Sekitar 900 perwakilan dari 17 agama di dunia bertemu di Jerman untuk mendorong perdamaian. Tak hanya pemuka Buddha dari Myanmar, acara di tepi danau Konstanz ini juga mempertemukan rabbi Yahudi dengan mullah dari Iran.
Iklan
Sebuah patung kayu setinggi 7,5 meter berbentuk cincin bakal menghiasi danau Konstanz dalam beberapa pekan ke depan, ketika perwakilan 17 agama di dunia berkumpul di Lindau, sebuah kota kecil di selatan Jerman. Patung itu dinamakan "Ring for Peace" dan terbuat dari potongan kayu yang dikumpulkan dari berbagai penjuru dunia.
Antara 20 hingga 23 Agustus Lindau menjelma dari sebuah kota kabupaten menjadi pusat pertemuan agama-agama manusia. Sebanyak 900 pemuka agama dari 100 negara akan datang ke acara lima tahunan tersebut.
Lindau dinilai bisa menawarkan panggung netral untuk membahas isu-isu pelik. Pasalnya konferensi ini juga mengundang perwakilan dari negara-negara seteru seperti Ukraina dan Rusia, Iran dan Israel atau Myanmar dan Bangladesh.
Penggagas acara ini ingin menekankan tanggung jawab agama dalam merawat dan membidani perdamaian. Paradigma ini ikut menjadi tren di panggung politik internasional, di mana pemerintah melibatkan pemuka agama sebagai mitra dialog.
Peran Ganda Agama
Karena agama memiliki peran ganda, menurut Gunnar Stalsett yang dulu menjabat uskup di Norwegia sebelum bergabung dengan World Council of Religions for Peace. "Di berbagai konflik agama menjadi akar masalah, tapi agama juga bagian penting dari solusi damai," ujarnya.
Menurutnya adalah hal penting untuk memperkuat kesediaan dialog di kalangan pemuka agama.
Menanamkan Kembali Semangat Multikulturalisme
01:18
Dalam hal ini Religions for Peace mencatat kemajuan setelah berhasil mengajak pemuka agama untuk berdialog menuntaskan konflik berdarah di Bosnia, Sierra Leone atau Myanmar, kata William F. Vendley, Sekretaris Jendral Religions for Peace.
Keterlibatan Perempuan
Namun dia juga tidak menyembunyikan kegagalan upaya merajut damai seperti yang terjadi di Suriah dan Irak. Vendley menekankan betapa dunia "semakin terkoneksi satu sama lain." Di masa depan, kata dia, "kita tidak lebih aman ketimbang yang paling terancam di antara kita."
Dalam konferensi di Lindau, para pemuka agama juga ikut menggandakan kuota delegasi perempuan yang diundang. Agama "biasanya didominasi laki-laki," kata Ulrich Schreider. Sebab itu menurutnya penting, "adanya kuota buat perempuan agar mereka bisa ikut bersuara."
Konferensi ini juga akan membahas peran perempuan dalam perdamaian. Untuk itu penyelenggara mengundang perwakilan perempuan dari berbagai kawasan konflik di Timur Tengah dan Afrika Utara.
rzn/ap
10 Fakta Tentang Rebutan Yerusalem
Yerusalem salah satu kota tertua di dunia dan paling diperebutkan sejak ribuan tahun. Ini kota suci bagi tiga agama besar, Yahudi, Kristen dan Islam. Berikut 10 fakta pemicu konflik Yerusalem
Foto: picture-alliance/Zumapress/S. Qaq
Yerusalem Kotanya Nabi Daud
Perjanjian Lama menyebut, Raja Daud dari dua kerajaan Judah dan Israel, merebut kota Yerusalem dari tangan kaum Jebusit pada 1000 tahun SM. Daud menjadikan kota sebagai pusat kerajaan dan keagamaan. Menurut Injil, Raja Sulaiman, anak Raja Daud membangun kenisah Yahweh pertama di sini. Yerusalem menjadi pusat agama Yahudi.
Foto: Imago/Leemage
Rebutan antara Babylonia dan Persia
Raja Babylonia, Nebuchadnezzar II (duduk di takhta) dua kali merebut Yerusalem tahun 597 dan 586 SM. Ia memenjarakan Raja Jehoiakim dan kaum elite Yahudi dan menghancurkan kenisah mereka. Kisah Injil menyebutkan Raja Cyrus Akbar dari Persia menumbangkan Babylonia (540 SM) dan membebaskan kaum Yahudi serta membangun kembali kuil mereka di Yerusalem.
Foto: picture-alliance/Mary Evans Picture Library
Pendudukan Romawi dan Byzantium
Yerusalem berada di bawah kekaisaran Romawi sejak 63 M. Perlawanan kaum Yahudi mencetuskan perang pada 66 M, yang dimenangkan Romawi. Kuil mereka di Yerusalem kembali mengalami aksi penghancuran. Romawi dan Byzantium menguasai Palestina selama 600 tahun.
Foto: Historical Picture Archive/COR
Diduduki Kaum Muslim
Di bawah pimpinan Kalifah Umar (naik onta), tentara Muslim mengepung dan menguasai Yerusalem 637M. Di era pendudukan Muslim, penguasa yang saling bermusuhan dan dari berbagai mazhab Islam silih berganti menguasai Yerusalem.
Foto: Selva/Leemage
Perang Salib
Kekalifahan Seljuq mulai 1070 M terus meluaskan kekuasaan. Akibatnya kaum Kristen merasa terancam. Paus Urban II kemudian mencanangkan Perang Salib. Dalam 200 tahun seluruhnya ada lima kali perang memperebutkan Yerusalem. Tahun 1244 pasukan Kristen kalah total oleh tentara Muslim yang kembali menguasai Yerusalem.
Foto: picture-alliance/akg-images
Kekaisaran Ustmaniyah dan Pendudukan Inggris
Setelah menaklukan Mesir dan Arabia, Kekaiasaran Ustmaniyah memasukan Yerusalem ke dalam administratif distriknya pada 1535. Kota ini kembali mencapai kejayaannya. Tapi tahun 1917 tentara Inggris mengalahkan pasukan Ustmaniyah. Palestina diduduki Inggris dan Yerusalem jatuh tanpa pertempuran apapun.
Foto: Gemeinfrei
Kota Yang Terbelah
Setelah Perang Dunia kedua usai, Inggris mengembalikan mandat Palestina kepada PBB, yang kemudian memilih opsi membagi dua negara. Tujuannya untuk menciptakan negara bagi kaum Yahudi yang selamat dari Holocaust. Sejumlah negara Arab bergabung memerangi Israel dan menguasai sebagian Yerusalem. Sejak 1967 kota ini terbelah menjadi Israel barat dan Yordania timur.
Foto: Gemeinfrei
Yerusalem Timur Dikuasai Israel
Pada 1967 dalam perang 6 hari, Israel mengalahkan aliansi Mesir, Yordania dan Suriah. Israel menguasai Sinai, Jalur Gaza, Tepi Barat Yordan, Dataran Tinggi Golan dan bagian timur Yerusalem. Untuk pertama kali sejak 1949, Israel kembali menguasai Tembok Ratapan di kota tua Yerusalem. Israel menyebut sepihak, mereka tidak menganeksasi Yerusalem timur, melainkan mengintegrasikan administratifnya.
Israel tidak menutup akses kum Muslim ke tempat suci mereka. Bukit Shakrah berada di bawah admistrasi otonomi Muslim. Umat Islam diperbolehkan berziarah ke Bukit Zaitun, Kubah Shakrah dan mesjid Al Agsa serta beribadah di sana.
Foto: Getty Images/AFP/A. Gharabli
Sengketa Status Berlanjut
Yerusalem hingga hari ini tetap menjadi hambatan terbesar dalam perdamaian antara Israel dan Palestina. Tahun 1980 Israel mendeklarasikan, seluruh kota sebagia bagian tak terpisahkan ibukota mereka. Sementara tahun 1988 negara Palestina diproklamirkan dan juga mengklaim bahwa Yerusalem adalah ibukota mereka. Penulis:Ines Eisele (as/yf)