Untuk pertama kalinya sejak 17 tahun, seorang komisaris HAM PBB diizinkan mengunjungi Xinjiang. Dikhawatirkan, lawatan tim pencari fakta pimpinan Michelle Bachelet akan gagal memberikan gambaran utuh nasib etnis Uighur.
Iklan
Kunjungan penuh prahara oleh Komisaris Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet dimulai pada Selasa (24/05) di ibu kota provinsi, Urumqi, dan dilanjutkan ke wilayah Kashgar di selatan Xinjiang.
Bersama tim pencari fakta, dia mengemban misi penyelidikan terhadap tuduhan pelanggaran berat hak asasi manusia oleh pemerintah Cina terhadap etnis Uighur. Beijing sejak lama mendiamkan proposal kunjungan PBB, lantaran menuduh ditunggangi kepentingan Barat yang ingin mensabotase hubungan luar negeri Cina.
"Awalnya mereka menekan secara terbuka dan menuntut kunjungan komisioner tinggi PBB ke Xinjiang, untuk melakukan apa yang disebut sebagai investigasi dengan asumsi bersalah,” kata juru bicara Kemenlu di Beijing, Wang Wenbin, Selasa (24/05).
Bachelet disambut oleh Menteri Luar Negeri Wang Yi ketika mendarat di Guangzhou, Senin (23/05), yang menekankan betapa Cina menentang "politisasi” isu hak asasi manusia dan standar ganda.
Rencananya, bekas presiden Cile itu akan menetap selama enam hari di Cina. Seperti dilansir oleh PBB, Bachelet mengaku "senang akan bertemu berbagai pihak, terutama pejabat pemerintah, pemimpin bisnis, kaum akademik, mahasiswa, dan pegiat hak asasi manusia,” di Cina.
"Walaupun kami akan membahas isu-isu yang sensitif dan penting, saya harap pertemuan ini akan memungkinkan kita membangun rasa saling percaya untuk bekerja sama demi hak asasi manusia di Cina dan seluruh dunia,” ujarnya.
Pelanggaran HAM berat
Urumqi menjadi pusat perhatian lantaran dicurigai menjadi episentrum pengganyangan "ekstremisme agama” oleh pemerintah Cina. Kota berpenduduk empat juta jiwa itu mengalami signifikasi sistematis, di mana pemerintah mendorong migrasi warga etnis Han ke Xinjiang.
Gesekan sosial, ditambah kebijakan agresif Cina menyeragamkan seni dan budaya yang menggusur identitas Uighur, akhirnya meletupkan pemberontakan yang dibarengi serangkaian serangan teror.
Fenomena Hilangnya Orang Terkenal di Cina Selama Bertahun-tahun
Setelah membuat tuduhan penyerangan seksual terhadap mantan Wakil Perdana Menteri Zhang Gaoli, petenis Peng Shuai tidak terlihat selama dua minggu. Berikut beberapa tokoh Cina lainnya yang menghilang secara misterius.
Foto: Andy Brownbill/AP Photo/picture alliance
Peng Shuai
Pada 2 November 2021, Peng Shuai membagikan postingan di platform media sosial Weibo, menuduh mantan Wakil Perdana Menteri Zhang Gaoli, telah melakukan pelecehan seksual terhadapnya. Setelah mengunggah hal tersebut, dia tidak terlihat selama dua minggu. Shuai akhirnya muncul kembali di Beijing dan mengadakan panggilan video dengan Presiden IOC Thomas Bach.
Foto: Bai Xue/Xinhua/picture alliance
Ren Zhiqiang
Pada Februari 2020, Ren Zhiqiang, mantan taipan real estat dan pengkritik Presiden Xi Jinping, menulis esai yang mengkritik otoritas Cina atas kegagalan mereka menanggapi pandemi COVID-19 dan menyebut Xi sebagai "badut." Setelah postingan itu, ia menghilang dari pandangan publik dan pada akhir tahun 2020 dijatuhi hukuman 18 tahun penjara karena kasus korupsi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Color China Photo
Chen Qiushi
Pada awal tahun 2020, jurnalis Chen Qiushi pergi ke Wuhan, pusat pandemi COVID-19, dan membuat video tentang apa yang terjadi di kota tersebut. Pada Februari 2020, ia dibawa pergi oleh pihak berwenang dan muncul kembali 600 hari kemudian. "Selama satu tahun delapan bulan terakhir, saya telah mengalami banyak hal. Ada yang bisa dibicarakan, ada yang tidak," ujarnya.
Foto: Privat
Lu Guang
Pada akhir tahun 2018, Lu Guang, seorang fotografer yang berbasis di AS, dibawa pergi oleh pejabat keamanan negara saat bepergian di provinsi Xinjiang barat Cina, pusat tindakan keras Beijing terhadap Muslim Uighur. Penangkapan Lu menarik perhatian internasional dan kecaman luas. Pada September 2019, istri Lu mencuitkan bahwa suaminya telah dibebaskan beberapa bulan sebelumnya dan aman di rumah.
Foto: Xu Xiaoli
Meng Hongwei
Pada Oktober 2018, mantan Presiden Interpol Cina, Meng Hongwei, menghilang di tengah masa jabatan empat tahunnya saat dalam perjalanan ke Cina. Belakangan diketahui bahwa dia ditahan, dituduh melakukan suap, dan kejahatan lainnya. Interpol kemudian mengumumkan bahwa Meng telah mengundurkan diri dari jabatannya. Dia kemudian dijatuhi hukuman lebih dari 13 tahun penjara.
Foto: Getty Images/AFP/R. Rahman
Ai Weiwei
Ai Weiwei, seniman dan aktivis terkenal di Cina. Dia bahkan membantu merancang stadion Sarang Burung Olimpiade Beijing 2008 sebelum berselisih dengan pihak berwenang Cina. Pada tahun 2011, Ai ditangkap di bandara Beijing dan menghabiskan 81 hari dalam tahanan tanpa dakwaan. Setelah diizinkan meninggalkan Cina pada 2015, ia tinggal di Jerman dan Inggris. Namun, sejak 2021 dia menetap di Portugal.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Sommer
Jack Ma
Jack Ma, pendiri perusahaan Alibaba, sempat tidak diketahui keberadaannya setelah mengkritik regulator Cina dalam pidato pada Oktober 2020. Meskipun ada desas-desus bahwa Ma ditahan, teman-temannya mengatakan itu tidak benar. Dua bulan kemudian Ma muncul kembali dalam sebuah pesan video, tetapi tidak menyebutkan hilangnya dia dari sorotan publik.
Foto: Blondet Eliot/ABACA/picture alliance
Zhao Wei
Zhao Wei tidak terlihat di depan umum sejak Agustus 2021. Beijing telah memastikan bahwa dia "terhapus" dari sejarah, saat film dan acara TV-nya tak lagi muncul di platform streaming online tanpa penjelasan. Namanya juga telah dihapus dari kredit film dan program TV. Meskipun Wei dilaporkan terlihat di Cina timur pada September, keberadaan pastinya masih belum jelas. (rs/ha)
Foto: picture-alliance/dpa/C. Onorati
8 foto1 | 8
Pada 2009, perkelahian antara warga Han dan Uighur memicu kerusuhan massal, yang mendorong pemerintah di Beijing semakin mengetatkan kontrol sosial di Xinjiang dan giat memburu pelarian Uighur di pengasingan.
Adapun Kashgar, yang menampung 700.000 jiwa, terletak di jantung wilayah Uighur di selatan Xinjiang. Menurut laporan teranyar, kota di tepi jalur sutra itu mencatatkan tingkat pemenjaraan tertinggi di dunia, dengan satu dari 25 warga mendekam di dalam bui.
Di sana, pemerintah Cina dituduh melakukan genosida kebudayaan, antara lain dengan merubuhkan pemukiman atau masjid dan situs kuno milik etnis Uighur. Pengganyangan itu dibarengi dengan tuduhan pemenjaraan terhadap sekitar satu juta etnis Uighur di kamp-kamp re-edukasi. Jumlahnya sempat menjamur di Xinjiang beberapa tahun silam.
Iklan
Manipulasi oleh Cina?
Pegiat HAM khawatir kunjungan Bachelet akan dijadikan pemerintah Cina untuk memanipulasi gambaran tentang kondisi etnis Uighur. "Kami mengkhawatirkan bahwa kunjungan ini akan menghasilkan sedikit keuntungan untuk korban dan aktivis, dengan biaya politik yang tinggi,” kata Raphael David dari International Service for Human Rights.
Potret Muslim Uighur di Cina
Cina melarang minoritas muslim Uighur mengenakan jilbab atau memelihara janggut. Aturan baru tersebut menambah sederet tindakan represif pemerintah Beijing terhadap etnis Turk tersebut. Siapa sebenarnya bangsa Uighur?
Foto: Reuters/T. Peter
Represi dan Larangan
Uighur adalah etnis minoritas di Cina yang secara kultural merasa lebih dekat terhadap bangsa Turk di Asia Tengah ketimbang mayoritas bangsa Han. Kendati ditetapkan sebagai daerah otonomi, Xinjiang tidak benar-benar bebas dari cengkraman partai Komunis. Baru-baru ini Beijing mengeluarkan aturan baru yang melarang warga muslim Uighur melakukan ibadah atau mengenakan pakaian keagamaan di depan umum.
Foto: Reuters/T. Peter
Dalih Radikalisme
Larangan tersebut antara lain mengatur batas usia remaja untuk bisa memasuki masjid menjadi 18 tahun dan kewajiban pemuka agama untuk melaporkan naskah pidatonya sebelum dibacakan di depan umum. Selain itu upacara pernikahan atau pemakaman yang menggunakan unsur agama Islam dipandang "sebagai gejala redikalisme agama."
Foto: Reuters/T. Peter
Balada Turkestan Timur
Keberadaan bangsa Uighur di Xinjiang dicatat oleh sejarah sejak berabad-abad silam. Pada awal abad ke20 etnis tersebut mendeklarasikan kemerdekaan dengan nama Turkestan Timur. Namun pada 1949, Mao Zedong menyeret Xinjiang ke dalam kekuasaan penuh Beijing. Sejak saat itu hubungan Cina dengan etnis minoritasnya itu diwarnai kecurigaan, terutama terhadap gerakan separatisme dan terorisme.
Foto: Reuters/T. Peter
Minoritas di Tanah Sendiri
Salah satu cara Beijing mengontrol daerah terluarnya itu adalah dengan mendorong imigrasi massal bangsa Han ke Xinjiang. Pada 1949 jumlah populasi Han di Xinjiang hanya berkisar 6%, tahun 2010 lalu jumlahnya berlipatganda menjadi 40%. Di utara Xinjiang yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, bangsa Uighur bahkan menjadi minoritas.
Foto: picture-alliance/dpa/H. W. Young
Hui Yang Dimanja
Kendati lebih dikenal, Uighur bukan etnis muslim terbesar di Cina, melainkan bangsa Hui. Berbeda dengan Uighur, bangsa Hui lebih dekat dengan mayoritas Han secara kultural dan linguistik. Di antara etnis muslim Cina yang lain, bangsa Hui juga merupakan yang paling banyak menikmati kebebasan sipil seperti membangun mesjid atau mendapat dana negara buat membangun sekolah agama.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Wong
Terorisme dan Separatisme
Salah satu kelompok yang paling aktif memperjuangkan kemerdekaan Xinjiang adalah Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM). Kelompok lain yang lebih ganas adalah Partai Islam Turkestan yang dituding bertalian erat dengan Al-Qaida dan bertanggungjawab atas serangkaian serangan bom di ruang publik di Xinjiang.
Foto: Getty Images
Kemakmuran Semu
Xinjiang adalah provinsi terbesar di Cina dan menyimpan sumber daya alam tak terhingga. Tidak heran jika Beijing memusatkan perhatian pada kawasan yang dilalui jalur sutera itu. Sejak beberapa tahun dana investasi bernilai ratusan triliun Rupiah mengalir ke Xinjiang. Namun kemakmuran tersebut lebih banyak dinikmati bangsa Han ketimbang etnis lokal.
Foto: Reuters/T. Peter
Ketimpangan Berbuah Konflik
BBC menulis akar ketegangan antara bangsa Uighur dan etnis Han bersumber pada faktor ekonomi dan kultural. Perkembangan pesat di Xinjiang turut menjaring kaum berpendidikan dari seluruh Cina. Akibatnya etnis Han secara umum mendapat pekerjaan yang lebih baik dan mampu hidup lebih mapan. Ketimpangan tersebut memperparah sikap anti Cina di kalangan etnis Uighur. Ed.: Rizki Nugraha (bbg. sumber)
Foto: Getty Images
8 foto1 | 8
Pemerintah AS juga menyuarakan "kekhawatiran mendalam” bahwa Bachelet tidak mendapat keleluasaan dalam penyelidikan, atau mendapat gambaran "yang tidak dimanipulasi” oleh Cina.
Bachelet sendiri mengaku kehadirannya di Xinjiang justru menyaratkan jaminan dari pemerintah Cina untuk mengunjungi kamp re-edukasi dan bertemu dengan pegiat HAM secara pribadi.
Hal ini juga ditegaskan Duta Besar Inggris di Cina, Caroline Wilson, yang menuntut "akses tak terbatas di Xinjiang” dan "pembicaraan pribadi dengan warga Uighur,” bagi Bachelet.
Lawatannya berlangsung ketika sebuah dokumen milik kepolisian Xinjiang bocor ke tangan media. Menurut laporan AFP, Selasa (24/05), dokumen itu mengandung ribuan foto dari dalam lembaga pemasyarakatan di Xinjiang, termasuk wajah tahanan. Disebutkan, narapidana termuda berusia 15 tahun saat mulai menjalani masa penahanan