Komisi Pemilu Turki Perintahkan Pemilu Ulang di Istanbul
7 Mei 2019
Komisi Pemilihan Umum Turki YSK memerintahkan pemilihan ulang di Istanbul, setelah Presiden Recep Tayyip Erdogan mengeluhkan adanya "penyimpangan" dan "kejahatan terorganisir".
Iklan
Otoritas pemilihan umum Turki memerintahkan agar pemilihan walikota Istanbul yang dilaksanakan 31 Maret lalu diulang lagi. Pemilu akhir Maret itu dimenangkan kandidat partai oposisi CHP dengan selisih suara tipis atas kandidat partai presiden Erdogan, AKP.
Partai AKP sebelumnya telah mengajukan keluhan kepada YSK pada 16 April dan menuntut agar pemilu Istanbul dibatalkan. Mereka menuduh "ada ketidakberesan." Mereka juga keberatan kandidat oposisi dinyatakan menang hanya dengan selisih tipis sekitar 15.000 suara.
Harian Turki Haberturk mengatakan, alasan untuk mengulang kembali pemilu di Istanbul adalah bahwa beberapa tempat pemungutan suara bukan pegawai negeri sipil resmi, dan bahwa beberapa dokumen hasil pemilu itu tidak ditandatangani.
Usai penghitungan suara, Komisi Pemilu Turki YSK sebenarnya telah mengkonfirmasi kemenangan kandidat CHP Ekrem Imamoglu dalam pemilihan walikota di Istanbul, kota kelahiran Recep Tayyip Erdogan. Namun setelah AKP mengajukan keluhan, SYK mengeluarkan keputusan baru.
'Adalah ilegal untuk menang'
Kandidat CHP Ekrem Imamoglu, yang sedianya akan menjadi walikota baru Istanbul, mengatakan dia "mengecam" keputusan YSK. Kepada para pendukung dia mengatakan hari Senin malam (6/5), CHP telah "menang dengan keringat jutaan orang."
"Mereka mencoba untuk mengambil kembali pemilihan yang kami menangkan. Mungkin Anda kesal, tetapi jangan pernah kehilangan harapan Anda," katanya.
Seorang juru bicara CHP mengatakan, keputusan YSK yang baru tidak sah dan tidak demokratis, dan menyebutnya "kediktatoran telanjang" dari pihak Erdogan dan AKP.
"Adalah ilegal untuk menang melawan AKP," kata wakil ketua CHP Onursal Adiguzel lewat akun Twitter.
Kritik dari Eropa
Pejabat khusus Uni Eropa untuk kebijakan luar negeri Federica Mogherini mengatakan bahwa, "pembenaran untuk keputusan yang luas ini, diambil dalam konteks yang sangat dipolitisasi, harus ada pengawasan publik segera". Dia menambahkan: "Memastikan proses pemilihan yang bebas, adil dan transparan adalah penting untuk demokrasi dan merupakan jantung hubungan Uni Eropa dengan Turki."
Kepala Dewan Eropa, Thorbjorn Jagland mengatakan, keputusan untuk pemilihan ulang di Istanbul memiliki "potensi untuk merusak kepercayaan rakyat, pemilu di Turki dan otoritas pemilihan."
Meskipun AKP memenangkan mayoritas dalam pemilihan regional akhir Maret lalu, namun partai presiden Erdogan itu kehilangan posisi kepemimpinan di kota Istanbul dan ibukota Ankara. AKP hanya menuntut pemilu ulang untuk jabatan walikota, dan tidak menuntut pemilu ulang untuk dewan perewakilan kota, di mana mereka merebut mayoritas kursi.
Erdogan sebelum pemilu menyatakan bahwa Istanbul adalah barometer nasional Turki, dan kemenangan di Istanbul berarti juga kemenangan secara nasional. Banyak pengamat menilai, kekalahan dalam pemilu walikota di Istanbul adalah tamparan bagi Erdogan. Sekarang, komisi pemilu YSK memutuskan pemilu ulang, yang dijadwalkan untuk 23 Juni mendatang.
Siapakah Recep Tayyip Erdogan?
Dari aktivis menjadi presiden, karir politik Recep Tayyip Erdogan menanjak pesat. Namun ia juga menjadi sosok yang kontroversial. DW melihat lebih dekat jalan Erdogan menuju tampuk kekuasaan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/E. Morenatti
Bangkitnya Turki di bawah Erdogan
Di Turki dan di luar negeri, sosok Recep Tayyip Erdogan menimbulkan efek berlawanan. Ada yang menggambarkannya sebagai "sultan" Ottoman baru dan ada juga yang menganggapnya pemimpin yang otoriter. DW mengeksplorasi bangkitnya pemimpin Turki ini dari masa awal berkampanye untuk urusan Islamis hingga menjadi presiden di negara yang memiliki kekuatan militer terbesar kedua di NATO.
Foto: picture-alliance/AP Photo/E. Morenatti
Walikota Istanbul yang pernah dipenjara
Setelah bertahun-tahun bergerak di jajaran Partai Kesejahteraan yang berakar Islamis, Erdogan terpilih sebagai walikota Istanbul pada 1994. Namun empat tahun kemudian, partai itu dinyatakan inkonstitusional karena mengancam sistem pemerintahan sekuler Turki dan dibubarkan. Ia kemudian dipenjara empat bulan karena pembacaan puisi kontroversial di depan umum dan akibatnya ia kehilangan jabatannya.
Erdogan mendirikan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), yang memenangkan mayoritas kursi pada tahun 2002. Dia diangkat menjadi perdana menteri pada tahun 2003. Di tahun-tahun pertamanya, Erdogan bekerja untuk menyediakan layanan sosial, meningkatkan ekonomi dan menerapkan reformasi demokratis. Beberapa orang berpendapat bahwa Erdogan mengubah haluan pemerintahan Turki menjadi lebih religius.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Ozbilici
Ingin generasi yang saleh
Meskipun konstitusi Turki menjamin sistem sekluarisme, pengamat yakin bahwa Erdogan telah berhasil membersihkan sistem sekuler di sana. Pemimpin Turki ini mengatakan bahwa salah satu tujuannya adalah untuk membangkitkan "generasi yang saleh." Pendukung Erdogan memuji inisiatifnya dengan alasan bahwa tahun-tahun diskriminasi terhadap Muslim yang religius akhirnya bisa berakhir.
Foto: picture-alliance/AA/C. Ozdel
Berhasil lolos dari usaha kudeta
Pada Juli 2016, kudeta militer gagal yang menargetkan Erdogan dan pemerintahannya menyebabkan lebih dari 200 orang tewas, termasuk warga sipil dan tentara. Setelah upaya kudeta, Erdogan mengumumkan keadaan darurat dan bersumpah untuk "membersihkan" militer. "Di Turki, angkatan bersenjata tidak mengatur negara atau memimpin negara. Mereka tidak bisa," katanya.
Foto: picture-alliance/AA/K. Ozer
Penumpasan oposisi
Sejak kudeta gagal, pihak berwenang menangkap lebih dari 50.000 orang di angkatan bersenjata, kepolisian, pengadilan, sekolah dan media. Erdogan menuduh Fethullah Gulen (seorang ulama yang diasingkan di AS dan mantan sekutu Erdogan) dan para pendukungnya telah mencoba merusak pemerintahan. Namun organisasi HAM meyakini tuduhan itu merupakan sarana untuk memperkuat kekuasaan dan pengaruhnya.
Foto: picture-alliance/AP Photo/E. Gurel
Didukung dan dikritik
Meskipun Erdogan menikmati dukungan signifikan di Turki dan komunitas diaspora Turki, dia dikritik karena kebijakannya yang keras dan aksi-aksi terhadap militan Kurdi setelah runtuhnya proses perdamaian pada 2015. Januari 2018, Erdogan meluncurkan serangan mematikan ke utara Suriah (Afrin), sebuah operasi yang secara luas dikecam oleh organisasi HAM.
Foto: picture- alliance/ZUMAPRESS/Brais G. Rouco
Era baru?
Menjabat sebagai presiden Turki sejak 2014, Erdogan ingin memperpanjang jabatannya. Pemilu bulan Juni akan menandai transisi Turki menjadi negara presidensial bergaya eksekutif. Namun disinyalir, lanskap media Turki didominasi oleh kelompok yang punya hubungan dengan Partai AKP yang berkuasa. Para pengamat percaya, pemilu ini menandai era baru bagi Turki - belum jelas, era baik atau buruk.(na/hp)