1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kisah Xu Melindungi Laut Indonesia

18 Desember 2014

Kebangkitan industri perikanan di Indonesia berdampak positif buat kesejahteraan nelayan, tapi menjadi kabar tak sedap bagi populasi ikan hiu yang menyusut secara drastis. Bantuan justru datang dari negara tetangga.

Fischer schneidet Haiflosse ab
Foto: picture-alliance/dpa

Setiap hari potongan daging ikan hiu dijajakan pedagang di pasar ikan Tanjung Luar di pulau Lombok. Sejak beberapa tahun nelayan di pulau wisata di provinsi Nusa Tenggara Barat itu banjir rejeki berkat bisnis produk laut. Tidak cuma hiu, pasar itu juga menjual daging ikan Pari Manta dan ikan Sidat.

Tidak heran jika kebiasaan nelayan Lombok menjaring satwa lindung itu mengundang kekhawatiran aktivis lingkungan.

Seorang warga Singapura berupaya membujuk nelayan agar meninggalkan pekerjaannya dan beralih menjadi pemandu wisata bawah laut buat Lombok yang tengah kebanjiran pelancong asing. "Impian terbesar adalah mengajak sebanyak mungkin wisatawan, tapi tidak setiap hari karena mungkin akan merusak terumbu karang, tetapi seminggu sekali," kata Kathy Xu.

Perempuan 30 tahun itu memilih meninggalkan profesinya sebagai guru di Singapura agar bisa memusatkan perhatian kepada proyek di Lombok. "Mudah-mudahan saya bisa mengajak lebih banyak nelayan untuk beralih profesi."

Kebangkitan Industri Perikanan

Xu berhadapan dengan industri perikanan yang sedang melejit, antara lain berkat tingginya permintaan pasar di Cina akan sirip ikan Hiu. Indonesia sedang menjelma menjadi lahan perburuan ikan hiu terbesar di dunia.

Pasar Tanjung Luar adalah salah satu pusat penjualan ikan hiu di Indonesia. Selama hari baik, nelayan bisa membawa 300 ekor ikan hiu untuk dijual di pasar. "Kadang-kadang jumlahnya terlalu banyak, sehingga kami tidak bisa menjual semuanya di dalam pasar," kata Ismail, pengusaha perikanan lokal.

Sejauh ini Xu cuma berhasil mengajak beberapa nelayan untuk beralih ke sektor pariwisata. Rata-rata dua bulan sekali mereka memandu pelancong asing yang sebagian besar berasal dari Singapura untuk menyelam.

Kesejahteraan Nelayan vs Konservasi?

Namun betapapun juga, menangkap hiu masih menjadi opsi paling menguntungkan buat nelayan lokal. "Kami mendapat uang lebih banyak dari menjual ikan hiu ketimbang memandu wisatawan. Kadang-kadang malah sepuluh kali lipat lebih besar," kata Sulaiman.

Xu sering mengajak wisatawan berkunjung ke Pasar Tanjung Luar buat menyaksikan dampak penangkapan hiu. Menurut Badan Pangan Dunia, FAO, Indonesia setiap tahunnya menangkap sekitar 110.000 ton ikan hiu.

Sejauh ini cuma ikan hiu paus saja yang masuk dalam daftar satwa dilindungi oleh pemerintah.

Namun begitu, bukan perburuan hiu yang memangkas populasi pemangsa laut tertua di dunia itu, melainkan tangkapan sampingan. Hiu yang secara tidak sengaja terjerat jaring nelayan juga mendarat di pasar-pasar ikan.

Kathy Xu sendiri belum akan menyerah dengan proyeknya. Kendati perspektif yang muram, ia tetap bahagia melakukan pekerjaan barunya itu. "Semakin sering saya menyelam, semakin saya mencintai ikan hiu," ujarnya. "Saya tidak ingin cucu saya tidak bisa menikmati pengalaman serupa."

rzn/vlz (afp,rtr,antara)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait