Jurnalis berkewarganegaraan Indonesia, Veby Mega Indah, terkena tembakan peluru karet ketika meliput di Hong Kong.
Iklan
"Seorang WNI perempuan bernama Veby Mega terkena tembakan peluru karet di dekat mata saat yang bersangkutan sebagai jurnalis sedang meliput aksi demonstrasi di daerah Wan Chai, Hong Kong, pada tanggal 29 September 2019," ucap Ricky Suhendar sebagai Konjen RI Hong Kong saat dihubungi detikcom, Minggu (29/9/2019).
"Jadi demonya agak sedikit ya kurang kondusif. Ketika polisi menembakkan peringatan, dia kan lagi meliput itu, tiba-tiba pelurunya nyasar ke dia," ujar Ricky Suhendar.
"Saat ini kondisi Veby dalam keadaan sadar dan masih dalam perawatan dokter. KJRI Hong Kong akan terus memberikan pendampingan dan bantuan kepada yang bersangkutan selama perawatan di rumah sakit," imbuhnya.
Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Hong Kong meminta aparat setempat melakukan penyelidikan atas tembakan peluru karet yang mengenai jurnalis Indonesia. KJRI juga mengatakan sudah berkomunikasi dengan otoritas Hong Kong untuk mengetahui kronologi kejadian.
Frustasi Akibat Mahalnya Hidup Turut Sulut Protes di Hong Kong
Banyak orang muda di salah satu kawasan terpadat di dunia itu tidak puas karena biaya hidup yang sangat mencekik. Di samping itu, mereka juga mengkhawatirkan erosi kebebasan secara umum.
Foto: Reuters/T. Peter
Berbagi kamar tidur dengan orang tua
Peter Chang (23) adalah pengusaha yang terpaksa berbagi kamar tidur dengan ayahnya. Luas kamar hanya 5 meter persegi. Ia marah terhadap kebijakan imigrasi penguasa, yang menempatkan orang-orang dari dataran Cina di Hong Kong. Ia berkata, "Mereka berusaha menghapus identitas kami."
Foto: Reuters/T. Peter
Berdesak-desakan
Zaleena Ho (22) adalah warga asli Hong Kong. Ia lulusan jurusan perfilman dan tinggal bersama orang tuanya. Kamar tidurnya hanya 7 meter persegi. Ia berkata, "Situasi politik makin buruk. Sebagian besar dari kami berusaha sebaik mungkin untuk menjaga apa yang telah kami peroleh. Saya punya paspor AS. Sebenarnya saya bisa pergi saja. Tapi saya berharap kami masih bisa mengubah sesuatu."
Foto: Reuters/T. Peter
Berani menentang
Roy Lam (23) berkerja di bagian di sebuah perusahaan dan tinggal bersama ibu dan empat saudara perempuannya. Ia mengungkap, ia lebih baik terpukul saat mengadakan perlawanan, daripada berdiam diri saat ditekan. Ia menambahkan, kaum muda bertekad tetap menuntut apa hak mereka."
Foto: Reuters/T. Peter
Marah kepada pemerintah
John Wai (26) tinggal bersama orang tua dan saudara perempuannya. Ia berpose di kamar tidurnya yang hanya seluas 7 meter persegi. "Yang membuat saya marah adalah pemerintah membiarkan warga Cina daratan membeli properti yang sudah sangat terbatas. Para penjual menetapkan harga sangat tinggi, sehingga kami tidak bisa membeli."
Foto: Reuters/T. Peter
Bekerja tanpa henti
Ruka Tong (21) nama mahasiswa yang berpose di kamar tidurnya di Hong Kong. Kamar tidur seluas 11 meter persegi ini dibaginya bersama saudara perempuannya. Orang tua mereka tinggal di apartemen yang sama. Hingga tahun lalu, seluruh keluarga tinggal di kamar seluas 28 meter persegi. "Saya bekerja tanpa henti. Saya bekerja tujuh hari sepekan dalam lima pekerjaan."
Foto: Reuters/T. Peter
Menuturkan kisah
Sonic Lee (29) adalah seorang musisi dan komponis. Ia tinggal bersama ibunya. Ruang tidurnya hanya seluas 6 meter persegi. "Bagi saya, Revolusi Payung seperti halnya menceritakan sebuah kisah," katanya dan menambahkan, "Saya tidak percaya lagi, bahwa akan terjadi sesuatu perubahan."
Foto: Reuters/T. Peter
Merampok kesempatan
Fung Cheng (25) seorang desainer grafik, tinggal di apartemen bersama orang tua dan saudara laki-lakinya. Ia merasa frustrasi terhadap sebuah sistem yang ia rasa telah merampok kesempatan untuk bisa memiliki rumah sendiri.
Foto: Reuters/T. Peter
Berapa lama lagi?
Ruby Leung (22) adalah mahasiswa jurusan hukum. Kamar tidurnya juga berukuran 7 meter persegi. Pemerintah menjanjikan status satu negara dua sistem untuk Hong Kong selama 50 tahun. Sekarang masyarakat panik, apa yang akan terjadi dalam 50 tahun ini. (Sumber: reuters, Ed.: ml/hp )
Foto: Reuters/T. Peter
8 foto1 | 8
"Kami telah berkomunikasi dengan otoritas Hong Kong mengenai kronologis dan meminta penyelidikan lebih lanjut mengenai kejadian ini," kata Ricky Suhendar dalam keterangan tertulisnya, seperti dikutip Antara, Minggu (29/9/2019).
Pihak KJRI telah melaporkan insiden tersebut kepada Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi di Jakarta.
"Ibu Menlu telah menugaskan tim KJRI Hong Kong untuk segera memberikan bantuan ke rumah sakit," ujar Ricky Suhendra didampingi Kanselari KJRI Hong Kong Mandala S Purba. (vlz/as)