Pengungsi Perempuan Somalia Jadi Gelandangan di Jakarta
2 April 2018
Saat UNHCR berkutat dengan masalah keuangan, pengungsi di Indonesia hidup sebagai gelandangan karena tidak diizinkan bekerja. Kondisi di Jakarta diklaim lebih buruk ketimbang hidup di bawah ancaman terorisme
Iklan
Stahil baru berusia 23 tahun saat melarikan diri dari kelompok teror Al-Shabbab di Somalia. Ayahnya tewas dibedil. Ia diburu lantaran ketahuan bersalaman tangan dengan seorang lelaki yang bukan muhrim. Kini Stahil hidup di Jakarta dan menghadapi ancaman lain, "kelaparan parah," tuturnya seperti dilansir The Guardian.
Di jalan-jalan ibukota perempuan muda itu hidup sebagai gelandangan bersama pengungsi lain dari Somalia. Mereka tidak boleh bekerja di Indonesia. Permohonan bantuan kepada lembaga pengungsi PBB, UNHCR, pun tidak membawakan hasil. Stahil akhirnya berkeliling meminta makanan sisa dari para pengungsi lainnya.
UNHCR yang menghadapi krisis kemanusiaan global kesulitan membiayai program bantuan buat pengungsi. Kini lembaga PBB itu meminta pemerintah Indonesia mempertimbangkan ulang larangan bekerja buat pengungsi. "Ada banyak pengungsi yang berbicara bahasa Inggris dan Arab. Ada juga yang ahli pertanian, sementara lainnya memiliki bakat di bidang seni," kata Thomas Vargas, perwakilan resmi UNHCR di Indonesia, seperti dikutip News Corp Australia.
Penampungan Imigran di Jakarta Membludak Lebihi Kapasitas
Rumah penampungan imigran di Jakarta Barat ini seharusnya hanya bisa memuat puluhan orang. Kenyataannya yang ditampung kini luber hingga ratusan orang.
Foto: picture-alliance/abaca/E. Permana
Tumpang tindih
Rumah detensi imigrasi merupakan tempat penampungan sementara bagi orang asing yang dianggap melanggar undang-undang imigrasi. Karena terlalu penuh, terpaksa mereka tidur seadanya. Dikutip dari Getty, rumah penampungan ini kini dibanjiri sekitar 440 orang, Mereka berasal dari berbagai negara. Terbanyak dari Nigeria.
Foto: picture-alliance/abaca/E. Permana
Terbanyak, tersandung masalah administrasi
Karena kelebihan daya tampung di lima blok yang ada, rumah detensi imigrasi Jakarta bahkan memberdayakan ruang aula untuk menampung para warga negara asing yang sebagian besar menghadapi masalah administrasi.
Foto: picture-alliance/abaca/E. Permana
Terbanyak dari Nigeria
Di antara mereka, lebih dari 200 orang menghadapi masalah dokumen. Lebih dari 100 orang mencari suaka sementara puluhan orang lainnya merupakan pengungsi.
Foto: picture-alliance/abaca/E. Permana
Menunggu nasib
Beralas tikar dengan atap terpal, mereka yang menunggu kepastian nasib ini tinggal dalam kondisi berdesakkan bersama ratusan pencari suaka lainnya. Dikutip dari Suara.com, bagi yang berkeluarga, mereka memberi pembatas berdinding kain. Karena tak ada lemari, mereka menggantungkan baju menggunakan tali di sepanjang pagar rumah detensi.
Foto: picture-alliance/abaca/E. Permana
Berkoordinasi dengan IOM
Selain di tempat penampungan ini, pemerintah juga menampung 900-an pencari suaka di Community House di Tangerang Selatan, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Demikian dikutip drai Suara.com. Untuk mencari solusinya, pemerintah berkoordinasi dengan International Ogranization for Migration (IOM), bandan PBB yang mengurus pengungsi. (Ed.: ap/ml, Sumber: getty/Suara.com)
Foto: picture-alliance/abaca/E. Permana
5 foto1 | 5
Sebanyak 13.800 pengungsi yang terdaftar di UNHCR dan hidup di Indonesia bergantung sepenuhnya pada program bantuan pangan internasional atau hidup di pusat penampungan pengungsi milik pemerintah. Namun lantaran banyak pusat penampungan yang membludak, sebagian pengungsi terpaksa hidup sebagai gelandangan.
Buat para pengungsi tersebut, Indonesia awalnya hanya negara transit. Namun akibat kebijakan anti imigran asing milik pemerintah Amerika Serikat dan Australia, mimpi melanjutkan perjalanan ke negara makmur kini tinggal harapan. "Kebijakan semacam ini berdampak pada jumlah pengungsi yang bisa dipindahkan," kata Vargas lagi.
Nasib serupa dialami Safiya, pengungsi Somalia yang melarikan diri setelah suaminya dipancung milisi Al-Shabbab pada 2015 silam. Ia kini hidup sebagai tuna wisma di Jakarta. "Di Mogadishu kami punya banyak masalah. Di sini saya bermimpi situasinya akan berubah dan kami bisa membangun masa depan. Sekarang saya menyadari situasi kami lebih parah ketimbang di Somalia," ujarnya kepada AAP.
Safiya kini hidup dari bantuan "penduduk yang murah hati" dan pengungsi lain. "Kami tidak memahami bahasa dan tidak boleh bekerja. Jika mereka mengizinkan kami membersihkan toilet dan membantu di rumah tangga, itu akan lebih baik karena kami bisa bertahan hidup," ujarnya.
Badai Pengungsi di Afrika
Sementara dunia menyaksikan drama pengungsi di Suriah atau di Mediterania, fenomena serupa terjadi di Afrika. Jutaan orang terlunta di jalanan, mereka tidak ke Eropa, melainkan ke Kenya, Uganda dan Sudan Selatan.
Foto: picture alliance/dpa
Peta Dunia Pengungsi
Badan pengungsi PBB UNHCR memperkirakan, hingga akhir tahun 2013, terdapat sekitar 51,2 juta pengungsi di seluruh dunia. Penyebabnya: konflik, penganiayaan, kekerasan, pelanggaran hak asasi manusia, dan kelaparan. Di antara negara-negara dengan tingkat pengungsi tertinggi , Somalia menempati posisi ketiga. 1,12 juta warga Somalia melarikan diri tanah air mereka.
Foto: picture alliance/dpa
Negara tujuan pengungsi
Di antara 20 negara penerima pengungsi terbesar di dunia, terdapat lima negara Afrika: Kenya, di dengan jumlah 535.000 pengungsi menempati posisi tertinggi, diikuti Chad, Ethiopia, Sudan Selatan dan Uganda. Sebagai perbandingan, Pakistan menampung 1,6 juta pengungsi. Jerman berada di peringkat 22 dengan sekitar 187.600 pengungsi.
Negara asal
"Hanya untuk keluar dari sini" demikian yang dipikirkan banyak orang dari Somalia, Sudan, Republik Demokratik Kongo, Eritrea, dan Republik Afrika Tengah. Rezim represif di Sudan, konflik bersenjata di Kongo Timur atau kekosongan kekuasaan di Afrika Tengah mendorong ratusan ribu mengungsi, melintasi perbatasan ke negara-negara tetangga.
Foto: Reuter/Feisal Omar
Teater perang di Somalia
Sejak penggulingan diktator Siad Barre pada tahun 1991, negara ini terjerembab dalam konflik berkepanjangan. Pemerintah transisi tak berdaya. Sejak tahun 2006, kelompok milisi Islam radikal Al-Shabab melakukan pertempuran berdarah melawan pemerintah dan masyarakat sipil. Bom bunuh diri secara teratur menelanb korban. 1,12 juta warga Somalia tinggal di pengasingan.
Foto: picture alliance/AP Photo
Kamp pengungsi terbesar di dunia
Dengan menampung 355.000 warga Somalia, kamp penampungan pengungsi Dadaab di Kenya menjadi kamp pengungsi terbesar di dunia. Pemerintah Kenya dan badan pengungsi UNHCR telah menciptakan infrastruktur, lengkap dengan sekolah dan rumah sakit. Terdapat tiga generasi pengungsi tinggal di kamp yang didirikan pada tahun 1991 itu.
Foto: AFP/Getty Images
Tujuan yang aman atau terpuruk dalam konfik?
Pada akhir 2013, bagi banyak pengungsi , Sudan Selatan masih merupakan negara tujuan. Tapi pada Desember 2013, perebutan kekuasaan antara Presiden Kiir dan lawannya Machar makin meningkat. Sejak itu, Sudan Selatan tenggelam ke dalam kekacauan. Terjadi lagi dan lagi, kekerasan etnis antara pendukung kedua belah pihak. Oleh karena itu, menurut data PBB, lebih dari satu juta orang terlunta-lunta.
Foto: Charles Lomodong/AFP/Getty Images
Beban akomodasi
Uganda berjuang keras seiring meningkatnya jumlah pengungsi dalam beberapa tahun. Kebanyakan berasal dari Republik Demokratik Kongo dan Sudan. Kelaparan yang terjadi baru-baru ini di Sudan selatan yang memiliki 100.000 pengungsi, memaksa orang-orang terebut hijrah ke negara tetangga.
Foto: Reuters
Takut teroris
Serangan oleh kelompok teroris Islam Boko Haram di Nigeria mendorong orang-orang, terutama mereka yang bermukim di bagian utara negara itu melarikan diri. 25 kota telah berada di bawah kekuasaannya Boko Haram. Orang-orang tinggal di gua-gua, hutan atau gunung dalam mencari keselamatan, banyak juga yang melarikan diri ke negara tetangga Kamerun.