Kisah Pilu Mereka yang Kehilangan Dalam Gempa Palu
17 Oktober 2018
Dua minggu berlalu sejak gempa dan tsunami meluluhlantakkan beberapa wilayah di Sulawesi Tengah. Kepedihan mereka yang menyaksikan kehancuran dan kehilangan orang yang dicintai, menyisakan kisah-kisah nestapa.
Iklan
Balok-balok kayu malang melintang, tumpukan puing beton, sepeda motor yang ringsek dan rongsokan barang-barang rumah tangga, mulai dari pot yang remuk hingga dan panci penyot dan mainan yang rusak tampak berserakan.
Setelah gempa bumi berkekuatan 7,5 menghantam pesisir Palu, setumpuk puing beton berwarna merah jambu yang luluh lantak adalah yang tersisa dari rumah pedagang buah, Kaharuddin. Dia menatap puing-puing itu di kota kelahirannya Balaroa dan mengatakan di bawah tumpukan itu ada putrinya yang berumur satu tahun dan hilang setelah bencana 28 September.
"Saya hanya menunggu di sini dan berharap bisa menemukan anakku," kata lelaki berusia 40 itu. "Atau mungkin aku harus menerima kenyataan bahwa ia tetap dimakamkan di sini."
Empat hari setelah gempa, petugas evakuasi menemukan jenazah istrinya, Hastuti, yang tangannya masih memeluk jasad dua anak perempuan mereka yang lain, yang berusia empat dan dua tahun, begitu tuturnya dalam kepiluan.
Sekitar 5.000 orang diduga masih terkubur di bawah lumpur, demikian perkiraan petugas penanggulangan bencana. Pencarian korban resmi dihentikan pada hari Jumat lalu, dua minggu setelah gempa, meskipun ada permintaan warga agar pencarian tetap dilanjutkan.
Gempa bumi di Palu mengubah tanah menjadi lumpur dan menyeret ribuan rumah dan orang-orang di dalamnya ke bawah lumpur dan aspal. Gempa dan tsunami menghancurkan ribuan rumah, mobil dan bangunan lain, menyeret benda-benda itu ratusan meter dari posisi aslinya dalam waktu hanya beberapa menit.
Balaroa Amblas Akibat Likuifaksi
Perumahan Balaroa adalah lokasi terparah yang terdampak gempa dan tsunami di Palu. Rumah amblas hingga lima meter akibat likuifaksi. Korban selamat mengungsi di tenda darurat, menanti alat berat bisa memulai evakuasi.
Foto: DW/N. Amir
Likuifaksi 'tanah bergerak'
Hampir seluruh rumah di Perumnas Balaroa di Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah amblas hingga lima meter. Struktur tanah di lokasi yang dihuni sekitar 900 kepala keluarga tersebut mengalami pergerakan akibat efek likuifaksi, yakni tanah yang muncul ke permukaan dalam bentuk lumpur akibat adanya tekanan gempa, dan bukan karena tsunami.
Foto: DW/N. Amir
Kubah masjid bergeser
Salah satu masjid di kelurahan Balaroa bergeser jauh dari lokasi awal akibat gempa terjadi di Palu. BNPB menyebutkan proses evakuasi di Balaroa baru bisa dilakukan jika alat berat tersedia di Palu.
Foto: DW/N. Amir
Evakuasi tersendat
BNPB memprediksi masih ada ratusan korban yang tertimbun di perumahan Balaroa. Evakuasi sulit dilakukan karena posisi tanah yang tidak stabil. Tim SAR gabungan berupaya menyisir lokasi secara manual.
Foto: DW/N. Amir
Pengungsian warga
Warga yang selamat dari gempa dan tsunami di Balaroa mengungsi dengan menggunakan tenda darurat yanng dipasang seadanya. Lokasinya yang terletak di kawasan berbukit, membuat wilayah ini tidak langsung mendapat banyak bantuan.
Foto: DW/N. Amir
Banyak anak-anak
Sejumlah anak-anak yang mengungsi bersama keluarganya mulai menderita sakit. "Penanganan sampai sekarang dari pemerintah daerah atau pemerintah pusat belum ada sama sekali yang hadir, kami butuh sekali logistik, tenda, air..." ungkap Rahmatsyah, Lurah Balaroa (01/10/2018).
Foto: DW/N. Amir
Bantuan sembako
Sejumlah anggota TNI mengawal persediaan sembako yang akan dibagikan kepada pengungsi korban gempa dan tsunami yang berada di Balaroa, Palu.
Foto: DW/N. Amir
Rumah sakit lapangan
Bagi warga yang terluka, Yonkes 2 Kostrad telah membangun rumah sakit lapangan. Sebagian besar pasien yang dirawat di rumah sakit ini adalah korban yang menderita patah tulang akibat gempa dan tsunami di Palu. (nar/Ed:ts/na)
Foto: DW/N. Amir
7 foto1 | 7
Saat bumi menelan manusia
"Rasanya seperti bumi itu hidup," kata Darmi, yang melihat separuh dua lantai rumahnya runtuh. "Terbuka, menelan orang.orang dan kemudian menutup lagi. Dan kebisingannya begitu keras. Suara 'k-k-k' yang keras dan retak."
Kembali ke Balaroa untuk pertama kalinya dua minggu setelah bencana, Hesti Andayani, terkejut menemukan rumahnya meluncur jauh dari lokasi aslinya. "Butuh begitu lama untuk menemukannya," katanya, sambil menangis. "Tak tahu lagi di mana kami bisa tinggal sekarang."
Hesti, yang kehilangan adik perempuannya akibat gempa, duduk di atas tumpukan ubin yang pernah menutupi bagian lantai kedua kamar tidur, dikelilingi oleh perhiasan dan kosmetik berdebu. "Ini semua yang tersisa. Riasanku, kalung, pin untuk jilbab saya,"katanya sambil terisak.
Tim relawan tiba dengan lusinan ekskavator untuk membantu menggali jenazah yang tertimbun. Sementara sejumlah warga mengais barang berharga dari puing-puing rumah mereka yang hancur.
Menyaksikan kematian orang yang dikasihi
Pejabat pemerintah kabupaten Palu, Yassir Garibaldi, mendorong dan menarik sebuah mobil putih yang terjebak di bawah serambi bangunan yang runtuh. "Saya membeli mobil ini untuk orang tua saya," katanya. "Mereka sudah meninggal sekarang. Itu satu-satunya milik mereka.”
Dia dipaksa menyaksikan tanpa daya saat orang tua dan keponakannya meninggal setelah gempa mengguncang. "Saya menemukannya pagi hari setelah gempa," kata Yassir.
"Saya berhasil berbicara dengan mereka, bahkan memberi mereka air minum. Setelah beberapa saat, mereka berhenti bernafas." Banyak orang kehilangan orang yang dicintai.
Di Petobo, Ameriyah kehilangan tiga anaknya, seorang cucu dan seorang menantu laki-laki. Dia sudah pasrah. "Kami telah mengadakan doa pemakaman bagi mereka, jadi kami berharap jiwa mereka akan damai, "katanya.
Beberapa orang lainnya tetap tidak bisa dihibur. "Saya tidak tahu harus berbuat apa selanjutnya. Tidak ada yang tersisa untukku di sini, "kata Kaharuddin, pedagang buah yang masih mencari jasad putrnyai di bawah puing-puing beton merah muda dari bekas rumah mereka.
ap/vlz(rtr)
Gempa dan Tsunami Mengguncang Palu
Gempa 7,7 SR yang guncang Donggala memicu gelombang tsunami di Palu. Gempa dua kali terjadi sebelum tsunami menerjang dan menyebabkan nyaris 400 korban tewas. Gempa dan tsunami sudah pernah terjadi di Sulawesi Tengah.
Foto: picture alliance/AP Photo/M. Rifki
Korban tewas bertambah
Seorang ayah menggendong jenazah anaknya yang tewas akibat tsunami di Palu, Sulawesi Tengah. Tsunami lebih dari 2 meter menyapu pesisir Palu dan Donggala. Sebagian besar korban yang ditemukan awalnya hanya di Palu, Sementara lokasi terparah di Donggola, Sigi dan Parigi sulit dicapai tim evakuasi, sehingga perkiraan jumlah korban jiwa diduga mencapai ribuan.
Foto: picture alliance/AP Photo/M. Rifki
Terjebak di bawah reruntuhan
Diperkirakan banyak korban yang terjebak bangunan yang roboh akibat gempa. Di Palu, fokus pencarian di antaranya Hotel Roa-Roa, Mal Ramayana, Restoran Dunia Baru, Pantai Talise dan Perumahan Balaroa. Di Balaroa, akibat proses likuifaksi ada bagian jalanan yang naik dan perumahan warga yang ambles sedalam 5 meter. Sekitar 90 warga diduga terjebak di dalam reruntuhan.
Foto: Reuters/Antara Foto
Identifikasi korban
Meski jumlah korban tewas yang dievakuasi mencapai ratusan korban, namun yang dapat diidentifikasi melalui lima rumah sakit di Palu menurut catatan BNPB terbatas. "Jumlah itu juga sebagian karena tsunami, sebagian karena gempa sebelumnya yang mengakibatkan tsunami itu. Misalnya saat gempa itu tertimpa reruntuhan," papar juru bicara BNPB, Sutopo Purwo Nugroho.
Foto: picture alliance/AP Photo/M. Rifki
Ratusan terluka
Ratusan orang terluka dan terpaksa dirawat di luar rumah sakit. Sebagian besar terluka akibat tertimpa reruntuhan, atau saat menyelamatkan diri. Saat gempa banyak tembok bangunan yang roboh. Komang Adi Sujendra, Direktur Rumah Sakit Palu meminta bantuan. "Kami membutuhkan rumah sakit lapangan, tim medis, obat-obatan dan selimut."
Foto: Getty Images/AFP/M. Rifki
Pemakaman massal
Banyaknya jumlah korban serta demi mencegah penyebaran penyakit menyebabkan pemakaman massal menjadi pilihan. 18 jenazah yang dimakamkan pada tahan awal telah diidentifikasi sebelumnya di RS Bhayangkara Polri.
Foto: DW/Nurdin Amir
Ratas di Palu
Joko Widodo langsung memimpin rapat terbatas setibanya di Palu, Sulawesi Tengah. Proses evakuasi, pembenahan akses jalan dan komunikasi jadi prioritas utama tanggap darurat saat Jokowi mengunjungi lokasi terdampak bencana gempa dan tsunami.
Foto: Biro Pers Setpers
Mengantre BBM
Antrean panjang terjadi di berbagai SPBU di Palu. Aliran listrik yang terputus, membuat warga terpaksa mengantre hingga malam. Selain warga, tempat yang juga mendesak membutuhkan pasokan BBM adalah rumah sakit.
Foto: DW/N. Amir
Tanpa listrik
Pasca gempa, infrastruktur hancur dan saluran komunikasi terputus. Warga bertahan di lapangan terbuka, karena takut berada di dalam bangunan bila gempa susulan terjadi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Y. Litha
Akses jalan terputus
Akibat gempa dan tsunami, jalanan di Palu, Sulawesi Tengah, sulit diakses akibat jalan yang menghubungkan Poso dan Palu terputus. Bukan hanya di dalam kota, akses di wilayah perbatasan dengan kota tetangga juga terdampak gempa. Donggala, wilayah yang terkena dampak terparah sulit dicapai, sehingga evakuasi korban terhambat.
Foto: picture alliance/AP
Evakuasi daerah terparah
Warga turut membantu proses evakuasi para korban pasca gempa mengguncang Sulawesi Tengah, Jumat (28/09). Presiden Jokowi juga memerintahkan Menko Polhukam untuk mengkoordinasi BNPB serta menginstruksikan TNI untuk melakukan penanganan darurat baik pencarian korban, evakuasi, maupun penyiapan kebutuhan-kebutuhan dasar yang diperlukan korban selamat.
Foto: Getty Images/AFP/M. Rifki
Masjid Baiturrahman
Masjid Baiturrahman tak begitu jauh dari pesisir Pantai di Palu. Ketika gelombang tsunami terjadi, banyak umat yang bersiap melakukan sholat maghrib.
Foto: BNPB
Jembatan Kuning Ponulele
Dari pantauan udara terlihat, jembatan setinggi 20,2 meter yang jadi ikon Kota Palu luluh lantak akibat terjangan tsunami yang dahsyat. Jembatan lengkung pertama di Indonesia yang membentang di atas Teluk Talisa itu roboh dan turut membawa mobil yang melintas di atasnya.
Foto: BNPB
Tsunami 5 meter
BNPB menyebutkan tsunami yang menghantam Palu sempat mencapai ketinggian lima meter. Saat terjadi gempa yang disusul tsunami sebagian besar warga masih tetap melanjutkan aktivitas.
Foto: Getty Images/AFP/O. Gondronk
Tak segera lari
Jumlah korban diperkirakan masih akan bertambah, sebab diketahui ada "puluhan hingga ratusan" orang yang sedang berkumpul melakukan perayaan di pantai Talise, Palu saat tsunami terjadi. "Ketika peringatan tsunami terjadi kemarin, warga tetap melanjutkan aktivitas mereka di dekat pantai dan tidak segera berlari dan mereka menjadi korban," ungkap juru bicara BNPB, Sutopo Purwo Nugroho.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Peringatan tsunami
Sebelum gempa berkekuatan 7,7 SR yang memicu tsunami terjadi, sekitar tiga jam sebelumnya, gempa pertama terjadi di Donggala. Peringatan dini tsunami segera aktif saat gempa terjadi, namun sesudah setengah jam dan situasi dianggap kondusif, peringatan tsunami diakhiri. Peringatan dicabut berdasarkan pemantauan visual dan peralatan di laut.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Y. Litha
Penyebab gempa dan tsunami Donggala dan Palu
Gempa 7,7 SR yang mengguncang Donggala memicu gelombang tsunami di Kabupaten tersebut dan Kota Palu. Gempa bumi tersebut merupakan gempa tektonik yang dangkal akibat aktivitas Sesar Palu-Koro. Patahan Palu-Koro merupakan patahan dengan pergerakan terbesar kedua di Indonesia, setelah patahan Yapen, dengan pergerakan mencapai 46 mm/tahun.
Foto: Getty Images/AFP/M. Rifki
Gempa dan tsunami pernah terjadi
Bukan pertama kali gempa dan tsunami terjadi, baik di Donggala maupun Palu. Lokasinya yang berada di Sesar Palu-Koro menjadikan wilayah itu rawan gempa dan tsunami. BNPB merilis gempa dan/atau tsunami pernah terjadi 10 kali. Gempa pertama tercatat terjadi 1 Desember 1927 di Teluk Palu. Sedangkan tsunami setinggi 3,4 meter pernah terjadi tahun 1996 di Donggala. (Ed: ts/yp)