Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, mengungkapkan sebaran hoax terkait pemilu mencapai 3.235. Sebanyak 1.974 hoax di antaranya di-takedown alias dihilangkan dari hadapan publik.
Iklan
"Ini landscape isu hoax terkait pemilu dari 17 Juli 2023 hingga 18 Maret 2024. Kan tahapan pemilu sudah mulai kan 17 Juli, itu ada 274 isu hoax. Sementara jumlah sebaran hoax itu mencapai jumlahnya adalah 3.235 hoax di mana 1.974 hoax kita takedown," ujar Budi usai menghadiri Rakornas di Kemenko Polhukam, Selasa (19/3/2024).
Jumlah tersebut diambil dengan rentang waktu dari 17 Juli 2023 hingga 18 Maret 2024. Lebih lanjut Budi mengatakan sebanyak 1.261 hoax yang tersisa dan beredar tidak di-takedown, melainkan hanya diberi label hoax.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
"Nah pertanyaannya, sisanya kemana? Itu kita stempelin hoax, itu hoax yang nggak perlu di take down, cukup di stempel aja karena isunya, judulnya nggak masuk akal. Pak Hadi mau nyapres, kan ini hoax dong. Ini cukup tempel hoax saja," tuturnya.
TikTok dan Google mandiri takedown jutaan hoax
Budi juga mengatakan suasana pemilu saat ini lebih baik jika dibandingkan dengan Pemilu 2019. Namun, Budi menyebut 92% kebisingan di ruang digital berasal dari para buzzer.
"Dan memang menurut data-data, suasana lebih baik dibanding Pemilu 2019. Sangat lebih baik. Dan juga yang agak vital ini adalah bahwa hampir 92% kebisingan ruang digital kita ini ternyata diisi para buzzer," kata Budi.
Budi menyebut sebaran buzzer rata di berbagai ruang media. "Nah soal ruang media kita banyak di platform ini, platformnya merata, semuanya. Termasuk mulai dari Google, Meta, sampai TikTok, rinciannya ada nanti saya kasih rilisnya," kata Budi.
6 Kabar Hoax yang Menyulut Perang
Ia bisa memicu konflik, menggulingkan pemerintahan dan memecah belah satu bangsa: kabar bohong alias Hoax sejak lama ikut menggerakkan sejarah peradaban manusia. Inilah kisahnya:
Foto: Fotolia
Fenomena Beracun
Kabar bohong kembali mengalami kebangkitan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pada hakikatnya, berita palsu yang marak di media-media sosial saat ini tidak berbeda dengan propaganda hitam yang disebar buat memicu perang dan kebencian pada abad silam. Fenomena itu mengandalkan jumlah massa untuk membumikan sebuah kebohongan. Karena semakin banyak yang percaya, semakin nyata juga sebuah berita
Foto: Fotolia/svort
Oplah Berganda buat Hearst
Pada 1889 pengusaha AS William Hearst ingin agar AS mengobarkan perang terhadap Spanyol di Amerika Selatan. Untuk itu ia memanfaatkan surat kabarnya, Morning Journal, buat menyebar kabar bohong dan menyeret opini publik, antara lain tentang serdadu Spanyol yang menelanjangi perempuan AS. Hearst mengintip peluang bisnis. Karena sejak perang berkecamuk, oplah Morning Journal berlipat ganda
Kebohongan Memicu Perang Dunia
Awal September 1939, Adolf Hitler mengabarkan kepada parlemen Jerman bahwa militer Polandia telah "menembaki tentara Jerman pada pukul 05:45." Ia lalu bersumpah akan membalas dendam. Kebohongan yang memicu Perang Dunia II itu terungkap setelah ketahuan tentara Jerman sendiri yang membunuh pasukan perbatasan Polandia. Karena sejak 1938 Jerman sudah mempersiapkan pendudukan terhadap jirannya itu.
Foto: Getty Images/H.Hoffmann
Kampanye Hitam McNamara
Kementerian Pertahanan AS mengabarkan bahwa kapal perang USS Maddox ditembaki kapal Vietnam Utara pada 2 dan 4 Agustus 1964. Insiden di Teluk Tonkin itu mendorong Kongres AS menerbitkan resolusi yang menjadi landasan hukum buat Presiden Lyndon B. Johnson untuk menyerang Vietnam. Tapi tahun 1995 bekas menhan AS, Robert McNamara, mengakui insiden tersebut adalah berita palsu.
Foto: NATIONAL ARCHIVES/AFP/Getty Images
Kesaksian Palsu Nariyah
Seorang remaja putri Kuwait, Nariyah, bersaksi di depan kongres AS pada 19.10.1990 tentang kebiadaban prajurit Irak yang membunuh puluhan balita. Kesaksian tersebut ikut menyulut Perang Teluk. Belakangan ketahuan Nariyah adalah putri duta besar Kuwait dan kesaksiannya merupakan bagian dari kampanye perusahaan iklan, Hill & Knowlton atas permintaan pemerintah Kuwait.
Foto: picture alliance/CPA Media
Operasi Tapal Besi
April 2000 pemerintah Bulgaria meneruskan laporan dinas rahasia Jerman tentang rencana pembersihan etnis ala Holocaust oleh Serbia terhadap etnis Albania dan Kosovo. Buktinya adalah citra udara dari lokasi kamp konsentrasi. Laporan tersebut menggerakkan NATO untuk melancarkan serangan udara terhadap Serbia. Rencana yang diberi kode "Operasi Tapal Besi" itu tidak pernah terbukti hingga kini.
Foto: Yugoslav Army/RL
Bukti Kosong Powell
Pada 5 Februari 2003 Menteri Luar Negeri AS, Colin Powell, mengklaim memiliki bukti kepemilikan senjata pemusnah massal oleh Irak pada sebuah sidang Dewan Keamanan PBB. Meski tak mendapat mandat PBB, Presiden AS George W. Bush, akhirnya tetap menginvasi Irak buat meruntuhkan rejim Saddam Hussein. Hingga kini senjata biologi dan kimia yang diklaim dimiliki Irak tidak pernah ditemukan.
Foto: AFP/Getty Images
7 foto1 | 7
"Tiktok sendiri sudah melapor ke kami selama pemilu ini dia sudah men-takedown 10,8 juta hoax. Ini yang secara mandiri tanpa kita minta, Google juga hampir 2 juta lebih yang sudah di takedown, secara mandiri ya bukan kita. Sama juga termasuk Meta, Instagram," sambungnya.