ketat hingga harus berlanjut ke babak perpanjangan. Saat itulah Mario Götze mencetak gol penentu kemenangan pada menit ke-113. Saat pertandingan berakhir dengan kemenangan Jerman, euforia melanda jalanan Bonn. Anak-anak muda turun ke jalan untuk mencegat bus yang lewat. Anak-anak muda itu bahkan menggoncang-goncang bus seperti orang gila. Sopir dan penumpang bus pun memahami euforia itu dengan berhenti sejenak dan ikut merayakan kemenangan Jerman.

Saya ikut bersorak dan berjingkrak-jingkrak bersama anak-anak muda di jalanan. Setidaknya saya bisa merasakan bagaimana bangganya orang Jerman saat tim nasional menjuarai Piala Dunia. Saya pikir, ini penghiburan bagi saya, seorang warga Indonesia yang mungkin tidak akan pernah melihat tim nasionalnya berlaga di putaran final Piala Dunia.

*Bobby Steven MSF adalah mahasiswa pascasarjana di Universitas San Tommaso d'Aquino, Roma, Italia.

**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri. (hp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait