Mahasiswi asal Trenggalek, Ika Setiyawati, kuliah di FH Koblenz sambil bekerja di restoran Jerman untuk membiayai hidupnya. Seberapa besar biaya hidupnya di Jerman? Kepada DW, ia membagikan kisahnya.
Iklan
Ika Setiyawati sedang berkuliah di jurusan Teknik Medis, FH Koblenz, Jerman. Selama ia tinggal di negara ini, ia mandiri secara finansial dengan bekerja paruh waktu sambil berkuliah. Di akhir minggu, ia bekerja di restoran Jerman, Winzerhof Körtgen.
Kenapa kamu tertarik dengan bidang Teknik Medis?
Dari awal saya memang tertarik dengan dunia medis. Apalagi sekarang zaman modern. Bayangkan saja kalau dokter kerja tanpa alat medis seperti CT atau MRI, pasti sulit sekali mengetahui penyakit dalam. Dan sekarang bahkan lebih canggih lagi dengan robot yang sudah masuk dunia kedokteran. Jadi saya sangat tertarik dengan perkembangan kecanggihan alat-alat kedokteran dan itu bisa saya pelajari di jurusan Teknik Medis.
Apa saja yang kamu pelajari di jurusan Teknik Medis?
Yang saya pelajari lebih ke prinsip penggunaan alat-alatnya. Seperti apa alat-alat canggih ini. Misalnya saya dapat pelajaran Signalverarbeitung (pemrosesan sinyal), Qualitätsmanagement (manajemen kualitas), Regelungstechnik (teknik kendali), Digitaltechnik (teknik digital), Programierung (pemrograman) dan robotik.
Membiayai Kuliah Sendiri di Jerman
Ika Setiyawati, mahasiswi asal Trenggalek, telah tinggal selama lima tahun di Jerman untuk studi teknik medis. Ia membiayai sendiri kehidupannya di negara ini. Bagaimana kisahnya? DW sajikan untuk Anda.
Foto: DW/N. Ahmad
Dari Trenggalek ke Remagen
Ika sejak SMA sudah bercita-cita untuk kuliah di luar negeri. Orang tuanya setuju namun ia harus bisa membiayai hidupnya sendiri. Ika menerima tantangan itu dan selama tinggal 5 tahun di Jerman, ia bekerja paruh waktu di restoran Winzerhof Körtgen di kota Ahrweiler.
Foto: DW/N. Ahmad
Kuliah Teknik Medis
Ika kuliah di jurusan Teknik Medis, FH Koblenz. Di jurusan ini, Ika belajar penerapan dan penggunaan peralatan medis, seperti mesin MRI. Ika kuliah dari Senin sampai Jumat dan di hari Sabtu dan Minggu ia bekerja.
Foto: DW/N. Ahmad
Mencari kerja
Salah satu cara untuk mendapat informasi lowongan pekerjaan bagi mahasiswa adalah mading kampus. Di awal masa kuliah, Ika rajin mencari-cari informasi lowongan kerja, tapi ia mencari bukan hanya di mading kampus melainkan juga melalui internet. Pekerjaan di restoran yang dilakukannya kini ia dapatkan melalui situs "Agentur für Arbeit", agen resmi penyaluran tenaga kerja Jerman.
Foto: DW/N. Ahmad
Kerja di restoran
Di restoran, salah satu tugas Ika adalah membantu membuat makanan penutup. Di foto, Ika baru selesai menyiapkan panna cotta, salah satu makanan pencuci mulut di Restoran Winzerhof Körtgen. Selain menyiapkan makanan penutup, Ika juga bertugas untuk menyiapkan salat dan penganan lain. Ia juga bertugas mencuci piring dan peralatan dapur.
Foto: DW/N. Ahmad
Kolega seperti keluarga
Ika menikmati suasana kerja di restoran Winzerhof Körtgen karena rekan kerjanya seperti keluarga. Mereka memiliki hubungan yang erat. Pemilik restoran bahkan membantu Ika dalam proses perpanjangan visa. Menurut atasannya, Ika adalah sosok yang dapat dipercaya.
Foto: DW/N. Ahmad
Irit dengan masak sendiri
Salah satu cara Ika bisa sukses membiayai hidupnya sendiri di Jerman adalah masak sendiri di rumah. Ia jarang makan di luar karena biaya untuk sekali makan di restoran (sekitar 15 euro/230 ribu rupiah) bisa digunakan untuk makan beberapa hari jika masak sendiri di rumah.
Foto: DW/N. Ahmad
Hemat tapi tetap bisa belanja
Meskipun Ika harus memperhatikan pengeluarannya, bukan berarti ia tidak bisa berbelanja. Triknya adalah berbelanja pakaian bekas pakai. Di Jerman hal ini sangat normal, ditunjukkan dengan banyaknya situs web yang menjual pakaian bekas pakai yang masih bagus dan layak.
Foto: DW/N. Ahmad
Tinggal di asrama mahasiswa
Salah satu cara untuk menekan pengeluaran adalah dengan tinggal di asrama mahasiswa, dimana para mahasiswa hanya memiliki kamar tidur sendiri, namun harus berbagi penggunaan dapur, kamar mandi serta toilet. Mereka bertanggung jawab atas kebersihan ruangan bersama tersebut. Di foto terlihat daftar pembagian tugas bersih-bersih Ika dan teman-temannya di asrama.
Foto: DW/N. Ahmad
8 foto1 | 8
Apa tantangan terbesar kuliah sambil bekerja?
Membagi waktu antara belajar dan bekerja, terutama ketika musim ujian tiba. Jika saya ada ujian hari Senin, namun hari Minggu harus bekerja, itu sulit sekali untuk membagi waktu karena belajar di akhir minggu adalah hal yang ideal bagi saya. Kalau saya benar-benar tidak bisa masuk kerja karena ujian, saya bisa bicarakan hal ini dengan rekan kerja atau bos untuk menukar hari kerja. Biasanya kalau ada masalah seperti ini pasti selalu saya bicarakan.
Bagaimana proses awal kamu bisa dapat kerja di Restoran Winzerhof Körtgen?
Dari awal saya sudah rajin mencari-cari informasi lowongan kerja. Di kampus mahasiswa bisa dapat informasi lowongan kerja di mading. Selain itu, orang juga bisa mencari informasi lowongan pekerjaan di situs "Agentur für Arbeit", agensi resmi pemerintah Jerman untuk menyalurkan tenaga kerja. Saya lihat informasi lowongan pekerjaan di Restoran Winzerhof Körtgen di kota Ahrweiler dan saya langsung melamar karena lokasinya yang cukup dekat dengan tempat saya tinggal, sekitar 20 menit naik kereta. Sebagai mahasiswa, saya boleh kerja paruh waktu di akhir minggu. Saya bekerja di hari Sabtu dan Minggu, sementara Senin sampai Jumat saya aktif kuliah.
Berapa lama prosesnya hingga kamu dipanggil untuk bekerja?
Sekitar satu minggu kemudian, saya ditelepon untuk datang ke restoran dan melakukan wawancara. Setelah wawancara ada sesi "Probe" atau percobaan bekerja. Saya melakukan percobaan kerja di dapur restoran. Tugas utama saya saat itu adalah mencuci piring, jadi saya harus belajar mengetahui cara kerja mesin cuci piring di sana. Setelah "Probe", satu minggu kemudian saya ditelepon lagi untuk dipanggil bekerja.
10 Kampus di Jerman yang Hasilkan Lulusan Siap Kerja
10 universitas di Jerman yang menghasilkan lulusan siap kerja versi Times Higher Education. Di universitas-universitas tersebut, profesionalitas telah dibangun dalam pengajaran tiap jurusannya.
Foto: picture-alliance/dpa/DW
Kampus yang mengajarkan profesionalitas
Times Higher Education (THE) memiliki daftar 10 kampus di Jerman yang banyak menghasilkan lulusan siap kerja. Universitas-universitas terkemuka di Jerman tersebut mengedepankan profesionalitas saat proses belajar dan mengajar. Selain itu kerja sama dengan dunia industri dan tenaga pengajar yang unggul membuat alumni dari kampus-kampus ini banyak dibutuhkan pada bidang tertentu.
Foto: picture-alliance/dpa/DW
Freie Universität Berlin
Didirikan saat perang dingin pada tahun 1948 di Berlin barat, Freie Universität memiliki empat profesor yang telah mendapatkan penghargaan Nobel pada bidang literatur hingga ekonomi. Salah satu perpustakaan universitas tersebut, Perpustakaan Filologi, dirancang menyerupai bentuk otak manusia oleh arsitek asal Inggris Norman Foster.
Foto: picture-alliance/dpa/P. Zinken
Technische Universität Berlin
Didirikan pada tahun 1879, kampus Ini memiliki reputasi khusus dalam bidang teknik mesin, manajemen teknik, matematika dan kimia. TU Berlin juga memiliki banyak jurusan lain seperti ilmu proses, teknik elektro dan sistem transportasi. Kampus ini juga memiliki Institusi Inovasi dan Teknologi Eropa. Perpustakaan Sains-nya mengoleksi tiga juta jurnal yang bisa diakses langsung oleh para mahasiswa.
Foto: picture-alliance/dpa
Georg-August-Universität Göttingen
Kota Göttingen di Niedersachsen dikenal sebagai kota yang bersejarah. Di Georg-August-Universität, lebih dari 40 pemenang penghargaan Nobel telah melakukan penelitian, studi atau pengajaran. Kota Göttingen pun dijuluki "kota sains".
Dengan berbagai program master, terutama di bidang humaniora, lembaga ini memprioritaskan kreativitas mahasiswa dalam memperoleh pengetahuan metodologis.
Foto: AP
Karlsruher Institut für Technologie
Universitas ini terbilang baru, meski sudah memiliki aktivitas penelitian sebelum berdiri.
Didirikan pada tahun 2009, institut ini adalah penggabungan dari Universitas Karlsruhe dan Karlsruhe Research Center. Universitas ini sangat dihormati karena program sains komputernya dan menjadi salah satu institusi global teratas di daftar universitas anyar terbaik pada tahun 2017.
Foto: picture alliance/dpa/Uli Deck
Frankfurt School of Finance and Management
Didirikan pada tahun 1957, institusi ini mentereng di Jerman karena program administrasi bisnis dan teknologi informasi bisnisnya. "Lulusan program ini juga paling siap untuk memulai karir yang sukses," kata profesor Udo Steffens saat diwawancarai majalah bisnis Jerman Wirtschaftswoche, yang menaruh universitas tersebut di urutan keempat dalam bidang administrasi bisnis pada tahun 2015.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Arnold
Humboldt-Universität zu Berlin
Pemikir berpengaruh seperti Karl Marx dan Friedrich Engels merupakan alumni kampus ini. Kampus ini adalah salah satu universitas paling bergengsi di Eropa dalam bidang seni dan humaniora. Pengaruh akademisnya dibuktikan dengan fakta bahwa kampus tersebut telah meluluskan tidak kurang dari 29 penerima penghargaan Nobel dalam bidang fisika, sastra dan ekonomi.
Foto: picture-alliance/dpa
Ruprecht-Karls-Universität Heidelberg
Universitas Heidelberg didirikan pada tahun 1386 dan merupakan institusi akademis tertua di Jerman. Lima kanselir Jerman telah mengenyam pendidikan di sini - termasuk Helmut Kohl, yang mengawal reunifikasi Jerman - dan juga pemikir berpengaruh seperti Hannah Arendt. Kampus di Baden-Württemberg ini memiliki keunggulan dalam jurusan ilmu genetika kejiwaan, fisika lingkungan dan sosiologi modern.
Foto: Fotolia/eyetronic
Johann Wolfgang Goethe-Universität Frankfurt am Main
Dinamai sesuai penulis Jerman, Johann Wolfgang von Goethe, universitas itu mengusung slogan "kampus internasional". Jurusan populer antara lain di bidang fisika, kedokteran, administrasi bisnis dan ekonomi.
Foto: picture alliance / dpa
Ludwig-Maximilians-Universität München
Juga dikenal sebagai LMU, didirikan pada tahun 1472. Alumni dan profesor ternama dari LMU adalah Paus Benediktus XVI, Werner Heisenberg dan pengarang drama Bertolt Brecht. Universitas ini unggul pada bidang ilmu pengetahuan alam seperti biologi dan fisika, sementara jurusan top lainnya adalah ilmu kedokteran dan ilmu ruang angkasa.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Gebert
Technische Universität München
Terletak di ibukota Bavaria, kampus tersebut memiliki kerjasama dengan industri besar seperti Siemens dan BMW. Para ilmuwan di kampus itu telah membuat 165 penemuan pada tahun 2014, 69 hak paten diajukan pada tahun 2015 dan lebih dari 800 start-up telah diluncurkan oleh mahasiswa dan staf selama dekade terakhir. yp/hp (thelocal.de)
Foto: TU München / Albert Scharger
11 foto1 | 11
Ada kiat tertentu yang kamu lakukan untuk sukses wawancara dan bisa diterima kerja dengan cepat?
Jadi diri sendiri. Ketika saya datang untuk wawancara, saya terkesan dengan kota Ahrweiler yang cantik. Ketika bertemu dengan pemilik restoran, saya langsung bilang "wah ini kotanya cantik sekali ya." Lalu kami berbicara tentang kota ini dan kota tempat saya tinggal, Remagen. Momen itu memberikan kesan pada pemilik restoran yang melakukan wawancara dengan saya. Menurutnya, saya orangnya ceria dan positif.
Berapa besar pendapatan dan pengeluaran kamu dalam sebulan?
Di restoran saya mendapat bayaran per jam 9 euro (sekitar 135 ribu rupiah) dan penghasilan per bulan saya rata-rata 450 euro (kira-kira 6,7 juta rupiah). Ditambah dengan tip dari pengunjung restoran, saya dapat penghasilan bulanan tambahan sekitar 200 euro meskipun ini jumlahnya tidak tetap.
Hal yang harus dibayar adalah biaya kuliah setiap semester, 235 euro. Biaya kuliah per semester ini sudah termasuk tiket transportasi. Mahasiswa di sini dapat tiket transportasi umum gratis, jadi saya tidak perlu pengeluaran untuk ongkos bus atau kereta. Untuk rumah, saya bayar per bulan 240 euro. Besarnya biaya asrama tergantung kota dan ukuran asrama. Makanya saya pilih tempat tinggal yang tipenya "Wohngemeinschaft", yakni dimana penghuni menggunakan dapur, toilet dan kamar mandi bersama-sama, tapi memiliki kamar tidur sendiri-sendiri. Bagi saya ini bagus karena saya masih punya area privat, sementara area bersama seperti dapur bisa digunakan untuk berinteraksi dengan mahasiswa lain.
Belajar Hidup di Jerman
Awalnya Anggy datang ke Jerman sebagai 'au pair'. Kini ia biayai kuliahnya sendiri sambil bekerja. Pelajaran hidup didapatnya bukan hanya dari kuliah, namun dari kerja keras dan interaksi multikultur.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Kuliah dua jurusan
Anggy Pradita kuliah jurusan bahasa Jerman dan Inggris, di Universitas Westfälische Willhem Münster, Jerman. Di universitas yang sama dia pun mengambil jurusan pendidikan. Selama menempuh studi, ia membiayai sendiri biaya kuliah dan hidupnya.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Awalnya menjadi pengasuh anak
Awalnya, tahun 2010 Anggy datang ke Jerman, sebagai ‘au pair‘ atau pengasuh anak dengan pertukaran budaya. Lalu, ia mengikuti kelas persamaan SMA di Jerman dan mulai kuliah sambil bekerja.
Foto: Anggy Pradita
Bertahan hidup dengan bekerja
Kini di samping kuliah, sehari-hari Anggy bekerja membersihkan rumah orang-orang yang sibuk dan membutuhkan bantuannya, selain itu ia juga bekerja di sebuah kafetaria milik orang Jerman.
Foto: Anggy Pradita
Beraktivitas dan bercengrama
Di tengah kesibukannya kuliah dan bekerja, Anggy juga aktif dalam kegiatan—kegiatan mahasiswa di Jerman, terutama kegiatan kebudayaan. Bercengkarama dengan dengan kawan-kawan menjadi pelepas segala lelah.
Foto: Anggy Pradita
Mandiri
Bagi Anggy: kuliah, bekerja dan bersosialisasi di Jerman merupakan proses belajar dalam kehidupan. Kemandirian dan bagaimana beinteraksi dengan orang lain menjadi tantangan untuk dapat hidup lebih maju.
Foto: Anggy Pradita
Beribadah
Meski sibuk, aktivitasnya sedikitpun tak berkurang pada bulan puasa. Menjalankan puasa sekitar 18 jam sehari di musim panas, ia tetap studi, bekerja dan beraktivitas seperti biasa. Namun kemenangan melawan hawa nafsu sekaligus memperkenalkan agama dan budayanya menjadi kegembiraan tersendiri baginya. Menjalankan ibadah menjadi keseimbangan dalam kesehariannya.
Foto: A. Pradita
Godaan di tanah air lebih berat
“Di kafe, kadang-kadang di tengah kerongkongan haus, saya tetap melayani pelanggan yang ingin es,“ kata Anggy. “Lebih berat di Jakarta loh..puasanya..soalnya godaannya tukang bakso yang lewat. Di sini kan tak ada abang bakso,“ ujarnya tertawa.
Foto: A. Pradita
Memasak menu berbuka bagi sesama
Anggy juga banyak berdiskusi tentang agama dengan pemilik kafe dan rekan kerjanya di mana ia bekerja . Kepada mereka ia menjelaskan mengenai Islam, berpuasa atau beribadah. Yang mengharukan, tiap buka puasa, atasannya atau sang pemilik kafe yang orang Jerman selalu menyiapkan sendiri makanan khusus yang dimasaknya khusus buat Anggy berbuka.
Foto: A. Pradita
Membangun hubungan kebersamaan
“Ia bahkan berbelanja khusus ke toko Turki atau toko halal untuk membeli bahan makanan yang khusus dimasaknya untuk saya,“ papar Anggy. Persahabatan antar agama, antar etnis, antar budaya, ynag didasari pemahaman satu sama lain membuahkan rasa kemanusiaan dan rasa kasih sayang. Anggy bahkan memanggil „mutti“ atau ibu pada pemilik kafe ini.
Foto: A. Pradita
Bertukar budaya, membangun toleransi
Belajar hidup, itulah intinya bagi Anggy dalam menjalani kehidupannya di Jerman. Pelajaran hidup, bukan hanya ditelannya dari bangku kuliah, namun juga dari tempat kerja, pengalaman berinteraksi dengan orang berbeda latar belakang, membangun toleransi dan bertukar budaya. “Ini akan jadi bekal hidup saya ketika lulus kuliah tahun 2018 nanti,“ tandasnya penuh semangat.
Untuk biaya makan seminggu saya menghabiskan 20 euro. Ditambah dengan pulsa telepon genggam dan internet, saya menghabiskan kira-kira 100 euro per bulan dengan syarat saya tidak pernah makan di restoran. Saya selalu masak sendiri karena kalau makan di luar, bisa habis 15 euro sekali makan dan kalau masak sendiri itu bisa untuk beberapa hari. Selain itu, saya juga harus mengeluarkan 100 euro per tahun untuk memperpanjang visa mahasiswa saya.
Selain menghindari makan di luar, bagaimana cara kamu agar pengeluaranmu bisa selalu lebih rendah dari pendapatan?
Misalnya untuk belanja baju atau sepatu, saya selalu melihat-lihat situs web yang menjual barang-barang bekas pakai. Di Jerman cukup lumrah untuk berbelanja pakaian bekas dan tentunya barang bekas di sini masih selalu layak pakai. Selain online, di sini juga sering ada pasar barang loak. Saya juga sering berbelanja di sana. Kualitas masih bagus dan harganya terjangkau. Selain itu, di akhir musim dingin atau musim panas, juga sering ada diskon besar-besaran. Momen ini juga saya manfaatkan untuk berbelanja. Intinya mengontrol diri, harus hemat. Dan syukurnya sampai kini saya bisa mengatur keuangan dengan baik dan tidak pernah berhutang atau meminta uang ke orang tua saya. (na/ts)
*Simak serial khusus #DWKampus mengenai warga Indonesia yang menuntut ilmu di Jerman dan Eropa di kanal YouTube DW Indonesia. Kisah putra-putri bangsa di perantauan kami hadirkan untuk menginspirasi Anda.