Klub Sepakbola Anti-Arab Sambut Pemilik Baru Asal UEA
11 Desember 2020
Pendukung klub sepakbola Beitar Jerusalem yang telah lama dikaitkan dengan rasisme anti-Arab berkumpul pada hari Jumat untuk menunjukkan dukungan atas pembelian saham oleh pengusaha asal UEA Syekh Hamad.
Iklan
Banyak yang menyambutnya sebagai tanda perubahan, walau sebagian kecil pendukung memprotes langkah tersebut. Beitar Jerusalem adalah satu-satunya klub sepak bola Israel yang tidak pernah memiliki pemain Arab, dan penggemar beratnya memiliki sejarah nyanyian rasis di pertandingan.
Ratusan pendukung berkumpul untuk menunjukkan dukungan mereka kepada pemilik baru, sementara puluhan pendukung garis keras lainnya - dikenal sebagai La Familia - memprotes hal tersebut. Polisi Israel mengatakan empat orang ditangkap karena "konfrontasi,'' tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Syekh Hamad bin Khalifa Al Nahyan, anggota keluarga penguasa di Abu Dhabi, baru-baru ini membeli 50% saham klub dan berjanji untuk menggelontorkan dana lagi sebesar Rp 1,2 triliun dalam kurun dekade mendatang. Uni Emirat Arab (UEA) telah menormalisasi hubungan dengan Israel awal tahun ini.
Terbuka untuk pemain Arab
Syekh Hamad dan mitranya dari Israel, Moshe Hogeg, telah berjanji untuk mengubah tim agar semakin mengutamakan keberagaman. Mereka terbuka untuk merekrut pemain Arab ke dalam timnya. Itu akan menjadikannya tim terakhir di Israel yang mengintegrasikan kesebelasannya.
Netanel Avraham, salah satu fans yang berkumpul untuk mendukung kepemilikan baru tersebut, mengaku senang. "Kami berharap dia akan membawa kami ke peringkat yang bagus,'' katanya. "Saya ingin Beitar Jerusalem diketahui bukanlah sebagai tim yang rasis,'' tambahnya. "Saya ingin stigma ini dihapus.''
Beitar, yang dikaitkan dengan Partai Likud, partai pendukung Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, adalah salah satu klub paling bergengsi di Israel. Beitar telah memenangkan 13 trofi. Namun, klub itu juga dapat kritik karena tidak pernah memiliki pemain Arab.
Iklan
Rasisme akan ditindak tegas
Pejabat klub di masa lalu mengatakan bahwa mereka sangat diawasi oleh basis penggemar garis keras yang memiliki pengaruh signifikan atas kebijakan perekrutan. Sekelompok kecil penggemar, yang dikenal sebagai La Familia, dikenal berteriak seperti monyet ketika pemain tim lawan dari Afrika menyentuh bola dan meneriakkan "matikan orang Arab'' ke arah pemain Arab klub lawan. Baik Hogeg maupun Al Nahyan mengatakan bahwa perilaku seperti itu tidak akan ditoleransi.
Hogeg, seorang investor teknologi tinggi dan cryptocurrency Israel, mengatakan dia telah mengambil langkah-langkah melawan rasisme sejak dia mengakuisisi Beitar dua tahun lalu. Tim tersebut mengatakan memiliki pemain Arab pada tim perempuan dan tim mudanya.
yp/na (ap)
Mesut Özil: Selayang Pandang Karirnya
Özil mengundurkan diri dari permainan internasional setelah menuduh dapat perlakuan rasis dari Asosiasi Sepakbola Jerman (DFB). Gelandang tengah yang tenang dan berbakat itu telah menarik banyak penggemar setia.
Özil bergabung dengan tim muda Bundesliga Schalke 04 di kampung halamannya Gelsenkirchen pada 2005. Keberhasilannya di panggung internasional datang lebih cepat, ia memenangkan kejuaraan Eropa U21 dengan tim Jerman tahun 2009.
Foto: Imago/Team 2
Berawal dari Bremen
Karir klub Özil juga tidak mengecewakan. Mereka menggambarkannya sebagai "hal besar berikutnya." Keluar dari Schalke karena alasan gaji, Özil lalu pindah ke Werder Bremen pada 2008. Penampilannya yang luar biasa untuk tim Jerman di Piala Dunia 2010 menarik perhatian klub-klub terbaik Eropa. Ia dijual ke Real Madrid pada 2010 kemudian pindah ke tim Inggris Arsenal dengan rekor klub 50 juta Euro.
Foto: Imago/Sven Simon
Simbol keberhasilan integrasi
Tahun 2010 Özil memenangkan Bambi - penghargaan media bergengsi di Jerman - sebagai contoh cemerlang integrasi di Jerman. Lahir sebagai seorang Jerman generasi ketiga, ia selalu menyatakan bangga akan asal-usulnya di Turki, sambil menekankan bahwa hidupnya dikhususkan untuk Jerman. Sebagai seorang Muslim yang taat, ia pernah memposting foto dirinya berhaji ke Mekah pada 2016.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Pedersen
Raja di hati para penggemarnya
Özil bertemu Kanselir Angela Merkel setelah mengalahkan Turki tahun 2012. Ia menarik banyak penggemar setia karena kepribadiannya yang tenang dan sederhana serta gemar melakukan kegiatan filantropi. Tahun 2014 ia dipuji karena menyumbangkan kemenangan Piala Dunia 2014 bagi anak-anak Brasil yang membutuhkan operasi penyelamatan jiwa dan bertemu dengan anak-anak pengungsi Suriah di Yordania.
Özil mengikuti semua tujuh pertandingan sukses Piala Dunia Jerman di Brasil pada 2014. Dikenal sebagai "playmaker Joachim Löw," gelandang tengah ini memiliki hubungan dekat dengan pelatih nasional Jerman tersebut. Secara total sepanjang karir untuk timnas Jerman, ia telah memainkan 92 pertandingan, mencetak 23 gol, dan mencatatkan 40 umpan matang.
Foto: picture-alliance/GES/M. Gillar
Kontroversi Erdogan
Özil pernah bertemu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan beberapa kali, yang terakhir yaitu Mei 2018. Pertemuan ini menghasilkan foto bersama yang akhirnya banyak dikritik di Jerman. Mulai dari politisi kiri yang menganggapnya mendukung pemimpin otoriter, dan politisi kanan yang menuduhnya kurang loyal terhadap Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa/Presidential Press Service
Berakhirnya sebuah masa
Jerman tersingkir di babak penyisihan grup Piala Dunia 2018 di Rusia - ini adalah kinerja terburuk dalam beberapa dekade. Presiden Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB), Reinhard Grindel, berusaha menyangkal kritik terhadap dirinya dengan menyalahkan pertemuan Özil dengan Erodgan untuk mengalihkan perhatian tim. Reaksi Grindel ini menuai kritik keras dari politisi dan penggemar sepak bola Jerman.
Foto: picture-alliance/Photoshot
'Kalau menang saya orang Jerman, tapi sewaktu kalah saya imigran'
Özil mengeluarkan unek-unek lewat Twitter sambil menyatakan mengundurkan diri dari permainan internasional pada Juli 2018, saat ia masih berusia 29 tahun. "Saya tidak mau lagi menjadi kambing hitam karena ketidakbecusannya," kata Özil merujuk kepada Grindel. Ia menuduh presiden DFB itu rasis, tapi mengucapkan terima kasih kepada Löw dan rekan di tim Jerman atas dukungan mereka.