Berkirim sedikit e-mail atau batasi langganan e-mail promo dinilai bisa kurangi jejak karbon. Aktivis khawatir langkah ini ibarat menyiram sepercik air ke rumah yang kebakaran.
Iklan
Emisi karbon saat ini masih menjadi masalah besar di dunia. Jejak karbon akan menyebabkan serangkaian dampak negatif di alam. Beberapa di antaranya adalah kekeringan, berkurangnya sumber air bersih, cuaca ekstrem, bencana alam, dan lainnya.
Mengutip laman Kementerian ESDM RI, jejak karbon adalah jumlah karbon atau gas emisi yang dihasilkan dari berbagai kegiatan atau aktivitas manusia pada kurun waktu tertentu. Berbagai aktivitas sehari-hari yang menyebabkan bertambahnya jejak karbon di alam, misalnya penggunaan bahan bakar fosil, polusi kendaraan bermotor, penggunaan energi listrik serta air yang berlebihan, dan lainnya.
Apa hubungan e-mail dan jejak karbon?
Sekilas, antara surat elektronik atau e-mail dan jejak karbon yang dilepaskan ke alam memang sepertinya tidak berhubungan. Namun, sebenarnya keduanya punya hubungan sebab akibat. Sederhananya, agar bisa mengirim e-mail dari laptop atau ponsel, itu pun membutuhkan energi listrik agar bisa alat tersebut bisa menyala. Selain itu layanan internet untuk mengirim e-mail juga butuh energi listrik.
Yang menjadi masalah, sampai saat ini kebanyakan energi di dunia dihasilkan oleh bahan bakar fosil, bukan energi terbarukan. Energi yang dihasilkan dari bahan bakar fosil ini akan menghasilkan emisi karbon yang dilepaskan ke alam.
Sebuah penelitian tahun 2019 oleh OVO Energy, perusahaan penyedia energi independen di Inggris, menyebut bahwa mengurangi mengirim e-mail yang tak terlalu penting bisa mengurangi produksi karbon hingga 16.433 ton. Penelitian ini juga menyebut bahwa sekitar 72% orang Inggris sama sekali tak sadar kalau ada jejak karbon yang tertinggal dari e-mail yang mereka kirimkan.
Dalam laman resminya, peneliti menyimpulkan setidaknya ada lebih dari 64 juta e-mail di Inggris yang tidak perlu dikirim setiap harinya. E-mail ini hanya dianggap basa-basi, seperti ucapan terima kasih atau sekadar sapaan 'Hai.' Kebiasaan ini inilai telah menyumbang 23.475 ton karbon per tahun ke jejak karbon di Inggris.
Dinilai tidak signifikan
Menanggapi hasil penelitian itu, ternyata tak semua ahli sepakat. Adila Isfandiari, Climate and Energy Campaigner Greenpeace Indonesia mengatakan tidak sepenuhnya yakin bahwa menghapus atau mengurangi berkirim e-mail bisa berdampak signifikan dalam mengurangi jejak karbon.
"Kalau kita bicara e-mail, pasti bicara soal energi yang dipakai server. Jadi, dalam urusannya dengan jejak karbon akan balik lagi pertanyaannya pada energi yang digunakannya dari mana, apakah energi fosil atau energi terbarukan," ungkapnya kepada DW Indonesia.
Berdasar data Carbon Brief, Indonesia menempati posisi 5 di dunia penyumbang emisi karbon terbesar di dunia (4,1%). Posisi pertama ditempati oleh Amerika Serikat (20,3%), posisi kedua Cina (11,4%), ketiga Rusia (6,9%), dan keempat ditempati Brasil (4,5%).
10 Kota Dengan Jejak Karbon Tertinggi Di Dunia
Kota-kota menyumbangkan sebagian besar emisi karbon global. 100 pusat perkotaan membentuk 18 persen emisi di seluruh dunia. Inilah 10 kota metropolitan dengan jejak karbon tertinggi.
Foto: picture-alliance/AP/Joseph Nair
10. Riyadh, Arab Saudi
Kota terbesar di Arab Saudi ini adalah juga kota paling tercemar, terutama karena aktivitas industrinya. Para peneliti menemukan bahwa kota berpenduduk padat menyumbang sebagian besar emisi total di sebuah negara. Area kota besar menghabiskan lebih dari 70 persen total energi dunia - yang berarti bahwa kota-kota metropolitan punya pengaruh besar mengubah situasi iklim global.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Schreiber
9. Tokyo, Jepang
Hanya sekitar 2 persen mobil baru yang dijual di Tokyo ramah lingkungan. Daerah perkotaan Tokyo-Yokohama, dengan populasi urban terbesar dunia, memancarkan CO2 dalam jumlah besar setiap tahun - 62 juta ton untuk Tokyo saja. Tetapi Deklarasi Tokyo baru-baru ini memberi harapan: 22 metropolitan telah berkomitmen untuk mengatasi polusi udara dan mempromosikan kendaraan nol-emisi.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Tödt
8. Chicago, Amerika Serikat
Inilah kota ketiga terpadat di AS, dan memiliki jejak karbon terbesar ketiga. Polusi di wilayah metropolitan Chicago meningkat secara signifikan antara 2014 dan 2016, menurut sebuah studi dari American Lung Association. Chicago juga digolongkan sebagai kota terkotor ketiga di AS. Lalu kota manakah yang kedua lainnya?
Foto: picture-alliance/AA/B. S. Sasmaz
7. Singapura
Banyak industri di Singapura masih terbelakang, menurut besarnya emisi emisi CO2. Sektor manufaktur akan mencapai 60 persen dari seluruh emisi kota ini pada tahun 2020. Tetapi pemerintah Singapura telah menyadari bahwa inilah saatnya untuk bertindak, dan menyatakan 2018 sebagai tahun aksi iklim. Singapura juga mengumumkan pajak karbon atas fasilitas-fasilitas yang sangat polutif.
Foto: picture-alliance/AP/Joseph Nair
6. Shanghai, Cina
Tidak mengherankan kalau Shanghai masuk peringkat 10 besar, karena kota ini termasuk kota terpadat dunia. Kemacetan telah menyebabkan masalah lingkungan yang serius, termasuk polusi udara dan air. Seperti di banyak kota Cina lainnya, pembangkit listrik dan lalu lintas adalah penyebab utama emisi karbonnya.
Foto: picture-alliance/Imaginechina/Z. Yang
5. Los Angeles, Amerika Serikat
Kualitas udara di kota ini digolongkan sebagai yang terburuk di AS. Tapi Negara Bagian California telah menetapkan target ambisius untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sampai 40 persen pada 2030. Terutama dengan menggunakan energi bersih dan mendukung mobil listrik atau hibrida. Gubernur California Jerry Brown telah mengambil peran utama dalam perang melawan perubahan iklim.
Foto: picture-alliance/Bildagentur-online/Rossi
4. Hong Kong, Cina
Wilayah otonomi khusus Cina ini berpenduduk padat. Ribuan kendaraan setiap hari memenuhi jalan. Selain itu, pembangkit listrik tenaga batu bara dan industri memuntahkan asap dan mencemari udara. Menurut Departemen Perlindungan Lingkungan, sektor pengiriman kargo juga bertanggung jawab sampai 50 persen dari emisi karbon Hongkong.
Foto: picture alliance/dpa/L. Xiaoyang
3. New York, Amerika Serikat
Kota terpadat di AS ini menempati ranking ketiga dalam peringkat kota dengan jejak karbon tertinggi dunia. Tapi Los Angeles bekerja keras untuk mengurangi emisinya. Pada bulan Januari, pemerintah kota menggugat lima perusahaan minyak terbesar dunia - BP, Chevron, ConocoPhillips, ExxonMobil, dan Royal Dutch Shell - karena kontribusi mereka terhadap perubahan iklim dan dampaknya terhadap kota.
Foto: picture-alliance/Sergi Reboredo
2. Guangzhou, Cina
Di kota terpadat ketiga di Cina ini, pabrik dan kendaraan terus menerus mengeluarkan emisi berbahaya. Smog menjadi pemandangan sehari-hari. Tapi Guangzhou telah berkomitmen untuk mengganti seluruh armada bus dan taksi berbahan bakar fosil dengan kendaraan listrik murni sampai tahun 2020. Langkah itu diambil setelah kampanye besar-besaran oleh kelompok-kelompok lingkungan seperti Greenpeace.
Foto: CC/Karl Fjellstorm, itdp-china
1. Seoul, Korea Selatan
Seoul adalah kota metropolitan dengan jejak karbon tertinggi di dunia. Polusi udara jadi masalah lingkungan dan kesehatan terbesar: Lebih 30.000 ton polutan berbahaya dikeluarkan ke udara hanya dari 10 pembangkit listrik tenaga batu bara. Dalam beberapa tahun terakhir, kota ini telah menghentikan operasi pembangkit listrik ini untuk mengatasi masalah tersebut. (hp/vlz)
Foto: Getty Images/AFP/E. Jones
10 foto1 | 10
"Menghapus e-mail itu adalah langkah individual. Sementara, yang kita hadapi saat ini yang sudah krisis iklim global. Langkah individual sudah sulit untuk bisa mengatasi isu global ini. Ibaratnya menyiram seember air buat rumah yang kebakaran, tidak akan memadamkan apinya. Jadi butuh perubahan sistem yang besar," ujar Adila.
Hal senada juga diungkapkan oleh Pakar Sains Data Universitas Airlangga, Muhammad Noor Fakhruzzaman. Pria yang biasa disapa Ruzza ini membenarkan bahwa e-mail bisa menyumbang pemanasan global. Namun penggunaan energi listrik oleh penyedia layanan e-mail tidak akan berkurang signifikan hanya dengan menghapus e-mail tak berguna.
Ruzza menambahkan, aktivitas digital tidak berdampak langsung pada penambahan emisi karbon. Semuanya bergantung pada sumber energi yang digunakan penyedia layanan. Dia mendorong penggunaan sumber energi terbarukan, bukan bahan bakar fosil.
Iklan
Kurangi langganan email promosi dan milis
Anggapan berbeda disampaikan Dr. Rudi Rusdiah, Ketua Asosiasi Big Data dan AI (ABDI). Ia setuju bahwa mengurangi berkirim e-mail bisa mengurangi jejak karbon.
"Karena pada waktu kirim email pasti banyak gunakan energi. Pesan e-mail itu tidak diterima langsung dari A ke B. Tapi ada perhentiannya (hop) dulu. Sejak e-mail dikirim, lewat satelit, lalu data e-mail ini akan disimpan di active server pages (ASP), lalu ke data center, kemudian disimpan di provider, kemudian masuk ke e-mail penerima. Semuanya memakai energi yang cukup besar," ucapnya.
"Data center di dunia itu sama dengan 60 pembangkit listrik tenaga nuklir. Data akan disimpan di data center dan makan energinya juga banyak. Memang, untuk satu e-mail saja tidak banyak tapi kalau ribuan orang yang melakukannya bisa menghemat energi," kata Rudi Rusdiah kepada DW Indonesia.
"Dibanding e-mail 'terima kasih,' 'hai' atau basa-basi, junk mail di e-mail dan spam, sampai pesan-pesan di mailing list (milis) itu jauh lebih besar jejak karbonnya dibanding dengan e-mail yang dikirim satuan dan pribadi. Tapi saya tidak ada data pasti berapanya."
Junk mail yang ia maksud antara lain e-mail broadcast (pengiriman secara massal) atau berlangganan milis aneka promo seperti promo hotel, restoran, busana, dan lainnya. Kebanyakan orang Indonesia menggunakan e-mail tidak sekadar buat kebutuhan personal, tapi juga untuk mendaftar media sosial, berlangganan aneka promo, hingga belanja online.
Kiat Mengurangi Emisi Karbon Pertanian
Emisi karbon tahunan dari pertanian global dapat ditekan hingga sebanyak 90 persen pada tahun 2030, atau setara dengan menghilangkan seluruh kendaraan bermotor dari muka bumi. Berikut 10 strategi yang dianjurkan.
Foto: Fotolia/ArtHdesign
Mengubah Kebiasaan Makan
Laporan terbaru Climate Focus dan Asosiasi Lingkungan Kalifornia menyebut kiat terpenting dalam mitigasi produksi karbon pertanian adalah mengurangi konsumsi daging merah dan produk susu, karena pemamah biak mempunyai jejak karbon yang cukup tinggi. Laporan tersebut menganjurkan pengurangan konsumsi daging sebagai alternatif rendah karbon untuk semua negara.
Foto: Fotolia
Menggalakkan Arang Hayati
'Biochar' atau arang hayati kini tengah dijajaki sebagai perangkap karbon untuk mengurangi emisi karbondioksida. Arang hayati juga dapat ditanam untuk meningkatkan kesuburan dan produktivitas pertanian. Seperti arang biasa, biochar diciptakan dengan membakar biomassa tanpa oksigen. Apabila marak digunakan pada lahan pertanian, potensi pemerangkapan karbon oleh bumi dapat ditingkatkan.
Foto: picture-alliance/dpa
Menekan Metana Sapi
Gas metana yang dihasilkan sapi melalui proses fermentasi dalam pencernaan, mengakibatkan kerusakan pada atmosfer. Dengan memperbaiki kualitas pangan pada lahan penggembalaan, atau pakan ternak yang diproduksi pabrik, maka produksi daging dan produk susu akan memerlukan lebih sedikit hewan ternak, dan otomatis mengurangi emisi metana.
Foto: DW/C. Bleiker
Berhenti Menghamburkan Makanan
Pada sektor energi dan transportasi, banyak upaya yang dilakukan untuk meningkatkan efisiensi berbagai sistem. Namun sebaliknya, bisnis produksi makanan internasional justru sangat tidak efisien, menurut laporan. Di banyak negara, kehilangan pasca panen dan penghamburan makanan oleh konsumen sepanjang rantai suplai mencapai 30 persen lebih dari total produksi.
Foto: picture-alliance/dpa
Tingkatkan Pemerangkapan Karbon
Potensi penyimpanan karbon pada lahan penggembalaan adalah salah satu bidang yang belum banyak dijamah dalam mitigasi karbon pertanian, namun berpotensi besar, demikian menurut Organisasi Pangan dan Pertanian FAO. Pakar mengatakan bahwa dengan rehabilitasi lahan penggembalaan di Brasil, Cina dan Kenya, lahan yang selama ini salah penanganan dapat menyerap lebih banyak karbon dan mengurangi CO2.
Foto: DANIEL GARCIA/AFP/Getty Images
Efisiensi Pemupukan
Menurut laporan, Cina dan India adalah dua negara yang mengeksploitasi pemakaian pupuk sintetis. Amerika Serikat cukup efisien dalam hal input pupuk untuk setiap unit output, namun banyak lahan pertanian yang dapat diperbaiki terkait aplikasi gizi tanaman. Produksi pupuk sintetis secara berlebihan dari produk olahan industri minyak bumi menciptakan karbondioksida dalam jumlah besar.
Foto: CC/Rishwanth Jayaraj
Kurangi Emisi Kotoran Ternak
Produk akhir kotoran ternak yang membusuk adalah metana dan karbondioksida, keduanya merusak atmosfer. Laporan Climate Focus dan Asosiasi Lingkungan Kalifornia menemukan bahwa praktik mitigasi berbiaya rendah dalam mengelola kotoran ternak tersedia, namun alternatif terbaik sangat mahal dan tidak meningkatkan produktivitas peternakan. Uni Eropa, Amerika dan Cina adalah pengemisi terbesar.
Foto: DW/M. Scaturro
Perbaiki Industri Produksi Pupuk
Di Cina, emisi industri produksi pupuk tergolong tinggi karena batubara dipakai sebagai bahan baku dan pabrik yang memproduksi sudah sangat tua dan tidak efisien. Laporan ini merekomendasikan pengurangan besar-besaran jejak karbon dapat tercapai dalam jangka panjang dengan investasi peralatan baru dan konsolidasi industri.
Foto: GOU YIGE/AFP/Getty Images
Berhenti Makan Nasi?
Beras mempunyai salah satu jejak karbon tertinggi di antara tanaman pangan lainnya karena metana yang dihasilkan dari budidaya dalam sistem basah. Memperbaiki manajemen batang padi dan mengeringkan sawah secara reguler dapat mengurangi emisi secara signifikan.
Foto: Getty Images
Pemerangkapan Karbon dengan Wanatani
Metode lain pemerangkapan karbon adalah agroforestry atau wanatani, yakni kombinasi pohon dan semak dengan tanaman pangan. Sistem ini terutama menguntungkan bagi wilayah lembab atau dataran tinggi tropis karena pohon memberi keteduhan dan sejumlah keuntungan lain. Namun data potensi pemerangkapan karbon dengan wanatani masih terbatas, menurut laporan.
Foto: Fotolia/ArtHdesign
10 foto1 | 10
Jejak karbon tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah e-mail yang dikirimkan, tetapi juga ukuran lampiran, misalnya foto atau video. E-mail yang mengandung foto atau video akan membutuhkan energi lebih besar.
Harga lingkungan dari e-mail gratis
Saat ini kemajuan teknologi membuat pesan instan jadi semakin mudah diakses dan juga cepat, dan dianggap gratis. Namun ada kekhawatiran tersendiri di baliknya. Rudi mengatakan bahwa anggapan penggunaan e-mail dan sosial media gratis menyebabkan orang tidak pikir panjang.
"Semua balik ke edukasi, memang bikin e-mail, dan akun sosial media itu memang tidak bayar tapi semua meninggalkan jejak karbon. Orang tidak bayar langsung, paling bayar pulsa berapa, sisanya, lingkungan yang bayar."
Untuk setidaknya mengurangi sedikit jejak karbon yang muncul karena teknologi, Rudi menyebutkan bahwa keluar dari grup pesan instan yang tidak perlu, berhenti berlangganan berbagai milis promo dan akun e-mail yang tak digunakan adalah cara yang bijak.
Hapus atau jangan?
Lantas apakah dengan menghapus e-mail yang tak dibaca, tak penting, dan e-mail basa-basi bisa menyelesaikan masalah jejak karbon? Untuk satu hal ini, baik Ruzza dan Rudi sepakat bahwa menghapus e-mail tidak berarti menghapus jejak karbon, justru sebaliknya.
"Walaupun kita hapus semua e-mail kita, server akan terus berjalan dan mengonsumsi energi listrik yang mengeluarkan emisi karbon selama ada aktivitas surat-menyurat para pengguna e-mail," kata Ruzza.
Sementara Rudi mengungkapkan bahwa menghapus e-mail justru bakal membuang energi dua kali lebih banyak. Apalagi ketika sistem penyedia layanan masih menggunakan bahan bakar fosil yang meninggalkan emisi jejak karbon tinggi.
"Saat menghapus e-mail, berarti laptop atau ponsel harus nyala. Dan ini butuh energi, listrik harus nyala. Tapi bayangkan saja berapa energi yang dipakai buat kirim e-mail ini. Mau dihapus pun, energinya yang dibutuhkan untuk mengirim e-mail ini sudah terbuang untuk bisa sampai ke penerima." (ae)