1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Kisah Pasangan dan Keluarga yang Harus Terpisah Saat Pandemi

Mirjam Benecke
1 Januari 2021

Cinta tidak mengenal batas. Bagi pasangan yang belum menikah dan keluarga yang terpaksa tinggal di negara berbeda, segala cara ditempuh agar bisa bersama di tengah pandemi.

Gambar ilustrasi pasangan yang terhubung lewat internet
Gambar ilustrasi pasangan yang terhubung lewat internetFoto: Colourbox

Cuma untuk tiga bulan. Pikiran ini menghibur Felix Urbasik dan pasangannya ketika mereka mengucapkan selamat tinggal pada bulan Februari 2020 di area keberangkatan bandara Düsseldorf, Jerman. 

“Kami bercanda tentang adanya virus yang tidak menyenangkan di Cina,” ujar Urbasik saat melepas April, 25, pasangannya yang berasal dari Australia, kembali ke negaranya. Perempuan yang bekerja sebagai desainer grafis ini berencana melakukan perjalanan ke Jerman lagi di awal musim panas.

Keduanya telah menjalin hubungan asmara selama dua tahun. “Kami baru saja akan benar-benar memulai dan membangun kehidupan bersama,” kata insinyur perangkat lunak berusia 27 tahun itu. Namun kemudian virus corona menyebar ke seluruh dunia.

Pada beberapa bulan pertama, pasangan itu masih memaklumi penutupan perbatasan dan larangan masuk. “Jelas bagi kami bahwa kami tidak akan bertemu untuk sementara waktu,” kata Urbasik. “Kami tidak ingin virus ini menyebar lebih jauh.”

Cinta tidak sama dengan pariwisata

Pada musim panas, situasi infeksi mulai agak reda di banyak negara Eropa. Saat itulah Felix Urbasik dan pacarnya tercengang. “Kami berpikir: Sebentar, bagaimana mungkin orang lain bisa pergi berlibur musim panas tapi kami tidak bisa bertemu lagi?”

Ribuan pasangan lain yang juga tidak terikat pernikahan, di mana satu pasangan tinggal di bukan negara Uni Eropa (UE) dan yang lainnya di dalam UE, juga mempertanyakan hal ini. Karena itu, di internet dengan tagar #LoveIsNotTourism, atau Cinta Bukanlah Pariwisata, para pasangan ini menyerukan pelonggaran global untuk pembatasan masuk bagi pasangan yang tidak terikat pernikahan. 

Pasangan berbeda kewarganegaraan, Felix Urbasik dan April, berencana untuk segera menikah begitu keadaan memungkinkan.Foto: Privat

Felix Urbasik juga aktif di sana. Pada bulan Juni ia membuat situs web tempat para pasangan bertukar informasi tentang persyaratan masuk di banyak negara dan menandatangani petisi. “Pada hari Jumat saya duduk di depan komputer dan bekerja sepanjang akhir pekan dan pada Minggu malam secara online di situs,” kata pria berusia 27 tahun itu. Pada awalnya ia mengaku mendapat 4.000 hingga 5.000 kunjungan per hari, hingga situs itu terkenal ke seluruh dunia.

Berharap bisa segera menikah 

Tidak lama kemudian terbukti kerja kerasnya ini mulai berbuah. Sejumlah negara UE - termasuk Jerman - melonggarkan persyaratan masuk untuk pasangan yang belum menikah. “Itu membuat saya sangat bahagia,” kata Urbasik. “Sayangnya, dalam kasus kami pribadi, kebijakan ini tidak benar-benar membantu.”

April memang diizinkan masuk Jerman, tapi ia tidak boleh meninggalkan negara asalnya untuk sementara waktu, karena pemerintah Australia sedang menempuh strategi isolasi. Izin khusus diperlukan untuk masuk dan keluar dari negara itu.

Setelah menghabiskan berbulan-bulan lamanya untuk perencanaan dan pengurusan dokumen ke pihak berwenang, Felix Urbasik dan pasangannya akhirnya menemukan cara untuk kembali bersama. Jika semuanya berjalan lancar, April akan terbang ke Jerman pada Januari 2021. “Begitu ada kesempatan, kami akan segera berdiri di kantor catatan sipil dan menikah,” tegas Felix Urbasik.

Keadaan rumit bagi keluarga binasional 

Bagi pasangan yang belum menikah, sekarang keadaannya sudah jauh lebih mudah untuk bisa kembali bertemu. Namun tidak demikian bagi keluarga yang harus tinggal di negara yang terpisah. “Menurut saya itu tidak adil,” ujar Francis França Tiebot.

“Para pasangan yang mungkin baru bersama selama enam bulan diizinkan masuk. Tapi ibu saya tidak diizinkan mengunjungi putri dan cucunya.”

Francis França Tiebot lahir di Brasil dan telah tinggal di Jerman bersama suami dan anaknya selama sebelas tahun. Dia mengepalai tim editorial Brasil di Deutsche Welle. Ibunya tinggal di kota Florianópolis, Brasil, sekitar 700 kilometer di selatan São Paulo.

Ibu França Tiebot seharusnya datang ke Jerman pada bulan Mei untuk menengok dan membantu mengasuh cucunya yang berusia satu tahun. Tiket pesawat sudah dipesan. Tapi kemudian pandemi corona menggagalkan rencana keluarga tersebut. 

Francis França Tiebot mendukung segala tindakan dan aturan untuk mengekang sebaran virus corona. Namun demikian, dia tidak bisa paham mengapa sekelompok turis diizinkan terbang ke Mallorca dan Kroasia pada musim panas, sementara ibunya ditolak masuk Jerman.

“Ibu saya pernah beberapa kali menderita pneumonia dalam hidupnya, jadi dia sangat berhati-hati dan tetap berada di rumah,” kata Francis França Tiebot. “Saya dapat menjamin bahwa dia akan tetap diisolasi bersama kami juga. Tidak ada alasan untuk tidak diizinkan masuk. Ibu saya jauh lebih tidak berbahaya bagi rantai infeksi, bila dibandingkan dengan kebanyakan orang Eropa.”

Corona belum usai

Sejak musim panas, situasi infeksi semakin memburuk di banyak negara Uni Eropa - termasuk Jerman. Rencana pesta Natal dengan orang tua dan mertua pun dibatalkan oleh keluarga França Tiebot. “Risikonya terlalu besar,” ujar wartawan itu. “Orang mungkin telah lelah dengan corona, tapi corona tidak lelah.”

França Tiebot mencoba untuk tetap berhubungan dengan ibunya melalui internet sesering mungkin. “Kami berbicara di WhatsApp setiap hari dan kami melakukan panggilan video setiap minggu sehingga dia tidak merasa sendirian.” Bagaimanapun juga, keadaan ini tidak mudah.

Perpisahan panjang dengan akhir yang bahagia

Sementara pasangan lain, Lena dan Matt mengalami keajaiban pada awal Natal. Keduanya telah menjadi pasangan selama setahun. Lena tinggal di Jerman, dan Matt di AS. Pria berusia 24 tahun terakhir melihat kekasihnya pada musim dingin lalu. Tentu saja ia telah membuat rencana untuk kunjungan berikutnya. “Tapi kami tidak pernah menyangka bahwa dunia akan terhenti begitu lama,” tutur Lena kepada DW. 

Setelah serangkaian prosedur panjang dan beberapa penolakan, Lena dan Matt dari Jerman dan AS akhirnya bisa kembali bertemu di Meksiko.Foto: Privat

Lena dan Matt telah dua kali mencoba mengatur perjalanan ke AS setelah wabah melanda. Tapi kedua upaya itu gagal. Alasannya: Sejak pertengahan Maret 2020, berlaku larangan masuk di Amerika Serikat bagi orang-orang yang pernah berada di Jerman atau negara lain di wilayah Schengen dalam jangka waktu 14 hari.

Dalam upaya mereka untuk bisa bertemu kembali, keduanya datang ke Meksiko. Kali ini berhasil. Lena terbang ke sana pada awal Desember. Ketika dia meninggalkan bandara Mexico City dan berjalan-jalan bersama Matt, dia hampir tidak bisa mempercayai keberuntungannya. “Butuh waktu satu hari penuh untuk menyadari bahwa ini benar-benar terjadi saat ini,” kata Lena.

Dia menghabiskan malam Natal dan Tahun Baru bersama Matt di AS. Harapannya untuk tahun mendatang sudah pasti. “Pembatasan memang masuk masuk akal, tetapi pasangan dan keluarga harus memiliki hak untuk saling bertemu,” kata Lena. “Saya hanya ingin dunia bisa kembali bersama - bahkan jika harus dengan menjaga jarak dan memakai masker.” (ae/as)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait