1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikAmerika Serikat

Komitmen Biden dan Netanyahu Menuju Normalisasi Israel-Saudi

21 September 2023

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji akan bekerja sama dalam mencapai kesepakatan penting untuk menjalin hubungan diplomatik antara Israel dan Arab Saudi.

Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu
Bertemu untuk pertama kalinya sejak Netanyahu kembali berkuasa pada bulan Desember, kedua pemimpin mengisyaratkan keinginan untuk meredakan ketegangan dalam hubungan merekaFoto: Jim Watson/AFP/Getty Images

Bertemu untuk pertama kalinya sejak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali berkuasa pada Desember lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengisyaratkan keinginan untuk meredakan ketegangan dalam hubungan mereka. Namun, Biden juga menegaskan bahwa ia bertekad untuk mendiskusikan perbedaan-perbedaan antar kedua negara.

Hal ini termasuk penolakan Biden terhadap rencana perombakan peradilan yang kontroversial dari pemerintah sayap kanan Netanyahu serta keprihatinannya terhadap garis keras Israel terhadap Palestina.

"Saya harap kita dapat menyelesaikan beberapa hal hari ini," kata Biden pada awal pembicaraan sambil duduk berdampingan dengan Netanyahu di sebuah ballroom hotel di New York.

Sebuah pernyataan dikeluarkan Gedung Putih setelah pertemuan tersebut mengatakan bahwa Biden "menegaskan kembali keprihatinannya tentang perubahan mendasar pada sistem demokrasi Israel, jika tidak ada konsensus yang luas."

Biden juga menyerukan "langkah-langkah segera untuk memperbaiki situasi keamanan dan ekonomi, mempertahankan kelangsungan solusi dua negara, dan mempromosikan perdamaian yang adil dan langgeng antara Israel dan Palestina," demikian pernyataan tersebut.

Alih-alih melakukan pertemuan di Gedung Putih, tempat yang  bergengsi serta lebih disukai Netanyahu, kedua pemimpin tersebut akhirnya mengatur pembicaraan mereka ketika keduanya menghadiri sidang tahunan Majelis Umum PBB. Biden mengundang Netanyahu untuk mengunjungi Washington sebelum akhir tahun.

Biden bicara soal Iran dan Palestina

Biden menegaskan kembali komitmennya untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir dan juga mengulangi dukungannya terhadap solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina.

Namun, isu terbesar dalam agenda tersebut adalah dorongan yang dipimpin oleh AS untuk menjalin hubungan diplomatik antara musuh lama Israel dan Arab Saudi, menjadi inti dari negosiasi kompleks yang lebih luas serta melibatkan jaminan keamanan AS dan bantuan nuklir sipil yang diminta oleh Riyadh serta konsesi Israel kepada Palestina.

"Saya pikir di bawah kepemimpinan Anda, Bapak Presiden, kita dapat menjalin perdamaian bersejarah antara Israel dan Arab Saudi," kata Netanyahu. Dia mengatakan "perdamaian seperti itu akan sangat membantu untuk memajukan akhir konflik Arab-Israel, mencapai rekonsiliasi antara dunia Islam dan negara Yahudi, serta memajukan perdamaian sejati antara Israel dan Palestina."

Netanyahu mengatakan bahwa mereka dapat bekerja sama untuk membuat sejarah.

"Bersama-sama," Biden mengulangi, mengisyaratkan komitmennya terhadap upaya normalisasi, yang menurutnya tidak terpikirkan beberapa tahun yang lalu.

Seorang pejabat senior pemerintahan Biden mengatakan kepada para wartawan setelah pertemuan tersebut bahwa sudah dipahami ada beberapa konsesi kepada Palestina yang harus menjadi bagian dari kesepakatan apa pun, tetapi tidak mengatakan apa saja konsesi tersebut.

"Masih ada jalan yang harus dilalui sebelum kita sampai di sana," kata pejabat itu.

Biden dan Netanyahu menghabiskan beberapa waktu untuk bertemu empat mata tanpa didampingi oleh penasihat, tambah pejabat tersebut.

Pembicaraan dengan Netanyahu dipandang sebagai kesempatan bagi Biden untuk memberikan pengarahan kepadanya dan mencoba melihat seberapa jauh Israel akan bersedia melakukan apa yang telah disebut sebagai penawaran besar yang potensial dapat membentuk kembali geopolitik di Timur Tengah.

Pemerintah Netanyahu telah menunjukkan sedikit kesediaan untuk memberikan konsesi besar kepada Palestina, yang dapat menyulitkan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, untuk menyetujui normalisasi.

David Makovsky, seorang pengamat Timur Tengah yang telah lama berkecimpung di Washington Institute for Near East Policy, mencatat dalam sebuah posting di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, bahwa pertemuan tersebut terjadi "265 hari setelah Netanyahu menjabat, jeda waktu terpanjang sejak tahun 1964."

"Potensi kesepakatan Saudi yang sangat besar membuat Biden dan Netanyahu tidak memiliki banyak pilihan selain bertemu meskipun ada perbedaan," katanya.

bh/ha (Reuters)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait