Di antara lautan meme dan tagar #2019GantiPresiden dan #2019TetapJokowi dan beragam lainnya, nampak politik pengidolaan masih mewarnai pilkada 2018 dam pemilu presiden tahun 2019. Simak opini Uly Siregar.
Iklan
Pemilihan Presiden tahun 2014 tak hanya melahirkan Joko Widodo sebagai presiden tapi juga menjadikannya sebagai idola dengan barisan pendukung fanatik. Begitu fanatiknya pendukung Jokowi, mulai soal kebijakan hingga penampilan, jangan coba-coba mencela apa pun yang Jokowi lakukan kalau tak ingin dirisak dari segala penjuru mata angin Indonesia.
Tentu saja Jokowi bukan satu-satunya idola. Meski gagal mengalahkan Jokowi dalam pilpres, Prabowo tak kekurangan pendukung. Saking cintanya, pendukung Prabowo pun masih berharap dia maju lagi menantang Jokowi di pilpres 2019. Mungkin mereka para pendukung fanatik Prabowo terinspirasi film-film laga produksi Hollywood: di awal-awal jagoan pasti kalah babak-belur, tapi setelahnya ada ‘revenge' yang manis, dan pada akhirnya sang jagoan akan memenangkan pertarungan. Selalu ada kesempatan untuk menang.
Yang tak kalah militan adalah pendukung Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Mantan gubernur DKI Jakarta satu ini jelas-jelas memiliki pendukung fanatik. Meskipun Ahok dikalahkan Anies Baswedan di pilgub 2017, tak lantas membuat pendukungnya mati angin. Apalagi sejak Ahok divonis penjara 2 tahun. Bukannya dicemooh, Ahok justru makin dipuja. Ia digambarkan laksana berlian yang akan tetap bersinar meski dibuang di mana pun juga. Teman saya banyak yang jadi cengeng ketika bicara soal Ahok yang menurut pandangan pendukungnya dizalimi.
Tak ada yang salah dengan pengidolaan. Mengidolakan seseorang, dari orang terdekat hingga figur publik seperti artis, atlet, politisi, penyair, adalah sesuatu yang normal. Berawal dari rasa kagum terhadap seseorang, lantas secara bertahap semakin menguat hingga melibatkan emosi. Jangan heran kalau para pengagum sang idola seringkali merasa kenal secara pribadi dengan sang idola meski tak pernah bertemu. Apa pun yang menyangkut sang idola menjadi menarik. Berita baik tentang sang idola pun dirayakan, sementara musibah yang menimpa sang idola membuat pencintanya ikut merasakan kepedihan.
Jokowi Blusukan di Papua
Presiden Joko Widodo membawa Ibu Negara Iriana dan sejumlah menteri dalam kunjungan kerja ke Papua. Ini adalah kedelapan kalinya Jokowi melawat ke provinsi di ufuk timur tersebut.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Setpres
Delapan Kali di Papua
Selama lima jam Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Widodo menumpang pesawat kepresidenan ke Papua. Ini adalah kali ke-delapan presiden mengunjungi provinsi di ufuk timur Indonesia itu sejak dilantik Oktober 2014 silam.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Setpres
Sertifikat Tanda Kemakmuran
Dalam kunjungannya kali ini presiden mendapat agenda ketat. Setibanya di Jayapura, Jokowi dijadwalkan menyerahkan 3.331 sertifikat hak atas tanah kepada penduduk setempat. Ia berpesan agar penduduk menyimpan dokumen penting tersebut dengan aman. "Dimasukkan ke plastik, difotokopi, jadi kalau hilang ngurus-nya lebih gampang," ujar Presiden.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Setpres
Kepemilikan Permudah Pinjaman
Penyerahan sertifikat tanah dinilai penting sebagai pondasi kemakmuran. Kini penduduk bisa menggunakan sertifikat tersebut untuk menambah pinjaman usaha. "Tapi hati-hati untuk agunan ke bank tolong dihitung, dikalkulasi bisa mencicil, bisa mengembalikan ndak setiap bulan? Kalau ndak, jangan," ucap Presiden.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Setpres
Sertifikat Kurangi Konflik Tanah
Tahun 2017 silam pemerintah membagi-bagikan 70.000 sertifikat kepada penduduk Papua. Tahun ini Badan Pertanahan Nasional menargetkan penyerahan 20.000 sertifikat tanah tambahan.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Setpres
Rombongan Menteri di Jayapura
Selain presiden dan ibu negara, rombongan kenegaraan ini juga dihadiri Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil, Menteri Seketaris Negara Pratikno, Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono dan Menteri Kesehatan Nila Moeloek.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Setpres
Blusukan Infrastruktur
Selain bertemu penduduk, rombongan presiden juga dijadwalkan mengunjungi sejumlah proyek infrastruktur vital, antara lain Pasar Mama Mama yang khusus dibangun buat kaum perempuan dan jembatan Holtekamp di atas Teluk Youtefa.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Setpres
Jembatan Memangkas Jarak
Jembatan sepanjang 732 meter ini menghubungkan Jayapura dengan Muara Tami. Keberadaan jembatan di atas Teluk Youtefa memangkas waktu perjalanan dari yang semula 2.5 jam menjadi hanya satu jam saja.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Setpres
7 foto1 | 7
Terlena dalam ‘kebaperan‘
Dalam kasus Ahok, para pendukungnya yang sering digelari Ahoker ini tak malu-malu menunjukkan kecintaan pada sang idola. Begitu cintanya mereka, saat Ahok lengser sebelum jabatan gubernur berakhir, Balai Kota DKI Jakarta dibanjiri bunga kiriman dari pendukung Ahok. Ibu-ibu datang menunjukkan solidaritas sambil bercucuran air mata. Media sosial dipenuhi tulisan-tulisan menyentuh tentang disingkirkannya seorang pemimpin yang baik. Ketika Ahok berkirim surat dari penjara dan dipublikasikan oleh Tim BTP di laman resmi Basuki Tjahaja Purnama yang memiliki follower 2,5 juta sontak terjadi baper (ed: terbawa perasaan) massal di antara pendukung Ahok.
Sayangnya, soal puja-memuja ini sesungguhnya tak terlalu produktif saat bersinggungan dengan politik dan bagaimana kita sebagai masyarakat memilih pemimpin-pemimpin terbaik. Ketika politik seharusnya digunakan untuk menemukan formula yang tepat dalam menghasilkan pemerintahan yang bersih dan efektif, rakyat masih terlena dengan urusan pengidolaan. Sulit untuk memberikan pemahaman mendalam di tataran kebijakan dan argumen-argumen yang bersifat filosofis ketika pemahaman seseorang berhenti di tataran mitos dan pengidolaan.
Seribu Lilin Buat Ahok
Ribuan warga menyalakan lilin di kota-kota besar di Indonesia untuk menyatakan solidaritas untuk Basuki Tjahaja Purnama setelah divonis penjara dua tahun atas dakwaan penodaan agama. Berikut foto-fotonya.
Foto: Reuters/Antara/S. Kurniawan
Solidaritas dalam Lilin
Menyusul vonis penjara dua tahun buat Basuki Tjahaja Purnama dalam kasus penodaan agama, ribuan warga berkumpul di sejumlah kota di Indonesia sembari menyalakan lilin. Mereka antara lain berdemonstrasi di Tugu Proklamasi, Jakarta, dan Tugu Yogyakarta.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. Roszandi
Duka dan Dukungan
"Kita semua di sini mungkin sedih dan terpuruk, saya yakin Pak Ahok butuh support dan dukungan teman-teman semua," kata koordinator Solidaritas Rakyat Jakarta untuk Keadilan, Nong Darol, seperti dilansir Detik.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. Husni
Merambat ke Timur
Aksi bakar seribu lilin juga dilakukan masyarakat Minahasa Utara. Selain itu ribuan lain melakukan aksi serupa di Manado. Sementara di Papua, seratusan warga dilaporkan berkerumun di Taman Imbi yang terletak di jantung Kota Jayapura untuk memrotes hukuman penjara atas Ahok. "Ini aksi spontanitas warga yang cinta damai, anti radikalisme, dan kekerasan," kata seorang warga kepada Liputan6.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. Roszandi
Membangun Harapan
Sastrawan senior, Goenawan Mohamad, yang mengikuti aksi massa di Tugu Proklamasi, menulis lewat Twitter, "ketika harapan hilang, di hari itu juga harapan dibangun kembali." Selain tokoh lintas agama, Nana Riwayatie yang merupakan kakak angkat Ahok turut hadir. Ia menyampaikan apresiasi atas dukungan masyarakat.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. Roszandi
Persatuan di Tugu Proklamasi
Kepada Detik, Charol Vernando, salah seorang simpatisan Ahok mengatakan Tugu Proklamasi dipilih "karena menyimbolkan proklamasi di Indonesia, menyimbolkan persatuan dan kesatuan Indonesia."
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Demonstrasi Lewat Lagu
Sebelumnya warga juga berkumpul di depan markas Brigade Mobil di Depok setelah Ahok dipindahkan dari Cipinang. Aksi serupa digelar di Balai Kota ketika ribuan warga berkumpul sembari menyanyikan lagu nasional di bawah panduan Addie MS.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Solidaritas Lintas Negara
Aksi solidaritas untuk Basuki Tjahaja Purnama juga akan digelar di sejumlah kota besar di luar negeri, antara lain di Kanada, Amerika Serikat, Australia dan Jerman. Menurut undangan yang disebarkan di Perth, Australia, aksi tersebut dilakukan untuk menyatakan dukungan kepada Pancasila dan kebhinekaan di Indonesia. (ed:rzn/ap)
Foto: Reuters/Antara/S. Kurniawan
7 foto1 | 7
Ambil contoh di Amerika Serikat. Pendukung Donald Trump sesungguhnya tahu betapa banyak fakta yang dibelokkan oleh Trump. Namun bagi mereka pendukung fanatik, Trump adalah sebuah gambar besar yang betapapun tercela tetap sebuah figur yang membawa doktrin-doktrin sesuai selera mereka. Trump yang gaya bicaranya kasar dan sering menyinggung lawan-lawannya dikatakan pendukungnya sebagai orang yang ‘berkata apa adanya'. Trump yang terkait skandal seks dengan pelacur tetap mendapatkan pembenaran dari pemuka agama Kristen sekalipun dengan alasan ‘itu persoalan masa lalu, Tuhan sudah memaafkan'. Dan banyak lagi pemakluman-pemakluman lain yang tak akan diberikan secara murah hati pada mereka yang bukan idola, apalagi mereka yang merupakan lawan politik.
Pengidolaan dalam dunia politik terjadi ketika seorang tokoh menjelma menjadi sesuatu yang absolut. Prinsip ‘pokoknya' menjadi makanan sehari-hari. Figur idola dianggap sebagai sebuah entitas yang harus selalu disepakati, dibela, termasuk dilindungi. Karena itu pada masa-masa perebutan kekuasaan seperti pilpres dan pilkada pihak-pihak yang bertarung dan pendukungnya pun tak putus-putusnya saling menyerang.
Bila figur idola mereka kalah, mereka seperti mengalami kematian. Akhirnya ke depan fokus mereka adalah menolak apapun yang disodorkan pihak lawan, dan sebisa mungkin mencari-cari kesalahan, seberapa pun kecilnya, serta menyepelekan kesuksesan pihak lawan. Padahal masyarakat yang sejahtera hanya bisa terwujud ketika semua pihak—baik yang bersepakat atau pun berseberangan—melakukan konsolidasi dan menemukan kesamaan kepentingan yang bisa diterima semua golongan masyarakat.
'Fire and Fury': Buku Heboh Tentang Donald Trump di Gedung Putih
Buku ini bahkan sudah menghebohkan, sebelum dirilis: Tulisan wartawan AS Michael Wolff membuat marah Washington. Padahal disusun berdasarkan wawancara dengan para pejabat tinggi dan dengan Donald Trump sendiri.
Foto: picture-alliance/AP/B. Anderson
Fire and Fury
Petikan-petikan yang diterbitkan media di AS dan Inggris dari buku baru karya jurnalis Michael Wolff "Fire and Fury: Inside the Trump White House" menawarkan pandangan langka dalam kamar kerja Gedung Putih. Inilah beberapa kutipannya.
Foto: picture-alliance/AP/B. Camp
Melania berlinang air mata
Sesaat setelah pukul 8 malam pada malam pemilu, ditayangkan tren tak terduga. Trump benar-benar bisa menang. Don Jr. katakan pada seorang teman bahwa ayahnya, atau DJT, begitu dia memanggilnya, terlihat seperti habis melihat hantu. Melania berlinang air mata - bukan tangis kegembiraan. Dalam waktu kurang dari satu jam, Trump berubah dari tokoh yang tidak percaya, jadi Trump yang mengerikan.
Foto: picture-alliance/AP/V. Mayo
Ivanka Trump Presiden Perempuan Pertama di AS?
Jared Kushner dan Ivanka memutuskan untuk menerima jabatan di Sayap Barat Gedung Putih. Mereka membuat kesepakatan bersama: Jika suatu saat nanti ada kesempatan menjadi presiden, Ivanka yang diusung. Impiannya: bukan Hillary Clinton, melainkan Ivanka Trump yang akan menjadi presiden perempuan pertama di AS.
Foto: picture-alliance/AP/M. Sohn
Menikmati Hidangan Cepat Saji
"Dia sejak lama takut diracun, satu alasan mengapa dia suka makanan McDonald's - tidak ada yang tahu dia bakal muncul dan makanannya sudah siap dihidangkan dengan aman", demikian cuplikan buku tersebut.
Foto: Instagram
Teori Steve Bannon
"Musuh sebenarnya, kata Steve Bannon, adalah Cina". Cina adalah front pertama dalam sebuah Perang Dingin baru. Cina adalah segalanya. Tak ada yang lain. Kalau kita tidak membereskan Cina, kita tidak akan membereskan apapun. Sesederhana itu. Cina ibarat Nazi Jerman tahun 1929 sampai 1930. Orang Cina, seperti Jerman, adalah bangsa paling rasional di dunia, sampai mereka tidak (rasional) lagi."
Foto: picture-alliance/AP/B. Anderson
Bannon: Donald Jr. Bersifat Pengkhianat
Donald Trump Jr, Jared Kushner dan manajer kampanye Paul Manafort, meyakini ada baiknya bertemu dengan wakil pemerintah asing di Trump Tower di ruang konferensi lantai 25 - tanpa pengacara. "Bahkan jika Anda berpikir bahwa dia tidak berkhianat, atau tidak patriotik, atau dia buruk, dan kebetulan saya memikirkan semua itu, Anda seharusnya segera menghubungi FBI," kata Bannon.
Foto: picture-alliance/AP/C. Kaster
Jika Kalahpun Tetap Menang
Andaipun dia kalah, Trump bakal sangat terkenal dan menjadi martir melawan Hillary. Putrinya Ivanka dan menantunya Jared akan menjadi selebriti internasional. Steve Bannon de facto akan menjadi kepala gerakan tea party. Melania Trump, yang oleh suaminya telah diyakinkan bahwa dia tidak akan menjadi presiden, bisa kembali pergi makan siang tanpa gangguan. "Kalah tapi menang." hp/as (dw, ap)
Foto: picture-alliance/AP/B. Anderson
7 foto1 | 7
Dalam politik, pengidolaan adalah kontra produktif
Masyarakat sebaiknya menjauhkan diri dari politik pengidolaan dan ketergantungan pada mitos-mitos. Fanatisme pada idola di dunia politik hanya akan membuahkan kekecewaan. Apalagi para politisi terkenal jago bermanuver, dan hampir tak bisa dipegang janjinya. Bila ingin bernegara dan bermasyarakat dengan baik, seharusnya setiap indvidu melihat pelaku politik sebagai pihak yang setara, bukan di atas hingga harus dipuja-puja atau di bawah hingga perlu dihina dan dicampakkan. Sebagai partner masyarakat, pemimpin seharusnya tidak steril dari kritik, namun tak juga harus selalu dicela dan dibantai setiap gerak langkahnya.
Dalam situasi politik yang kian memanas di Indonesia, menjadi pihak yang moderat berarti berperang melawan pengidolaan yang berlebihan. Bila bebas dari persoalan pemujaan, seseorang sejatinya bisa lebih jernih melihat persoalan yang dihadapi. Dalam konteks memilih pemimpin, mereka yang moderat akan lebih pintar memilih mana yang pantas menjadi pemimpin. Mereka juga bebas menyuarakan kepentingan tanpa harus memiliki ketergantungan untuk loyal pada seorang figur.
Nah, masalahnya, di antara lautan meme dan tagar
#2019GantiPresiden dan #2019TetapJokowi dan beragam lainnya, mungkinkan sikap menolak pengidolaan itu terjadi di masa perebutan kekuasaan tahun 2019?
Penulis: Uly Siregar (ap/vlz)
Bekerja sebagai wartawan media cetak dan televisi sebelum pindah ke Arizona, Amerika Serikat. Sampai sekarang ia masih aktif menulis, dan tulisan-tulisannya dipublikasikan di berbagai media massa Indonesia.
@sheknowshoney
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Inilah Pemimpin Dunia dengan 'Follower' Terbanyak di Facebook
Dengan 'follower' lebih dari 40 juta orang,PM India, Narendra Modi adalah pemimpin negara dengan pengikut Facebook terbanyak. Peringkat kedua ditempati Presiden AS Donald Trump. Siapa lagi yang populer di Facebook?
Foto: picture alliance/dpa/T.Maury
PM India Narendra Modi
Menurut hasil studi perusahaan PR Burson-Marsteller, PM Modi memiliki lebih dari 40 juta follower pada laman pribadinya. Ini mungkin hal yang tidak aneh, mengingat India memiliki lebih dari 1,2 milyar penduduk. Tapi CEO Facebook Zuckerberg tetapi menganggapnya sebagai contoh bagaimana media sosial membantu untuk mendekatkan pemerintah dengan warga.
Foto: Getty Images/K.Frayer
Presiden AS Donald Trump
Trump memiliki sekitar 20 juta follower pada laman pribadinya. Akun Twitter-nya lebih populer lagi dengan 25 juta pengikut. Studi Burson-Marsteller menganalisa aktivitas 590 laman Facebook kepala pemerintahan dan menteri luar negeri selama tahun 2016 menggunakan data agregat dari Crowdtangle Facebook.
Foto: Getty Images/AFP/N. Kamm
Ratu Rania dari Yordania
Ratu Rania, istri Raja Abdullah II, memiliki lebih dari 10 juta follower. Ini lebih banyak dari populasi keseluruhan Yordania. Ratu yang sangat populer ini menampilkan imej kebaratan perempuan Muslim Arab yang menarik bagi media barat,
Foto: picture alliance/dpa/Balkis Press
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Presiden Erdogan memiliki 9 juta follower. Tahun lalu ia adalah pemimpin dunia dengan follower terbanyak ketiga di Facebook. Setelah mantan presiden AS Barack Obama dan Modi.
Foto: Reuters/T. Schmuelgen
Presiden Mesir Abdel el-Sissi
Laman Facebook Presiden el-Sissi followernya mencapai 7 juta. Laporan studi berfokus pada seberapa sering ada postingan dan berapa banyak "interaksi total" (suka, komentari, dan bagikan) pada setiap posting.
Foto: Getty Images/AFP/M. El-Shahed
PM Kamboja Hun Sen
Studi juga menganalisa interaksi media sosial para pemimpin dunia dengan orang lain. Menurut laporan studi, akun Facebook PM Kamboja Hun Sen menggalang lebih dari 58 juta interaksi, dan menempatkannya di posisi ketiga setelah Modi.
Foto: Getty Images/AFP/T.C.Sothy
Obama Tetap Terpopuler
Walau tidak lagi menjadi pemimpin negara di tahun 2017, akun Facebook mantan Presiden AS Barack Obama masih memiliki 54 juga follower - hampir setara dengan jumlah keseluruhan follower semua pemimpin dunia saat ini.