Partai Pro-Thaksin Klaim Menangkan Mayoritas Kursi
25 Maret 2019
Komisi Pemilu Thailand mendadak menunda pengumuman hasil penghitungan suara sampai Jumat (29/3). Partai oposisi Pheu Thai klaim menangkan mayoritas kursi di parlemen dan siap bentuk pemerintahan.
Iklan
Komisi Pemilihan Umum Thailand hari Senin (25/3) secara mendadak menunda pengumuman hasil penghitungan suara dari pemilu parlemen sampai Jumat mendatang tanpa penjelasan lebih lanjut. Menurut pengumuman terakhir Komisi Pemilu, setelah penghitungan 95 persen suara, partai oposisi Pheu Thai yang pro Thaksin memenangkan 138 kursi, partai pro rejim militer Palang Pracharat 96 kursi, dan partai baru Future Forward 30 kursi. Sebelumnya Komisi Pemilu menyatakan ada 1,9 juta suara yang tidak sah dalam pemilu parlemen yang berlangsung hari Minggu (24/3). Di beberapa provinsi, lebih dari separuh surat suara dinyatakan tidak sah.
Sedangkan menurut akumulasi perolehan suara, Palang Pracharat mengumpulkan 7,69 juta suara, Pheu Thai memenangkan 7,2 juta suara dan Future Forward 5,3 juta suara. Jumlah pemilih di Thailand secara keseluruhan 51,4 juta orang.
Namun hasil akumulasi suara belum mencerminkan pembagian kursi di parlemen karena sistem pemilu menguntungkan partai oposisi Pheu Thai, yang memiliki dukungan luas di kawasan pedesaan. Pheu Thai dimotori oleh pendukung mantan PM Thaksin Shinawatra dan adiknya Yinglun Shinawatra, yang digulingkan militer. Baik partai pro junta militer maupun kubu oposisi sebelumnya mengajukan berbagai pengaduan tentang kemungkinan pelanggaran dan manipulasi pemilu.
Sistem pemilu menguntungkan junta militer
Para pengamat mengatakan, meskipun memenangkan suara terbanyak partai Phalang Pracharat belum tentu menguasai parlemen, karena kekecewaan besar terhadap junta militer. Phalang Pracharat mengusung Perdana Menteri saat ini, mantan Jenderal Prayut Chan-O-Cha, pemimpin kudeta militer tahun 2014, sebagai kandidat utama.
Sementara Phalang Pracharat terutama berbasis di perkotaan dan di kalangan pendukung monarki Thailand, Partai Pheu Thai populer di kalangan pedesaan dan masyarakat miskin kota. Sejak tahun 2001, partai pro Thaksin selalu memenangkan pemilu parlemen namun digagalkan oleh intervensi militer.
Thai junta campaigns for voters
04:11
Rezim militer Thailand sebelumnya melakukan berbagai perubahan UU untuk melemahkan kubu oposisi. Sistem perwakilan di Thailand terdiri dari majelis rendah dengan 500 anggota parlemen dan majelis tinggi dengan 250 anggota senat. Namun yang dipilih langsung dalam pemilu hanya 350 anggota parlemen, sedangkan 150 kursi di parlemen dialokasikan kepada partai-partai politik menurut formula proporsional yang ditentukan pemerintah. 250 anggota senat ditentukan sendiri oleh rejim militer.
Perdana Menteri Thailand akan dipilih oleh kedua kamar parlemen. Berarti kubu rejim militer hanya perlu merebut 126 kursi untuk mencapai mayoritas 376 kursi di kedua kamar.
Komisi Pemilu Thailand menyatakan tingkat partisipasi pemilu kali ini sekitar 65 persen, namun banyak pihak meragukan angka yang dinilai terlalu rendah itu. Komisi Pemilu kini menyatakan menunda pengumuman hasil akhir pemilu sampai hari Jumat (29/3).
Ketika Jendral Rolex Sudutkan Junta Militer Thailand
Sebuah jam tangan mewah yang dikenakan petinggi junta militer Thailand memicu protes dan cemooh. Ulah Prawit Wongsuwan menempatkan pemerintahan militer dalam posisi pelik menyusul aksi protes yang belum reda.
Foto: Getty Images/AFP/L. Suwanrumpha
Foto Menjadi Petaka
Gambar kabinet baru junta militer Thailand yang diunggah akhir 2017 silam memicu hujan sumpah serapah. Pasalnya sosok kedua paling berkuasa, Prawit Wongsuwan, yang dalam gambar sedang menutup mata, tanpa sengaja menampilkan kekayaan berlimpah.
Foto: Getty Images/AFP/K.P. Na Sakolnakorn
Jam Seharga Mobil Mewah
Prahara berawal dari jam tangan yang dikenakan Prawit. Perhiasan merek Richard Mille asal Swiss itu dibanderol seharga hampir 1 milyar Rupiah. Tak pelak, cibiran dan cemoohan terhadap sang jendral memenuhi ruang publik Thailand.
Foto: Getty Images/AFP/K.P. Na Sakolnakorn
Harta di Pergelangan Tangan
Beberapa hari berselang pengguna media sosial Thailand membanjiri dunia maya dengan gambar meme, termasuk foto yang menampilkan Prawit mengenakan 24 jam tangan mewah dalam berbagai kesempatan yang nilainya ditaksir mencapai belasan milyar Rupiah.
Foto: abc.net.au
Gelombang Protes Landa Bangkok
Sejak kudeta militer 2014 silam, pemerintah junta Thailand banyak memberangus kebebasan berpendapat dan berkumpul. Meski begitu ribuan penduduk turun ke jalan untuk menentang korupsi di kalangan pejabat tinggi. "Jam tangan ini menunjukkan bahwa waktu buat pemerintah sudah berakhir," kata aktivis Ekachai Hongkangwan. Beberapa jam kemudian dia babak belur dipukuli sekelompok orang tak dikenal.
Foto: picture-alliance/AP Photo/S. Lalit
Seni Ganyang Korupsi
Olok-olokan terhadap Jendral Prawit tidak cuma muncul di dunia maya, tetapi juga hadir dalam bentuk seni jalanan di ibukota Bangkok. Gambar ini misalnya dibuat oleh seniman Thailand yang menamakan diri Headache Stencil. Setelah rumahnya disantroni polisi, dia memilih hidup bersembunyi.
Foto: Getty Images/AFP/L. Suwanrumpha
Kebangkitan Bintang Gemuk
Salah satu meme yang beredar pesat di internet adalah pelesetan poster film "Edge of Tomorrow" yang dibintangi Tom Cruise. Wajah Prawin dipasang pada poster dan diberi nama "Pom Cruise." Dalam bahasa Thailand, Pom artinya gemuk.
Foto: abc.net.au
Bola Panas buat Junta
Kasus Prawit menjadi bola panas buat junta militer Thailand, terutama karena bekas Jendral Prayuth Chan Ocha menjatuhkan pemerintahan sipil dengan dalih korupsi. Penanggulangan dan pencegahan korupsi juga dijadikan kebijakan prioritas pemerintahan junta militer.
Foto: Getty Images/AFP/P. Kittiwongsakul
Bersih Dosa Lewat KPK
Pada kasus Jendral Prawit, Komisi Anti Korupsi Thailand mengaku telah menggelar penyelidikan dan tidak menemukan kejanggalan. Prawit yang kini dikenal dengan sebutan "Jendral Rolex" itu mengklaim hanya meminjam jam tangan tersebut dan sudah dikembalikan kepada pemiliknya.
Foto: picture-alliance/dpa/N. Sangnak
Militer di Bawah Cengkraman Rakyat
Tapi manuver pemerintah gagal meyakinkan penduduk. Sejak awal Februari sebuah petisi online untuk memaksa Prawit Wongsuwan mengundurkan diri telah ditandatangani oleh lebih dari 80.000 orang. Militer yang menghadapi pemilu dinilai cuma memiliki dua opsi, mengakui adanya budaya korupsi di kalangan petinggi militer atau tetap melindungi "Jendral Rolex" yang akan semakin memicu amarah penduduk