1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Komitmen dan Konsistensi Diperlukan dalam PPKM

23 Agustus 2021

PPKM level 2-4 di Jawa Bali akan berakhir hari ini. Epidemiolog Dicky Budiman menilai PPKM perlu dilanjutkan untuk menahan laju penyebaran COVID-19. Namun, ia menyoroti komitmen dan konsistensi kebijakan yang dibuat.

Foto sejumlah warga berbelanja di pasar rakyat di saat pemberlakukan PPKM
Foto sejumlah warga berbelanja di pasar rakyat di saat pemberlakukan PPKMFoto: DW

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan kabar gembira mengenai tingkat ketersediaan tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di rumah sakit semakin menurun. Namun, Jokowi tetap mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada. Pernyataan itu disampaikan Jokowi di akun Instagram @jokowi seperti dilihat pada Senin (23/08). Jokowi mengunggah foto ilustrasi dengan nakes dan warga yang memakai masker disertai tulisan 'bersama kita memutus rantai COVID-19'.

"Selamat pagi. Tingkat keterisian tempat tidur di rumah-rumah sakit kian menurun, penghuni tempat-tempat isolasi mandiri semakin berkurang, tetapi kita belum tiba di akhir pandemi. COVID-19 masih menjadi ancaman yang nyata," tulis Jokowi.

Jokowi mengatakan peran semua orang sangat dibutuhkan dalam memutus rantai penyebaran COVID-19. Dia mengajak masyarakat untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Komitmen dan konsistensi

PPKM level 2-4 di Jawa dan Bali akan berakhir hari ini (23/08) usai diperpanjang sepekan pada 16 Agustus 2021 lalu. Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, menilai kebijakan PPKM masih perlu dilanjutkan karena belum aman meskipun kasus COVID-19 melandai.

"Ya PPKM (perlu) dilanjut, kan leveling sekarang, jadi berlanjut," ucap Dicky kepada wartawan, Minggu (22/08).

Dicky memberikan sejumlah catatan selama penerapan PPKM sebelumnya agar diperbaiki jika diperpanjang. Catatannya adalah mengenai komitmen dan konsistensi dari kebijakan yang dibuat.

"Yang jadi masalah PPKM kita ini adalah PPKM-nya sudah cukup memadai dilakukan, tapi masalah implementasi ini yang komitmen dan konsistensinya itu (sering) berubah," katanya.

Dia menyinggung terkait PPKM levelnya tetap, tapi aturannya yang malah dilonggarkan. Seharusnya, kata dia, aturan pengetatan mobilitas berdasarkan level di masa pandemi tidak seperti itu.

"Dan ini masalah fase-fase pelonggaran bukan hal baru dan kalau kita katakan level 4 atau 3 harus berbeda kriteria pelonggarannya berbeda atau key performance indikatornya harus berbeda dan harus dipatuhi jangan diubah-ubah, karena akan menyebabkan kebingungan, akan menyebabkan inkonsistensi jadinya akhirnya yang disebut gradasi pelonggarannya nggak jadi. Ini yang berbahaya," ujarnya.

Gebrakan sekolah tatap muka

PPKM belum ditentukan nasibnya usai masa perpanjangannya akan habis hari ini (23/08). Namun, jika kembali diperpanjang ada sederet saran dari anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay.

Saleh menyebut jika PPKM sedikitnya mampu mengubah keadaan, di mana ada penurunan dari orang yang terpapar, tingkat hunian di rumah sakit, juga tentu jumlah orang yang meninggal akibat dari COVID-19. Namun, kata dia, penerapan aturan PPKM selama ini memang masih belum sesuai ekspektasi.

Saleh berharap jika PPKM diperpanjang, ada gebrakan yang dilakukan pemerintah. Salah satunya terkait kebijakan sekolah yang diharapkan sudah mulai bisa belajar tatap muka.

"Hari ini kita hampir setahun setengah pendidikan kita lewat virtual, saya melihat sudah ada titik jenuh di kalangan siswa, guru, dan juga penyelenggara pendidikan. Kenapa tidak? Karena orang bayangkan sekarang orang sehari-hari itu belajar di depan laptop, handphone, dan itu kadang-kadang sangat melelahkan," ucapnya.

Menurut Saleh, pemerintah perlu memikirkan bagaimana terobosan agar kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ) tak lagi membosankan bagi siswa, murid, dan orang tua. Salah satu caranya, kata dia, pemerintah sudah harus membolehkan murid untuk sekolah dengan bergiliran agar protokol kesehatan tetap terjaga.

"Misalnya apa gebrakan-gebrakannya yang bisa dilakukan? Kalau selama ini kan 1 kelas 30 orang, sekarang ini dibuat 10 orang, berarti 1 kali 3 hari masuk. Sisanya tetap zoom, tapi yang 10 boleh masuk. Kenapa ini penting? Supaya ada nuansa baru, kalau udah di sekolah itu pasti beda. Di situ kenapa harus sepertiga karena itu tentu bisa jaga jarak, guru gampang mengawasi, tidak ada kerumunan," katanya. (Ed: rap/ha)

Visualisasi data kasus baru COVID-19 di dunia

Baca selengkapnya di: DetikNews

Jokowi: BOR RS Kian Menurun, tapi Kita Belum Tiba di Akhir Pandemi

Epidemiolog: PPKM Memadai, Masalahnya Itu Komitmen-Konsistensi

Sederet Saran Anggota DPR Jika PPKM Diperpanjang Lagi

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait