1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ketua Komisi Eropa Kunjungi Turki

10 April 2008

Adakah impuls baru dalam hubungan yang lesu antara Turki dan Uni Eropa? Ketua Komisi Eropa Jose Manuel Barroso mengadakan kunjungan beberapa hari ke Ankara dengan membawa paket tuntutan bagi tuan rumah.

Bendera UE dan Turki di depan sebuah mesjid di Istanbul, ketika dimulai perindungan penerimaan Turki sebagai anggota UE tahun 2005.Foto: AP

Untuk pertama kalinya Ketua Komisi Eropa Jose Manuel Barroso mengadakan kunjungan ke Turki dari tanggal 10 sampai 12 April. Resminya, sejak tahun 2005 dilakukan pembicaraan untuk menerima Turki sebagai anggota. Tetapi faktanya, perundingan itu dibekukan karena Turki menolak mengakui kedaulatan Siprus, yang sudah menjadi anggota Uni Eropa (UE). Bagian utara pulau itu diduduki oleh Turki. Setelah terjadi pergantian pemerintahan di Siprus Yunani, kedua bagian pulau itu akan melakukan pembicaraan. Barroso berharap hal itu kemungkinan dapat membangkitkan kembali perundingan penerimaan Turki sebagai anggota UE. Tetapi kondisi dalam negeri Turki sedang tegang dan UE bersikeras menghendaki pembaruan.

Walaupun disanggah Perancis dan Jerman, pada prinsipnya UE berpegang pada keputusan bahwa Turki pada suatu saat dapat menjadi anggota penuh, mungkin tujuh tahun lagi. Walaupun demikian ketua Komisi Eropa Jose Manuel Barroso tidak mau bersikap lunak terhadap Turki. Sebelum bertolak ia sudah menuntut upaya reformasi yang lebih besar dari Turki. Negara itu harus menunjukkan mengapa ingin menjadi anggota UE dan apa manfaatnya bagi UE. Barroso juga menyambut baik bahwa parlemen Turki akan menyingkirkan perintang besar untuk menjadi anggota UE, yakni pasal 301 hukum pidana yang kontroversial. Yakni sanksi hukum bagi penghinaan terhadap ciri ke-Turki-an. Kata Barroso:

"Kami sudah lama meminta Turki agar mengubah pasal tsb. Rumusannya sekarang ini bertentangan dengan kebebasan berpendapat. Saya belum melihat kosep barunya, tetapi kelihatannya sudah menuju arah yang benar. Saya masih harus menelitinya."

Kubu sekuler di Turki menentang perubahan pasal 301, yang digunakan untuk mempidanakan penerima Hadiah Nobel Orhan Pamuk. Oleh sebab itu PM Recep Tayyip Erdogan dari partai koservatif AKP selama ini enggan mengusik pasal tsb. Partai pemerintah dan tokoh-tokohnya berada di bawah tekanan, karena mahkamah konstitusi di Ankara tengah mengkaji kemungkinan untuk melarang AKP. Secara terbuka ketua Komisi Eropa, Barroso mengimbau mahkamah itu agar menolak larangan terhadap partai presiden dan PM Turki itu. Dikemukakannya:

"Saya harus menyampaikan kekuatiran Eropa. Tidaklah normal, bahwa partai yang dipilih oleh mayoritas warga Turki dan partainya kedua pemimpin tertinggi negara itu dihadapkan ke pengadilan. Saya harap, mahkamah mengambil keputusan yang berdasarkan pada prinsip-prinsip negara hukum dan standar demokrasi, seperti umumnya di Eropa."

Harian Turki Cumhüriyet menuduh Barroso berniat menekan badan peradilan Turki yang independen dengan ancaman. Barroso sendiri berjanji akan bertemu pula dengan kekuatan oposisi dalam parlemen. Komisaris urusan perluasan UE, Olli Rehn menyebut perkara pengadilan itu sebagai ujicoba bagi demokrasi Turki. Demikian pula Barroso memperingatkan, kemenangan kelompok Kemalis yang menolak setiap bentuk pengaruh Islam dalam politik, akan berdampak bagi kemungkinan Turki untuk menjadi anggota UE.

"Ini soal yang sangat peka, dan dapat mempengaruhi pandangan UE terhadap Turki. Kami menginginkan Turki yang sekuler dan demokratis."

Bagi UE yang penting adalah apakah badan peradilan Turki yang cenderung nasionalis mengungguli lembaga-lembaga politik di negara itu. Pemisahan antara negara dan agama memang merupakan prasyarat yang diinginkan UE, tetapi sekularisme hendaknya tidak menjadi pengganti agama.

Dari kalangan Komisi UE dikemukakan, Barroso hendak menawarkan kepada Turki untuk membuka perundingan untuk hal-hal yang tidak kontroversial. Tetapi tahun 2006 Perancis dan Siprus berhasil mempertahankan posisi, bahwa tidak ada butir-butir perundingan yang dapat dituntaskan selama soal Siprus tidak dijernihkan.

Jururunding UE menuntut agar Turki memenuhi hak-hak kelompok minoritas agama di negara itu dan menerima kembali warga Turki yang hidup secara ilegal di negara-negara UE. Tetapi selama ini tidak ada jawaban yang memuaskan dari Turki. (dgl)