Kolom: Saya Perempuan dari Dunia Arab, Tertindaskah Saya?
14 Maret 2019
Perempuan yang mengenakan jilbab tertindas di masyarakat yang didominasi pria, demikian keyakinan populer di Barat. Namun Rim Dawa mengatakan di negara asalnya Suriah yang patriarkis, masalahnya tidak sesederhana itu.
Iklan
"Kamu tertindas!" Itulah stereotip yang menghuni isi kepala kebanyakan orang-orang di Barat tentang perempuan berjilbab di dunia Arab. Benarkah demikian?
Saya teringat akan seorang teman di Suriah yang pernah mengatakan kepada saya bahwa dia membenci label pada botol parfum. "Seharusnya tidak perlu ada pemisahan parfum untuk perempuan dan pria," katanya. "Saya lebih suka wewangian yang dijual untuk pria."
Dia tidak bercanda. Tentu saja, parfum tidak terlalu penting baginya. Sebaliknya dia muak dengan situasi yang dihadapinya dan butuh napas kebebasan.
Teman saya adalah ibu dari dua anak dan bercerai pada usia muda. Dia telah menghabiskan waktu bertahun-tahun yang melelahkan di pengadilan, dalam sengketa tunjangan anak. Dan ia lelah atas perasaan menjadi korban. Dia juga menghabiskan waktu bertahun-tahun mencari pekerjaan yang layak, tetapi tidak berhasil.
Bagaimana patriarki mempengaruhi pemikiran paling pribadi seorang perempuan
Itulah kenyataan pahit sistem patriarki di Suriah, di mana cara terbaik untuk menjaga perempuan agar tetap terkendali adalah dengan membatasi kebebasan mereka untuk bekerja.
Sementara itu, laki-laki yang membatasi kebebasan perempuan, berpidato panjang memuji hak asasi manusia, padahal pemikiran mereka ‘masih tersangkut' di abad pertengahan.
Sebagai seorang remaja, saya biasa menulis puisi-puisi naif. Seperti teman-teman sebaya saya, saya akan menulis nama "Suriah" dalam puisi saya sebagai seolah-olah kekasih saya, karena saya tidak berani menorehkan nama anak lelaki yang saya kagumi dengan tinta. Sebagai gantinya, saya menyembunyikan nama itu dengan nama negara, untuk menghindari anggapan dan reputasi buruk dari masyarakat.
Anak laki-laki bebas menyukai gadis-gadis dan tidak perlu malu untuk mengekspresikan perasaan mereka. Sebaliknya, sebagai anak perempuan, kami tidak diberikan hak istimewa yang sama.
Lika Liku Perdebatan Jilbab di Jerman
Selama bertahun-tahun hingga sekarang, pemakaian kerudung karena alasan agama telah menjadi fokus periodik perdebatan dan konflik dalam kehidupan publik. Berikut fase kunci dari debat jilbab di Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Gentsch
Masuknya pekerja asing dari Turki
1961: Republik Federal dan Turki mencapai perjanjian perekrutan tenaga kerja. Jutaan orang Turki datang ke Jerman sebagai pekerja tamu dalam beberapa dekade setelahnya - kebanyakan dari mereka tetap tinggal. Ini juga memperkenalkan masyarakat Jerman pada jilbab sebagai ciri busana Muslim perempuan.
Foto: kebox - Fotolia.com
Kehidupan yang bermartabat bagi umat Islam
2002: Dalam Piagam Islam, Dewan Pusat Muslim di Jerman berkomitmen pada konstitusi sementara dan pada saat bersamaan menuntut kehidupan yang bermartabat bagi umat Islam di Republik Federal Jerman. Hal ini termasuk dalam mengenakan jilbab.
Foto: picture-alliance/dpa/O. Berg
Tiada alasan untuk memecat seseorang karena jilbab
2003: Mahkamah Konstitusi Federal menjunjung tinggi putusan Pengadilan Perburuhan Federal di Erfurt tahun 2002, yang mengatakan tidak ada alasan cukup untuk memecat seseorang karena mengenakan jilbab karena alasan agama di sebuah tempat kerja non-pemerintah.
Foto: picture-alliance/dpa
Guru Muslim tak boleh dilarang kenakan jilbab ketika mengajar
2003: Dalam kasus Fereshta Ludin, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa seorang guru Muslim perempuan tidak dapat dilarang mengenakan jilbab selama jam pelajaran tanpa aturan hukum tertentu. Hal ini menempatkan tanggung jawab pada parlemen negara untuk membuat undang-undang tentang masalah ini. Perdebatan ini dibawa ke Mahkamah Konstitusi Federal.
Foto: picture-alliance/dpa
Pengadilan HAM Eropa Bahas masalah jilbab untuk pertama kalinya
2004: Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa membahas masalah jilbab untuk pertama kalinya dan menjunjung larangan yang diberlakukan oleh lembaga pelatihan Turki. Para hakim di Strasbourg menolak pengaduan bahwa undang-undang itu melanggar hak atas kebebasan beragama dan hak atas kebebasan berekspresi.
Foto: Imago/blickwinkel
Larangan penggunaan topi sebagai pernyataan agama
2011: Pengadilan Perburuhan Federal di Erfurt mengatur bahwa penggunaan topi di sekolah dapat dianggap sebagai pernyataan agama dan karenanya dapat dilarang. Pengadilan melanjutkan dengan mengatakan bahwa penutup kepala "jelas dipakai sebagai pengganti jilbab".
Foto: Fotolia/by-studio
Larangan di Bayern dicabut
2015: Mahkamah Konstitusi Federal menolak larangan jilbab panjang bagi guru Muslim perempuan di sekolah umum. Larangan hanya mungkin, katanya, jika pemakaian penutup kepala Muslim menimbulkan risiko konkret yang menyebabkan gangguan di sekolah.
Foto: picture-alliance/dpa/U. Deck
Pegawai magang menang di pengadilan dalam perkara jilbab
2016: Pengadilan Administratif di Augsburg menetapkan bahwa larangan jilbab bagi seorang mahasiswa jurusan hukum saat magang di kantor hukum di Bayern adalah melanggar hukum dan mengatakan bahwa hal itu merupakan campur tangan dalam kebebasan beragama dan pendidikan tanpa dasar hukum.
Foto: picture alliance/dpa/K.J.Hildenbrand
Kebebasan beragama di Jerman
Kebebasan beragama adalah hak fundamental di Jerman. Berdasarkan hukum Eropa, kebebasan beragama dijamin oleh Piagam Hak Fundamental Uni Eropa. Setiap warga/penduduk Jerman memiliki hak untuk beragama dan menjalankan agamanya tanpa persyaratan atasu dibatasi. Dan tidak seorangpun dipaksa untuk menjalankan atau mengamalkan ibadah keagamaan. Editor: ap/vlz (qantara)
Foto: picture-alliance/dpa/W.Kastl
9 foto1 | 9
Moral campuran
Saya tidak akan pernah melupakan tatapan dan komentar yang saya dapatkan ketika saya mengendarai sepeda di depan umum pada usia 20 tahun. Naik sepeda itu wajar jika saya seorang pria, namun dianggap tabu bagi perempuan dewasa.
Sepeda, tentu saja, hanyalah permulaan. Lainnya? Tabu bagi perempuan untuk hidup sendirian, bepergian sendirian atau bahkan berjalan di malam hari. Di banyak tempat, mereka tidak diizinkan memiliki teman pria - dan sekolah menengah dipisahkan berdasarkan jenis kelamin.
Ketika tinggal di Jerman, saya kagum saat saya melihat perempuan berada di kantor-kantor politik. Kanselirnya pun perempuan, yakni Angela Merkel. Saya hampir tidak ingat apakah ada perempuan duduk di parlemen atau kementerian Suriah.
Perdebatan besar soal burkini dan jilbab
Ketika kontroversi burkini muncul di Eropa, di mana beberapa wilayah berniat melarang pakaian renang seluruh tubuh yang dikenakan oleh beberapa wanita Muslim, saya jadi teringat cerita teman Suriah lainnya.
Di Jerman, dia mendapat beberapa pertanyaan ‘ajaib‘ tentang jilbabnya. Misalnya, apakah dia sebenarnya berambut dan apakah dia harus mandi lengkap dengan jilbab di kepalanya.
Yang lain menyarankannya untuk melepas jilbab, karena dia sekarang tinggal di Jerman dan bebas untuk melakukan itu. Sangat sulit baginya untuk menjelaskan kepada mereka bahwa mengenakan jilbab adalah pilihan pribadinya; dia tidak dipaksa untuk mengenakannya.
Jadi, meskipun rambutnya tertutup, pemikirannya terbuka, dia punya ambisi dan ia pun berpendidikan.
Namun, bagi banyak orang Jerman dan Eropa, jilbab tetap menjadi simbol penindasan.
Kenapa saya tidak memakai jilbab
Di sini, di Jerman, saya sering harus menjelaskan mengapa, tidak seperti teman saya, saya tidak mengenakan jilbab.
Saya tumbuh di kota Salamiyah yang relatif liberal, di mana penutup kepala bukan suatu keharusan bagi perempuan. Namun, ketika saya bepergian ke daerah lain, seperti Hama, saya menghormati kebiasaan setempat dalam berbusana.
Beberapa perempuan mengenakan jilbab karena keyakinan agama mereka sendiri, yang lain memilih untuk tidak mengenakannya karena keyakinan atau pola asuh dalam keluarganya. Tetapi bagi saya, jilbab adalah pilihan perempuan dan bukan merupakan tanda penindasan dari masyarakat patriarki.
Kami punya cukup kebebasan lain yang dibatasi oleh orang-orang yang berkuasa. Dan meskipun komunitas saya tidak memiliki masalah dengan perempuan tak berjilbab, sisa kebebasan kami terbatas.
Niqab Squad: Mereka yang Bertahan di Balik Cadar
Berbalut gamis berwarna gelap, cadar menutupi wajah. Ada apa di balik serba ketertutupan para aktivis Niqab Squad ini? Apa yang mereka lakukan sehari-hari?
Foto: A. Ibrahim
Membentuk kelompok solidaritas
Indadari Mindrayanti sangat aktif dengan instagramnya. Selebriti instagram ini membagikan dakwah dengan gambar dan teks, menjawab pertanyaan fans, dan mengurusi bisnisnya lewat media sosial. Pada tahun 2017, bersama sahabat-sahabatnya ia mendirikan Niqab Squad, untuk membantu perempuan-perempuan yang baru mengenakan cadar dalam beradaptasi.
Foto: Indadari
Punya masing-masing kelebihan
Meski dikenal di kalangan selebriti, Indadari bukan seorang artis. Beberapa sahabatnya merupakan ‘public figure‘ dan mereka bersama-sama mendorong terbentuknya Niqab Squad. Mereka di antaranya Ustdzah Rosdiana dan Dian Opick, desainer Diana Nurliana. Ada juga dari kalangan professional seperti Tri Ningtyas.
Foto: NiqabSquadIndonesia
Jadi desainer
Indadari ingin menunjukkan bahwa mereka yang tertutup di balik cadar juga punya potensinya masing. Di antaranya seperti desainer Diana Nurliana, sahabatnya. Di balik selubung hitam yang kerap dikenakannya sehari-hari, ia mempu merancang gaun-gaun indah.Namanya sudah bergema di panggung mode Indonesia mulai dari ajang Indonesia Fashion Week hingga Jakarta Fashion Week sejak 2015 lalu.
Foto: Diana Nurliana
Belajar macam-macam hal
Anggota Niqab Squad pun diwarnai beragam profesi, dari pedagang, dokter, auditor keuangan, pengacara, desainer, hingga pelatih taekwondo. Mereka saling berbagi ilmu. Bergabung dengn Niqab Squad, para anggota diberi kesempatan untuk mempelajari berbagai hal seperti belajar fotografi, memanah, berkuda, berenang, hingga mengembangkan kemampuan berbisnis.
Foto: Arlyna
Kerap sulit mendapat pekerjaan
“Saya bekerja di bagian administrasi sektor ekspor-impor,” ujar Tri Nigtyas. Usianya baru di awal kepala tiga. Ia bercerita kawan-kawannya yang bercadar banyak yang sulit mendapat pekerjaan. Ia mengaku cukup beruntung malah ditawari pekerjaan ini ketika telah bercadar. Sebelumnya ia memang bergelut lama di bidang ekspor impor.
Foto: Tri Ningtyas
Jadi pelatih taekwondo
Dalam kesehariannya, Arlyna berpenampilan syar'i. Namun gaya busananya ketika berniqab tidak selalu serba hitam tapi juga warna-warni. Di akun instagramnya ia terlihat kerap naik motor besar. Dengan mengenakan niqab, ia berbagi ilmu bela diri taekwondo yang digelutinya sejak lama.
Foto: Arlyna
Menjadi fotografer
Di balik cadarnya, Azthry Ibrahim berprofesi sebagai fotografer. Dari SMA ia sudah menggeluti dunia foto. Ia juga membagikan keaahliannya pada para hijaber lain yang banyak ingin belajar memotret. Meski memakai cadar, ia mengaku tak ada kesulitan dalam men jalankan profesinya. Kebanyakan foto yang ia buat bertema kemanusiaa, panorama dan pernikahan.
Foto: A. Ibrahim
Menangkis anggapan radikal, memunculkan kesan positif
Selain pengajian, menurut Tyas, kegiatan Niqab Squad lainnya adalah kerap melakukan sosialisasi. untuk memunculkan kesan ramah dan tidak seperti yang biasa orang bayangkan pada umumnya. Selain itu tak jarang mereka mengundang pakar khusus untuk mengajarkan hal-hal baru.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Belajar melukis tangan
ketika ingin mengembangkan keahlian melukis tangan dengan hyena, mereka mengundang pelatih yang bisa mengajarkan bagaimana melukis hyena dengan baik. Saat butuh keahlian bagaimana membuat nasi bento, mereka mengundang chef bento profesional.
Foto: NiqabSquadIndonesia
Perempuan bercadar pengurus jenazah
Pelatihan mengurus jenazah juga dilakukan Niqab Squad Jakarta. Mereka membentuk formasi melingkar, lalu Koordinator Niqab Squad Jakarta Tri Ningtyas Anggraeni memaparkan tahapan mengurus jenazah. Memandikan jenazah, butuh ketelatenan. Ada banyak bagian yang tak boleh luput untuk dibersihkan.
Foto: NiqabSquadIndonesia
Jumlahnya terus berkembang
Awal terbentuk, Niqab Squad memperoleh sambutan luar biasa. Dua bulan setelah berdiri, ratusan perempuan bercadar hadir dalam pertemuan pertama di suatu masjid di Jakarta. Kini jumlah anggotanya terus berkembang. Dalam setahun mereka sudah meraup ribuan anggota bari dari sekitar 30 cabang di Indonesia dan beberapa negara seperti Malaysia, Taiwan dan Afrika Selatan. (Ed: Purwaningsih/rzn)
Foto: NiqabSquadIndonesia
11 foto1 | 11
'Saya tidak akan menyerah'
Menengok ke belakang, saya tetap berbesar hati dengan langkah-langkah kecil kemajuan yang telah dibuat masyarakat Suriah menuju kesetaraan gender.
Meskipun tidak ada undang-undang yang diubah dan laki-laki masih memegang kendali, saya mengamati bahwa jumlah perempuan Suriah yang sadar akan hak-hak mereka - seperti teman saya yang suka parfum pria - terus bertambah.
Saya berharap, semakin banyak perempuan bisa menyuarakan hati mereka dan tidak hanya merasa bebas, tetapi juga menjalani kebebasan mereka.
Sementara itu, teman saya di Suriah masih berusaha meninggalkan negara itu untuk melindungi anak-anaknya dari perang yang sedang berlangsung, namun ayah anak-anak itu menolak memberi mereka izin untuk pergi.
Namun demikian, dia tidak akan pernah berhenti berusaha. Dia mengatakan kepada saya, "Saya mungkin teraniaya, tetapi saya tidak akan menyerah."
Saya dapat merasakan kepedihannya, karena saya juga mengalami persekusi di Suriah hanya karena jenis kelamin saya.
Di sini di Jerman, saya merasa aman, terlindungi, dan bebas. Tapi saya kini istirahat sejenak dari bersepeda, hingga memar yang saya alami akibat jatuh dari sepeda baru-baru ini benar-benar sembuh.
Penulis:
Rim Dawa lahir dan besar di Salamiyah, Suriah. Ia datang ke Jerman pada 2012 untuk menyelesaikan gelar masternya di studi media internasional. Ia kini menjadi jurnalis di departemen bahasa Arab DW.
Menyelubungi Rambut dengan Alasan Religius
Agama Kristen, Yahudi dan Islam. Dalam semua agama ini, ada perempuan yang menyelubungi rambut mereka. Apa persamaan selubung rambut ini? Bagaimana perempuan memandang kebiasaan religius ini?
Foto: picture-alliance/dpa
Di balik Selubung
Perempuan Muslim yang menyelubungi rambut mereka bukan boneka kepercayaan mereka, demikian seniman video Nilbar Güres. Empat foto ini diambil dari pertunjukannya "Soyunma/Undressing," (2006). Dalam show ini ia menyingkap selubung satu demi satu sambil menyebut nama perempuan di keluarganya.
Foto: Nilbar Güres
Rambut Palsu
Dalam foto yang berjudul "Covered" (2009) Anna Shteynshleyger kenakan dua wig berbeda. Wig adalah penutup rambut yang biasa dikenakan perempuan Yahudi religius. Hingga akhir abad 17 perempuan Yahudi kenakan "tichel," yaitu semacam kerudung, untuk selubungi rambut. Ketika wig mulai tersebar luas, ini jadi alternatif sangat bagus bagi "scheitel," yaitu penutup kepala tradisional perempuan Ortodoks.
Foto: Anna Shteynshleyger
Satu Kepercayaan, Beberapa Agama
Kerudung pendek, panjang, dikenakan erat pada tubuh atau disemat di leher. Berbagai macam cara perempuan Muslim mengenakan penutup kepada. Tapi apa artinya? Pameran ini menunjukkan perbedaaannya, juga menunjukkan penutup kepala mana berasal dari kebudayaan mana, dan kepercayaan mana. Termasuk juga makna lebih luasnya.
Foto: Jüdisches Museum Berlin/Yves Sucksdorff
Menutup Kepala Saat Ibadah
Fotografer Marija Mihailova mendokumentasikan ritual di gereja Ortodoks Rusia di Berlin. Saat ibadah, kaum perempuan menutup kepala mereka. Ini kebiasaan yang sudah jarang terlihat di gereja Protestan dan Katolik.
Foto: Marija Mihailova
Terselubung Rambut
Rambut panjang dan hitam adalah kecantikan yang ideal di banyak negara Arab. Itu disimbolkan patung ini, "Chelgis I" (2002), karya seniman Iran Mandana Moghaddam. Walaupun rambutnya cantik, ini jadi penutup yang sepenuhnya menyembunyikan identitas sang gadis. Karya ini diilhami dongeng Persia tentang gadis yang dipenjara, yang mengenakan rambut kepang 40.
Foto: Mandana Moghaddam
Rambut Eksklusif Hanya bagi Suami
Kata "tichel" dalam bahasa Yiddi berarti penutup kepala yang khas bagi perempuan Yahudi Ortodoks. Foto dari tahun 2001 oleh Leora Laor ini mendokumentasikannya, saat berkunjung ke distrik ultra ortodoks Mea Schearim di Yerusalem. Menurut kepercayaan mereka, setelah menikah hanya suami yang boleh melihat rambut mereka. Oleh sebab itu harus ditutupi dengan kerudung atau wig.
Foto: Leora Laor
Di Tempat Terbuka
Federica Valabrega membuat foto Perempuan Yahudi di Coney Island, New York tahun 2011. Walaupun mengenakan penutup rambut, rambut mereka tetap bisa terlihat sedikit. Ritual keagamaan ada banyak di dunia, dan bagaimana perempuan menginterpretasikannya secara kreatif juga berbeda-beda.
Foto: Federica Valabrega
Tertutup Walau di Pantai
Bermain air di pantai walaupun tetap setia kepada kepercayaan? Bagi banyak perempuan Muslim, burkini sudah memungkinkannya, karena hanya menunjukkan sedikit kepada serta tubuh. Tapi di Barat, busana ini dinilai provokasi oleh sebagian orang. Penulis: Nadine Wojcik (ml/ap)