Terdorong oleh antusiasme terhadap sastra Indonesia, Gudrun Fenna Ingratubun bekerja menjadi penerjemah sastra. Dengan profesinya, banyak penulis Indonesia juga berhasil mendapat pembaca di Jerman.
Iklan
"Bahasa Indonesia sangat indah, penuh perasaan dan kaya istilah menarik,” ujar Gudrun Fenna Ingratubun. "Bahasa Indonesia juga sangat kreatif karena kata-kata dari bahasa daerah dan bahasa asing juga bisa dileburkan. Tapi tentunya ini juga membuat Bahasa Indonesia cukup rumit secara kosa kata,” lanjutnya.
Gudrun yang berdomisili di Berlin berbicara Bahasa Indonesia dengan fasih dan bekerja sebagai penerjemah sastra Indonesia ke dalam Bahasa Jerman. Tanpa seorang penerjemah, karya-karya sastra Indonesia nyaris tidak mungkin dikenal di dunia internasional. Sampai sekarang Gudrun sudah menerjemakan karya-karya antara lain dari Okky Madasari, Laksmi Pamuntjak, Triyanto Triwikromo dan Faisal Odang.
Perjalanan Gudrun berkenalan dengan Indonesia berawal dari sebuah kebetulan. Seusai SMA Gudrun tinggal di sebuah desa terpencil di Tanzania untuk berkeja sebagai relawan. Suatu kali Gudrun mendapatkan sebuah surat dari rumahnya yang memakan waktu pengiriman 4 bulan. Anehnya, di amplop surat tertera stempel Jakarta. "Kalau melihat ke belakang, kejadian ini bisa dianggap sebagai pertanda, bahwa Jakarta akan menjadi tempat penting di hidup saya,” komentar Gudrun tentang hal mengherankan itu.
Setelah kembali ke Jerman, Gudrun mulai kuliah pertanian dan sastra Inggris, lalu ia berkenalan dengan seorang yang duduk disampingnya di kelas pertamanya: seorang mahasiswa asal Indonesia. Sejak itu Gudrun kenal semakin banyak orang Indonesia dan sampai akhirnya jatuh cinta dengan seorang pria asal Indonesia, menikah, punya 3 anak bersama dan tinggal selama 5 tahun di Indonesia.
Karena cara hidup yang santai dan orang-orang yang hangat, Gudrun sangat menikmati tinggal di Indonesia. "Saya suka kebersamaan di Indonesia. Orang memikirkan keadaan bersama. Tentu ini juga bisa membatasi, tetapi kebersamaan ini adalah sesuatu yang indah. Seperti misalnya berbagi makanan dengan orang lain,” tutur Gudrun. Salah satu kata favorit Gudrun dalam Bahasa Indonesia: "Sama-sama enak”. Kehangatan ini seperti ini menurut Gudrun bisa dipelajari orang Jerman dari Indonesia.
Gudrun: Cinta Sastra Indonesia, Jadi Penerjemah Buku
Didorong oleh kecintaannya terhadap sastra Indonesia, Gudrun Fenna Ingratubun lalu menerjemahkan buku sastra dan berhasil membuka pintu bagi sejumlah sastrawan Indonesia, agar karya mereka juga bisa dinikmati di Jerman.
Foto: Privat
Suka dengan mentalitas orang Indonesia
Gudrun sempat tinggal secara keseluruhan selama lima tahun di Indonesia. Menurutnya Indonesia adalah negara yang menarik dengan keragaman, sejarah, serta para pemikir modernnya. Suasana yang santai dan orang-orang yang hangat membuat dia merasa sangat nyaman di Indonesia.
Foto: A. Gollmer
Bermusik dengan santai
Salah satu hal yang sangat dirindukan Gudrun dari Indonesia adalah kelompok bermusik di Taman Suropati, Jakarta. Setiap minggu, orang-orang dari berbagai latar belakang bertemu di sini untuk bermain musik dalam suasana santai: seniman, pengamen, mahasiswa dan pekerja. Gudrun sendiri bermain instrumen cello.
Foto: Slamet Riyanto
Pameran Buku Frankfurt
Tahun 2015, Indonesia menjadi Tamu Kehormatan Pameran Buku Frankfurt. Karena itu, sejak beberapa tahun sebelumnya, dibutuhkan lebih banyak karya Indonesia yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Jerman. Untuk pameran internasional ini, Gudrun menerjemahkan beberapa karya sastra Indonesia. Ketika pameran berlangsung, dia juga aktif terlibat dalam acara untuk anak-anak.
Foto: Sari Meutia
Pasung Jiwa - Gebunden
“Pasung Jiwa” karya Okky Madasari diterbitkan di jerman oleh Penerbit Sujet dengan judul “Gebunden”. Untuk menerjemahkan novel kritis yang bercerita tentang kebebasan ini, Gudrun membutuhkan waktu sekitar delapan bulan.
Foto: DW/A. Gollmer
Berpromosi dengan Okki Madasari
Pekerjaan Gudrun tidak hanya menerjemahkan, melainkan juga ikut memperkenalkan karya itu di Jerman bersama penulisnya. Bersama Okky Madasari, Gudrun mempromosikan buku Pasung Jiwa ("Gebunden) di kota Bremen, Hamburg dan Berlin.
Foto: privat
Bersama Triyanto Triwikromo di Berlin
Gudrun juga sering menemani penulis-penulis Indonesia yang datang ke Jerman untuk tujuan riset. Ketika memperkenalkan buku "Surga Sunsang" karya Triyanto Triwikromo di Berlin, Gudrun berbicara tentang sudut pandang pembaca Jerman.
Foto: Endji Soedarsono
Aktif membuat buku
Tidak hanya menerjemahkan sastra, Gudrun secara rutin juga bekerja sebagai seniman buku dalam proyek bernama 'Book Your Story'. Ia mengajak anak-anak dan orang dewasa menulis cerita sendiri, lalu mengilustrasinya serta menjilidnya sendiri sebagai buku.
Foto: DW/A. Gollmer
Cala Ibi
Salah satu karya sastra yang paling disukai Gudrun adalah Cala Ibi. Karya Nukila Amal ini menceritakan tentang seorang wanita muda dalam pencarian jati dirinya, dan mengangkat tema agama, filsafat dan sejarah. Walaupun cerita ini berlatar belakang Indonesia, tema yang diangkat adalah tema universal. Karya ini termasuk yang sangat sulit diterjemahkan, kata Gudrun.
Foto: privat/Gudrun Ingrabutun
Melatih kreativitas dengan anak-anak
Setiap buku merupakan karya unik. Setiap anak mengarang ceritanya sendiri. Banyak yang menggunakan pengalaman sendiri atau masalah-masalah yang dihadapi sehari-hari. Cerita itu lalu dilengkapi dengan ilustrasi yang dibuat dengan teknik linocut. Gudrun mendampingi peserta selama proses pembuatan buku.
Foto: DW/A. Gollmer
Membuat buku bersama anak-anak Indonesia
Jika berkunjung ke Indonesia, Gudrun juga kerap menyempatkan waktu untuk mengadakan acara dengan anak-anak di Indonesia, seperti di Jakarta atau Makasar. Karena di Indonesia tidak mudah menemukan linoleum untuk mencetak, Gudrun menggunakan sol sepatu untuk proyeknya.
Foto: Privat
10 foto1 | 10
Proses belajar Bahasa Indonesia
Tingkat berbahasa Indonesia yang baik tentu menjadi persyaratan untuk menjadi seorang penerjemah yang bagus. Berbekal pengalaman belajar bahasa-bahasa lain seperti Bahasa Inggris, Bahasa Latin, Bahasa Yunani Kuno dan Bahasa Kiswahili, Gudrun sudah mempunyai tata belajar bahasa yang baik ketika mulai belajar Bahasa Indonesia.
Di awal datang ke Indonesia, Gudrun kurus bahasa dengan guru privat selama 3 minggu di Makassar. Lalu ia pindah ke Sumbawa, lanjut belajar dengan buku tata bahasa dan kamus serta hanya berinteraksi dengan orang Indonesia. "Karena itu saya bisa dengan teliti mendengarkan cara mereka berbicara. Saya juga menyesuaikan dan meniru pilihan kata, lafal serta intonasi dari orang-orang sekitar saya," ceritanya. "Memang prosesnya naik turun, tetapi akhirnya saya menjadi semakin fasih.”
Gudrun juga sempat tinggal di Jakarta dan bekerja untuk Goethe Institut. Disana ia juga bisa lebih memperdalam ilmu bahasanya melalui interaksi dengan banyak budayawan Indonesia dan membaca sastra Indonesia. Disinilah Gudrun juga mulai menerjemahkan teks-teks pertamanya untuk newsletter dari Goethe Institut.
Sejak tahun 2010 Gudrun kembali tinggal di Jerman dan karir sebagai penerjemah sastra dimulai dengan terpilihnya Indonesia sebagai tamu kehormatan di Pameran Buku Frankfurt 2015. Karena untuk ajang buku termahsyur ini dibutuhkan banyak karya sastra yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Jerman, Gudrun ditanya oleh Goethe Institut untuk menerjemahkan beberapa cerita pendek. Semenjak itu Gudrun semakin aktif menerjemahkan karya-karya sastra Indonesia sampai sekarang.
Melalui perkenalannya dengan beberapa sastrawan di awal karirnya dan melalui pameran-pameran buku internasional, jumlah penulis yang Gudrun kenal semakin bertambah. Ia juga aktif dalam berbagai program yang memberikan beasiswa kepada sastrawan dan acara-acara Temu Sastra. Gudrun tidak pernah kekurangan karya menarik yang ingin ia terjemahkan. Ia pribadi sangat menyukai karya kritis, karya yang mengandung filsafat, karya yang memberikan suara bagi kelompok yang terdiskriminasi serta juga tema-tema feminis.
Bekerja Sama Dengan Jerman, Indonesia Melawan Waktu Lewat Digitalisasi Manuskrip Kuno
Banyak naskah kuno ditulis di bahan rapuh seperti daun lontar, kulit kayu dan bambu. Guna menyelamatkannya Indonesia bekerjasama dengan Jerman lakukan digitalisasi agar naskah tidak rusak ditelan waktu.
Foto: DW/M. Rijkers
Akses Digital Koleksi Naskah Kuno
Guna memastikan naskah kuno yang ada bisa bermanfaat bagi masyarakat, pemerintah menyediakan akses digital untuk 400-an naskah kuno yang termasuk dalam koleksi khusus. Naskah asli rawan rusak karena usianya yang tua, bahannya sudah rapuh dan dijaga agar tak dicuri. Waktu seakan terhenti di ruangan ini, tempat 11.500 naskah kuno tersimpan di Perpustakaan Nasional, Jakarta.
Foto: DW/M. Rijkers
La Galigo
La Galigo adalah salah satu naskah kuno dari abad ke 13-15 dalam bahasa Bugis yang ditulis dalam aksara Lontara Kuno yang terdiri dari 6000 halaman. Ini foto naskah asli dalam kitab berukuran kecil sebanyak 78 halaman kertas. UNESCO menetapkan La Galigo sebagai warisan dunia atau Memory of the World dari Indonesia. La Galigo memuat kisah penciptaan peradaban Bugis di Sulawesi Selatan.
Foto: DW/M. Rijkers
Nagarakretagama
Naskah ini adalah tulisan Empu Prapanca dalam bahasa Jawa Kuno, aksara Bali pada lontar. Rekaman sejarah tahun 1365 ini baru ditemukan pada tahun 1894 oleh ilmuwan Belanda, J.L.A. Brandes di Lombok, Nusa Tengara Barat saat Istana raja Lombok di Cakranagara dibakar tentara KNIL. Nagarakretagama memuat keadaan kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Prabu Hayam Wuruk dari tahun 1350-1389 Masehi.
Foto: DW/M. Rijkers
Babad Diponegoro
Ini autobiografi yang ditulis Pangeran Diponegoro (1785-1855) saat diasingkan di Sulawesi Utara 1831-1832. Naskah ditulis di kertas dalam bahasa Jawa, aksara Arab sebanyak 1151 halaman. Tampak dalam foto adalah Babad Diponegoro asli, replikanya dipamerkan untuk umum. Babad Diponegoro berkisah tentang Kerajaan Majapahit, Mataram, Surakarta dan Yogyakarta serta perang era kolonial Belanda.
Foto: DW/M. Rijkers
Panji Jayakusuma
Panji Jayakusuma baru masuk sebagai Memory of the World dari Indonesia pada tahun 2017. Naskah ditulis dalam bahasa dan aksara Jawa ini berkisah tentang petualangan Raden Panji, putra mahkota Kerajaan Jenggala yang mencari kekasihnya yang hilang. Raden Panji menyamar sebagai Jayakusuma yang berhasil menaklukkan Bali.
Foto: DW/M. Rijkers
Koleksi Perpustakaan Nasional 11.500 Naskah Kuno
Manuskrip tertua adalah Nagarakretagama (1365) dan termuda naskah Sewaka Darma (1880). Teguh Purwanto, Kepala Bidang Layanan Koleksi Khusus mengizinkan pemotretan di dalam ruangan yang dilindungi baja tahan api dan diproteksi dari akses manusia. Manuskrip kuno disimpan dalam lemari kaca dan hanya bisa dipegang oleh ahli dengan menggunakan sarung tangan.
Foto: DW/M. Rijkers
Kerjasama Menyelamatkan Naskah Kuno
Selain koleksi Perpustakaan Nasional, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Pusat Studi Budaya Manuskrip (CSMC), Universitas Hamburg terlibat dalam digitalisasi manuskrip kuno yang saat ini masih berada di tangan masyarakat.
Foto: DW/M. Rijkers
Pentingnya Digitalisasi Naskah Kuno
Sejak Juni 2018, DREAMSEA sudah mendigitalisasi 1069 imaji dari Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, 1694 imaji dari Palembang, Sumatera Selatan. Dari Buton-Sulawesi Tenggara sebanyak 4996 imaji dan Kuningan-Jawa Barat sebanyak 5000 imaji. Tampak dalam foto adalah hasil digitalisasi dari naskah milik Sultan Mahmod Badarudin IV tentang hukum pernikahan secara Islam.
Foto: DW/M. Rijkers
Naskah Tentang Hari Raya Islam
Tampak dalam foto adalah hasil digitalisasi dari naskah yang ditulis oleh Syekh Abdu Somad Alfalimbani yang ditemukan di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Naskah memuat tentang Isra Miraj dari Bahasa Arab ke Bahasa Melayu yang dibacakan setiap peringatan hari raya Isra Miraj. Dari naskah ini diketahui bagaimana syiar agama Islam disampaikan dalam bahasa lokal.
Foto: DW/M. Rijkers
Naskah Peraturan Iddha
Iddha adalah peraturan dalam Islam mengenai pernikahan kembali seorang janda setelah perceraian/ditinggal mati oleh suami. Naskah ditulis dalam bahasa Melayu, aksara Jawi yang terlihat seperti aksara Arab. Keunikan naskah ini adalah pembagian tabel yang sudah mulai dikenal di masa itu. Foto ini adalah digitalisasi yang sedang dikerjakan oleh PPIM UIN Jakarta dan Universitas Hamburg, Jerman.
Foto: DW/M. Rijkers
Buku Lipat Kulit Kayu
Tampak dalam foto adalah hasil digital yang sedang dikerjakan oleh PPIM UIN Jakarta dan Universitas Hamburg, Jerman. Buku lipat dari kulit kayu ini milik Faturahman dari Palembang, Sumatera Selatan yang berisi cara penghitungan hari baik. Keunikan naskah ini adalah mulai dikenalnya bentuk diagram lingkaran untuk memudahkan penghitungan hari.
Foto: DW/M. Rijkers
11 foto1 | 11
Pekerjaan dengan berbagai sisi penuh tantangan
Menurut Gudrun, Bahasa Indonesia memang tergolong mudah dipelajari dari sisi tata bahasa, tetapi tetap ada beberapa kesulitan yang ia hadapi dalam menerjemahkan karya. "Salah satu tantangannya adalah bentuk waktu yang berbeda dengan di Bahasa Jerman. Kadang di Bahasa Indonesia tidak begitu jelas, harus dimengerti dari konteks apakah sesuatu sedang terjadi, sudah terjadi atau hanya diinginkan,” jelasnya. "Saya harus memutuskan bentuk waktu yang tepat dalam Bahasa Jerman.”
"Sastra Indonesia bunyinya indah. Lebih emosional daripada Bahasa Jerman dan banyak permainan dengan metafora,” ujar Gudrun. "Ini juga seharusnya bunyinya tetap indah dalam Bahasa Jerman. Tetapi jika diterjemahkan terlalu harfiah, ini bisa dianggap norak. Jadi saya harus menemukan jalan tengah yang kreatif,” paparnya lebih lanjut.
Namun tantangan tidak hanya ditemukan ketika bekerja di balik buku atau komputer saja. "Kesulitan utama adalah untuk menemukan penerbit yang mau mempublikasikan karya-karya sastra Indonesia, karena penulis-penulis Indonesia masih kurang dikenal, jadi penerbit tidak tahu apakah bukunya akan laku terjual disini” ujarnya sambil sesekali menyeruput kopi tubruk merk Aroma asal Bandung. Karena itu salah satu bagian terpenting dari pekerjaan sebagai penerjemah adalah juga menjadi perantara antara penulis dan penerbit yang akan menerbitkan karya tertentu.
Bertemu para sastrawan dan pembaca secara langsung
Kebahagian bekerja menjadi penerjemah sastra juga ditemukan Gudrun dalam berbagai aktivitas lain yang terjadi di seputarnya. "Ketika saya menerjemahkan sebuah karya, saya berusaha bekerja dekat dengan sastrawannya, jadi saya juga bisa banyak bertanya, tukar pikiran dan kami mencari solusi terjemahan bersama. Kadang karyanya juga bisa berubah sedikit atau saya dilibatkan dalam pembentukan sebuah karya kalau sudah berinteraksi waktu penelitian dan rencanakan karya ,” kata Gudrun sambil tersenyum.
Agar sastra Indonesia bisa lebih banyak ditemukan di Jerman, Gudrun juga membentuk sebuah klub sastra Indonesia di Berlin. Secara berkala anggotanya yang terdiri dari orang-orang Jerman dan Indonesia bertemu untuk mendiskusikan karya-karya sastra Indonesia yang sebelumnya sudah ditentukan dan dibaca. Selain untuk memperdalam pengertian atas cerita, ada imbas lain yang juga diharapkan Gudrun.
"Ini seperti sebuah tes, bagaimana sebuah karya Indonesia diterima publik. Saya juga menulis blog tentang setiap pertemuan, jadi ini bisa menjadi sumber informasi bagi penerbit Jerman,” ujar Gudrun dengan semangat. "Sampai sekarang masih sedikit sekali informasi yang ada tentang sastra Indonesia bagi orang Jerman, apalagi jika mereka tidak bisa bicara Bahasa Indonesia.”
"Saya antusias sekali dengan sastra Indonesia dan saya ingin agar lebih banyak orang bisa membacanya,” ujar Gudrun. "Inilah yang menjadi penggerak utama saya.”
Kesempatan Emas bagi Sastra Indonesia
Tahun 2015, menjadi terobosan baru dalam karya sastra Indonesia. Indonesia akan menjadi tamu kehormatan dalam Frankfurter Buchmesse, ajang pameran buku bergengsi di dunia, yang diselenggarakan tiap tahun di Frankfurt.
Foto: Frankfurter Buchmesse/A. Heimann
Acara Serah Terima
Serah terima Guest of Honour dari Finlandia kepada Indonesia Minggu, 12 Oktober 2014 di Pameran Buku Frankfurt.
Foto: Frankfurter Buchmesse/A. Heimann
Tarian Memukau
Penampilan musik dan tari Ayu Laksmi, Endah Laras dan Ariani, Minggu 12 Oktober 2014.
Foto: Frankfurter Buchmesse/A. Heimann
Tongkat Guest of Honour
Inilah tongkat Tamu Kehormatan yang diserahkan kepada Indonesia untuk 2015.
Foto: Frankfurter Buchmesse/A. Heimann
Dewi Dee Lestari
Dewi Dee Lestari bertukar pengalaman dengan penulis Finlandia Kjell Westo dalam acara serah terima.
Foto: Frankfurter Buchmesse/P. Hirth
Tamu Kehormatan
Indonesia akan menjadi tamu kehormatan di Frankfurter Buchmesse atau Frankfurt Book Fair pada tahun 2015 nanti. Dalam pameran buku akbar tahun ini dimana Finlandia menjadi tamu kehormatan, Indonesia mulai unjuk diri.
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
17.000 Islands of Imagination
Indonesia mengemas keikutsertaan di FBF dalam tema "17.000 Islands of Imagination". Pulau dalam hal ini adalah semacam suatu imajinasi, kreativitas yang tidak terbatas yang lahir dan berkembang di 17.000 pulau di tanah air.
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
Memperkenalkan Indonesia
Dalam pameran buku tahun ini pihak penyelenggara memperkenalkan peran serta Indonesia sebagai tamu kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015. Hadir dalam konferensi pers, Direktur Frankfurt Book Fair Juergen Boos, Wakil Menteri Kebudayaan Indonesia, Wiendu Nuryanti, Goenawan Mohamad, penulis senior yang menjadi panitia delegasi Indonesia, dan Husni Syawie dari IKAPI.
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
Banyak Peminat
Konferensi pers yang memperkenalkan Indoensia sebagai tamu kehormatan diserbu pengunjung. Menjadi tamu kehormatan sangat menguntungkan, karena mendapat kesempatan dalam menonjolkan Indonesia pada dunia. Bahkan, selama setahun sebelum penyelenggaraan, negara yang menjadi tamu kehormatan akan diperkenalkan ke publik dalam berbagai liputan media di Jerman.
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
Ajang Penting
Pameran buku internasional di Frankfurt merupakan ajang yang sangat efektif dalam mengenalkan para penulis Indonesia yang selama ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
Mencari Penerjemah
Bukan perkara mudah untuk mencari penerjemah buku Indonesia ke dalam bahasa Jerman. Direktur Frankfurter Buchmesse Jürgen Boos mengatakan: "Ini merupakan tantangan besar, untuk mencari penerjemah sastra ke bahasa Jerman.“
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
Terobosan Indonesia
Pada pertengahan tahun 1970-an, fokus pameran lebih bersifat tematik. Namun sejak tahun 1980-an, tiap tahun dipilih tamu kehormatan dari berbagai negara dalam pameran akbar itu. Setelah Indonesia menjadi tamu kehormatan tahun 2015, Belanda akan menyusul sebagai tamu kehormatan 2016.