1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kevin Rudd di Malaysia

10 Juli 2008

Perdana Menteri Australia Kevin Rudd memuji kepemimpinan Abdullah Badawi. Padahal di negerinya sendiri Perdana Menteri Malaysia itu justru tengah diguncang krisis kepercayaan yang hebat.

Kevin RuddFoto: picture-alliance/ dpa

Dalam kunjungan pertama pemimpin tertinggi Australia di Malaysia ini, Kevin Rudd mengatakan, di bawah PM Badawi, demokrasi Malaysia bukan sekedar hidup, namun tumbuh dan berkembang.

Tian Chua, anggota parlemen dari Partai Keadilan yang beroposisi, mempertanyakan ukuran yang digunakan Kevin Rudd. Tian Chua:

"Tentu saja kalau ukurannya Pemilu terakhir di Malaysia, kita menyaksikan munculnya suatu era baru, keterbukaan baru, banyak calon oposisi terpilih. Seperti saya sendiri. Namun sekarang justru kita memasuki saat-saat kritis. Pemerintahd an partai yang berkuasa berusaha membendung meluasnya ruang demokrasi. Karena kekuasaan mereka terancam. Perdana Menteri BAdawi sendiri mengalami krisis kepercayaan, bahkan di dalam partainya sendiri. Jadi pujian PM Kevin Rudd itu menunjukan ia kehilangan hubungan dengan kenyataan yang sebenarnya berlangsung di Malaysia."


Kevin Rudd jelas mengutamakan pemulihan hubungan kedua negara. Tokoh partai buruh ini bermaksud mengubah posisi Australia yang selama kepemimpinan pendahulunya, John Howard, bersuara lantang mengenai pemberangusan demokrasi di Malaysia. Bahkan demi menghindarkan ketegangan dengan tuan rumah, Kevin Rudd membatalkan rencana pertemuan dengan Anwar Ibrahim dan tokoh oposisi lain.

Tian Chua, yang adalah juru bicara Partai Keadilan yang dipimpin Anwar Ibrahim tidak terlalu heran:

"Perdana Menteri Australia berusaha untuk bersikap diplomatis dan akomodatif terhadap pemerintah Malaysia. Dan partai yang berkuasa selama ini memang cemas atas segala bentuk hubungan oposisi dengan negara asing. Itu sebabnya saya kira Kevin Rudd akhirnya mengagendakan pertemuan secara ekslusif hanya dengan pemerintah dan partai yang berkuasa."

Tian Chua mengungkapkan, oposisi memahami dan menghargai kebijakan politik luar negeri Kevin Rudd yang lebih berorientasi pada Asia. Namun ia menyayangkan, bahwa Kevin Rudd yang sebetulnya berasal dari Partai Buruh yang kecenderungannya lebih teguh dalam hal hak asasi dan demokratisasi, justru mengabaikan dua prinsip utama itu.

"Kevin Rudd memperlihatkan, seakan demi peningkatan hubungan diplomasi dan ekonomi kedua negara, bersedia mengorbankan prinsip Hak Asasi Manusia dan demokrasi. Ini saya kira pendekatan yang tidak bijak. Karena dalam dua hal itu seharusnya ia tidak berkompromi."

Yang juga mengundang pertanyaan adalah kunjungan Kevin Rudd dilangsungkan justru ketika posisi Abdullah Badawi sedang guncang. Bahkan akhirnya, pada hari Kevin Rudd berkunjung, Abdullah Badawi menyerah pada tekanan lawan-lawan politiknya, baik dari kalangan oposisi maupun dari dalam partainya sendiri. Ia mengumumkan akan mundur di ujung masa jabatannya, dua tahun lagi. Ini membuat kompromi Kevin Rudd jadi seperti sia-sia.

Kembali Tian Chua, tokoh oposisi Malaysia dari Partai Keadilan:

"Sayangnya Kevin Rudd datang di saat yang tidak pas. Badawi yang sedang begitu lemah dan akan mundur dalam 2 tahun, tentu saja tak mampu menawarkan pemulihan hubungany ang signifikan. Karenanya, jelas Kevin Rudd tidak mungkin memperoleh hasil yang nyata dari kunjungan ini."