Koalisi pendukung presiden terpilih Joko Widodo yang dimotori PDIP kalah dalam pemilihan Ketua MPR yang dimenangkan Zulkifli Hasan. Pemerintahan Jokowi bakal mendapat tantangan besar dari Koalisi Prabowo di parlemen?
Iklan
Pemilihan Ketua MPR periode 2014-2019 berlangsung alot sampai Rabu dini hari (08/10). Berbeda dari biasanya, pimpinan MPR kali ini tidak ditetapkan berdasarkan musyawarah, melainkan lewat voting. Setelah sempat tertunda selama dua jam, Zulkifli Hasan dari PAN memenangkan pemungutan suara yang berlangung sampai pukul 4 pagi.
Zulkifli Hasan adalah calon yang diajukan Koalisi Prabowo, dengan wakil ketua Mahyuddin (Golkar), EE Mangindaan (Partai Demokrat), Hidayat Nur Wahid (PKS) dan Oesman Sapta Odang dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Paket ini memperoleh 347 suara dari 678 anggota DPR dan DPD yang hadir. Sedangkan kubu yang diusung PDIP dan aliansinya hanya memperoleh 330 suara, satu suara abstain.
Selama sidang MPR Selasa malam, dinamika muncul setelah kubu PPP menyatakan menyeberang dari Koalisi Prabowo dan bergabung dengan aliansi PDIP. Tapi tetap saja, paket yang diusung PDIP kalah dengan beda 17 suara.
Hambatan bagi Jokowi?
Kekalahan di MPR, dan sebelumnya di DPR, bisa menjadi hambatan besar bagi pemerintahan Jokowi-JK yang mencanangkan agenda ambisius. Tapi Jokowi sendiri mengaku tidak khawatir dengan perkembangan itu.
"Tidak ada masalah menjadi minoritas (di parlemen). Saya punya pengalaman serupa di Jakarta (sebagai gubernur) dan tidak ada masalah dalam menjalankan program", kata Jokowi kepada wartawan.
Kedatangan Presiden dan Harapan Baru
Didampingi Jusuf Kalla, 20 Oktober 2014, Joko Widodo dilantik untuk memimpin pemerintahan Indonesia. Harapan besar bangsa harus ditunaikan oleh Jokowi.
Foto: picture-alliance/AP/Achmad Ibraham
Jokowi dan Salam Tiga Jari buat Indonesia
Kepadanyalah Indonesia berharap. "New Hope," tulis majalah Time di sampul terbitan terbarunya yang dilatari wajah Joko Widodo, Presiden RI ke-7. Kehadirannya di kancah politik nasional dinilai membawa angin segar. Setidaknya ia bukan bagian dari elit politik lama yang tidak pernah benar-benar terbebaskan dari masa lalu di jaman Soeharto.
Foto: picture-alliance/AP/Achmad Ibraham
Yang Lama dan Baru
Presiden RI ke 6, Soesilo Bambang Yudhoyono, sempat berpesan kepada semua jajaran pemerintah agar mendukung presiden yang baru, sebelum meninggalkan Istana Negara. Keduanya terlihat akrab, kendati upaya terakhir Jokowi mendesak pemerintahan SBY agar menaikkan harga BBM kandas beberapa bulan silam.
Foto: Bay Ismoyo/AFP/Getty Images
Sang Presiden dan Ibu Negara
Bersama isterinya, Iriana Widodo, Jokowi tampil untuk pertama kali sebagai pasangan kepala dan ibu negara. Upacara pelantikan di Senayan sendiri dihadiri oleh sejumlah perwakilan negara-negara sahabat, antara lain Malaysia, Australia, Brunei, Amerika Serikat dan Jepang.
Foto: Oscar Siagian/Getty Images
Menyemut di Bunderan HI
Kerumunan massa memadati jalan Sudirman dan Thamrin buat menyambut presiden baru Indonesia. Perjalanan Jokowi dan JK berlangsung lambat lantaran iring-iringan kendaraan kepresidenan mengikuti arus massa.
Foto: picture-alliance/dpa/Adi Weda
Berkuda Menemui Rakyat
Pasangan terpilih Jokowi dan Jusuf Kalla diarak dengan menggunakan delman ke Monumen Nasional seusai acara pelantikan di gedung MPR/DPR. Meriahnya pesta rakyat di jantung ibukota itu memicu kekaguman mantan Wakil Presiden Boediono. "Antusiasme-nya sangat tinggi. Lain dari 2009," kala ia dilantik. ujarnya.
Foto: picture-alliance/dpa/Adi Weda
Harapan baru
Sebelumnya, majalah Time tak mau ketinggalan. Majalah internasional itu menampilkan Jokowi dalam sampul depan dan mengangkat kisah presiden pertama Indonesia yang bukan dari kalangan militer dan oligarki sejak rezim Orba runtuh itu.
Foto: time.com/Photograph by Adam Ferguson for TIME
Akhir pertempuran?
Untuk pertama kalinya sejak pemilu presiden yang berlangsung sengit, Prabowo Subianto mengucapkan selamat atas kemenangan Joko Widodo dan berjanji untuk mendukung pemerintahannya selama kebijakannya sejalan dengan "kepentingan bangsa dan rakyat."
Foto: Reuters/Beawiharta
Dari Tukang Mebel menuju Istana Negara
Joko Widodo, alias Jokowi, menempuh perjalanan panjang sejak menekuni profesinya sebagai pengusaha mebel. Berawal dari kota Solo, dimana ia terpilih untuk dua periode jabatan, Jokowi kemudian merambah Jakarta berbekal dukungan Partai PDIP, Gerindra dan tingkat elektabilitas yang tinggi. Kemenangannya di Jakarta membuahkan popularitas yang meroket di tingkat nasional.
Foto: Reuters
Suara Kecil Antarkan Jokowi ke Istana
"Jokowi adalah Kita," bunyi kampanye yang ramai di Media Sosial. Ucapan tersebut tidak sepenuhnya salah. Jokowi, yang sering tampil sederhana dan tak jengah berbaur dengan penduduk biasa, banyak mendapat dukungan dari kelompok masyarakat menengah bawah. Program asuransi kesehatan dan pendidikan yang diusungnya menemukan gaung di kelompok ini.
Foto: AFP/Getty Images
9 foto1 | 9
"Di tingkat nasional nanti juga sama saja", tandasnya.
Kemenangan Jokowi dalam pemilu presiden Juli lalu sempat mendongkrak indeks pasar saham, yang berharap pemerintahan yang baru akan lebih serius memerangi korupsi dan memperbaiki iklim investasi.
Tapi kekalahan kubu PDIP dalam pemilihan Ketua DPR dan MPR membuat sebagian kalangan khawatir, pemerintahan mandek karena banyak agendanya yang tertahan di parlemen.
Belum berhasil menjangkau oposisi
Kubu PDIP sampai saat ini gagal mengajak partai-partai yang bergabung dalam Koalisi Prabowo menyeberang. Memang ada komunikasi intensif yang dilakukan lewat berbagai jalur dengan bagian dari Golkar, PPP dan Partai Demokrat, namun hingga kini Koalisi Prabowo tampaknya tetap solid.
Hanya dalam pemilihan Ketua MPR, PPP menyeberang ke kubu PDIP karena sakit hati tidak ditawari kursi wakil ketua MPR. Namun Koalisi Prabowo tetap memenangkan pemilihan itu.
"Jokowi-JK belum menawarkan insentif politik apa-apa", kata Sekretaris Jendral PPP Romahurmurziy. "Mereka sulit mencapai mayoritas dengan cara itu", imbuhnya.
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra yang juga adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, memang sudah memperingatkan, Jokowi "akan membayar mahal" untuk pencalonan dirinya sebagai presiden. "Kami akan menggunakan kekuatan untuk melakukan investigasi dan menghambat", katanya kepada kantor berita Reuters.
Tapi Jokowi tetap optimis. "Pemerintahan baru kami yakin bisa menjalankan agendanya dengan baik. Para investor tidak perlu ragu, kami jamin tidak ada masalah. Tidak akan ada yang menolak program-program yang berguna bagi rakyat", tuturnya.
Sebagian pengamat menilai, Jokowi tetap harus mencari untuk mendapatkan dukungan lebih besar di parlemen.