Kisah Pelari Perempuan India Yang Sempat Disangka Pria
15 Agustus 2018
Empat tahun silam dia tersisih dari Asian Games lantaran kontroversi seputar jenis kelaminnya, kini pelari India Dutee Chand siap mengejar ketertinggalan dan membuktikan diri di Indonesia.
Iklan
Hiperandrogenemia bisa membunuh karir seorang atlit perempuan. Bukan karena kemampuannya, melainkan lantaran jenis kelamin yang tersamar oleh kelainan hormon. Nasib serupa dialami pelari Afrika Selatan Caster Semenya dan Dutee Chand asal India. Chand yang akan melakukan debut tertunda di Indonesia juga sempat mendapat larangan tanding lantaran kondisinya itu.
Kini perempuan berusia 22 tahun ini siap membuktikan diri di Asian Games 2018. Ia berambisi mempertajam rekor India untuk lari jarak 100m yang ia cetak sendiri. "Saya sangat senang. Saya melewatkan Asian Games 2014 lantaran Hyperandrogenemia. Jadi sekarang adalah saatnya saya membuktikan nilai saya," ujarnya.
"Saya harap kerja keras saya terbayarkan," imbuh Chand. "Saya tidak pernah berpikir akan berhenti. Adalah mimpi untuk seorang atlit untuk bisa merepresentasikan negaranya. Apa yang terjadi bukan salah saya."
Perjalanan karir Chand tidak mudah. Dia dilahirkan di kawasan miskin India dan menyimpan trauma psikologis lantaran pernah dipaksa melewati uji kelamin saat masih remaja. Pada 2014 ia didiagnosa mengidap Hiperandrogenemia, Chand dilarang berkompetisi oleh Federasi Atletik Internasional (IAAF). Setelah bandingnya dimenangkan Pengadilan Arbitrase Olahraga, dia akhirnya bisa berlaga di Asian Games 2018.
Jelang Asian Games, Polusi Masih Bekap Jakarta
00:56
"Saya tidak mengkonsumsi obat atau sejenisnya. Semuanya alami. Tubuh manusia berbeda-beda. Hormon alami tidak bisa dikurangi atau ditambah," kata Chand sembari menambahkan dirinya mendapat tekanan besar selama empat tahun terakhir. "Saya tidak bisa konsentrasi pada program latihan."
Tahun ini IAAF mengubah aturan untuk nomor lari jarak menengah lantaran menduga banyaknya atlit perempuan dengan level horomon testosteron yang tinggi. Chand yang awalnya pelari jarak jauh, kini hanya akan mengikuti nomer lari jarak 100 dan 200 meter. "Saya harap saya bisa mendapat medali. Tapi saya tidak tahu pasti. Asian Games adalah kompetisi yang sangat besar."
Namun harapan tersebut tidak mudah diwujudkan. Chand yang tidak pernah terlibat dalam pertandingan kompetitif selama empat tahun terakhir diyakini akan kesulitan meningkatkan performa. Hal ini diyakini oleh pelatih Chand sendiri, Ramesh Nagapuri. "Ini seperti luka. Ia akan sembuh tapi bekas lukanya akan tetap terlihat."
Lima Atlit Dunia Yang Bakal Semarakkan Asian Games 2018
Lima atlit menjadi harapan tuan rumah untuk menyedot perhatian publik dan menjadikan ajang Asian Games 2018 sebagai kiblat dunia olahraga. Siapa mereka?
Foto: Getty Images/L.Zhang
Heung-min Son, Sepakbola, Korsel
Meski gagal membeli pemain baru pada bursa transfer di awal musim, klub Inggris Tottenham Hotspur tetap mengizinkan pemain bintangnya berlaga di Indonesia. Heung-min Son bermain apik saat menenggelamkan Jerman di babak penyisihan grup Piala Dunia 2018. Dia gagal berlaga di Asian Games 2014 di Incheon saat Korsel menjadi juara lantaran klubnya saat itu Bayer Leverkusen menolak memberikan izin.
Foto: Reuters/J. Sibley
Joseph Schooling, Renang, Singapura
Schooling mencatatkan sejarah ketika berhasil menaklukkan jawara Amerika Serikat, MIchael Phelps, pada Olympiade di Brazil 2016 silam dalam cabang renang 100m. Kemenangan itu sekaligus menjadikannya atlit pertama Singapura yang menggondol medali emas Olympiade. Di Asian Games, Schooling yang berusia 22 tahun membidik lima medali emas, antara lain untuk nomor gaya bebas 100m dan gaya kupu-kupu 200m
Foto: Reuters
Su Bingtian, Athletik, Cina
Menjelang Asian Games, Su Bingtian sedang berada dalam performa terbaik menyusul kemenangannya pada nomor lari 100 meter di Madrid dengan membukukan rekor pribadi, 9.91 detik, Juni silam. Tidak heran jika dia difavoritkan menggondol emas di Indonesia. Saat ini satu-satunya ancaman terbesar Su datang dari rekan senegaranya, Xie Zhenye, yang pernah mencatat waktu 9.97 detik Juni silam.
Foto: Reuters
Nicol David, Squash, Malaysia
Atlit gaek kelahiran Penang ini sebenarnya telah memasuki masa senja karir olahraga. Meski demikian Nicol David tetap menyimpan dahaga gelar dan siap menambah pundi-pundi emasnya setelah menyabet enam medali emas pada lima Asian Games terakhir. Uniknya Nicol mengawali karir cemerlangnya di Jakarta, pada Sea Games 1997. Pada Asian Games terakhirnya ini Nicol ingin membetoni namanya di buku sejarah
Foto: AFP/Getty Images
Kento Momota, Bulutangkis, Jepang
Kento Momota didaulat sebagai juara dunia setelah mengalahkan jawara Cina, Shi Yuqi, di Nanjing dan menjadi atlit Jepang pertama yang memenangkan gelar tunggal di kejuaraan dunia. Karirnya bukan tak bernila. Tahun 2016 silam ia dilarang bertanding selama lebih dari setahun setelah ketahuan berjudi di sebuah casino ilegal. Kini dia difavoritkan di atas Lee Chong Wei asal Malaysia dan Lin Dan, Cina.