1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Komnas HAM Berikan Laporan Kondisi Hak Asasi Manusia di Indonesia

Zaki Amrullah 10 Desember 2008

Sepanjang tahun 2008, Indonesia tunjukan kemajuan dalam upaya melindungi hak asasi manusia. Namun terdapat pula sejumlah undang-undang yang justru berpotensi melanggar HAM.

Arsip foto: demonstrasi peringatan Hari Hak Asasi Manusia, Jakarta 2005Foto: AP

10 Desember merupakan ulang tahun ke 60 Deklarasi Semesta Hak Asasi Manusia. Tanggal ini diperingati pula sebagai hari Hak Asasi Manusia. Di Indonesia, Komisi Nasional Hak Asasi manusia Komnas HAM, menggunakan momentum ini untuk mengulas kondisi HAM sepanjang tahun.

Catatan akhir tahun Komnas HAM menunjukan, sepanjang tahun 2008, Indonesia memang mencatat sejumlah kemajuan yang dicapai dalam upaya melindungi Hak Asasi Manusia di Indonesia, terutama dari segi perundangan. Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim menunjukan contoh kemajuan itu.

“Menyangkut hak dan kebebasan sipil warga, diperkuat dengan diundangkannya Undang Undang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Reformasi institusional juga terjadi pada lembaga lembaga yudisial berupa penguatan peran sejumlah lembaga state auxiliaries seperti ombudsman republik Indonesia dan mulai bekerjanya lembaga perlindungan saksi dan korban yang dapat menjadi mekanisme penegakan HAM. Berbagai kemajuan ini tampak membawa implikasi positif pada administrasi keadilan kebebasan politik dan pelayanan publik. Yang kasat mata terlihat menjamur berbagai organisasi rakyat maupun partai politik. Sementara berbagai pemilihan daerah berlangsung secara aman”

Namun terdapat pula sejumlah undang-undang yang justru berpotensi melanggar HAM, seperti Undang-Undang Pornografi. Juga terjadinya berbagai peristiwa yang menunjukan kegagalan pemerintah dalam memberikan keadilan bagi warga negara, seperti berlarut larutnya, ganti rugi untuk korban semburan lumpur Lapindo .

Tahun 2008, juga dicatat sebagai tahun yang banyak diwarnai pelanggaran HAM atas nama agama. Kekerasan yang dilakukan kaum ekstrimis dari kelompok mayoritas khususnya kalangan garis keras Islam terhadap minoritas, itu berbentuk kekerasan fisik dan perusakan, antara lain terhadap rumah ibadah dan anggota Jamaah Ahmadiyah, pengikut Al qiyadah Al Islamiyah, Siroj Jaziroh, Gereja Tani Mulya dan Gereja Kristen Pasundan Dayeuh Kolot.

Di luar itu, juga terdapat sejumlah Peraturan Daerah yang diskriminatif dan melanggar kebebasan dasar kelompok minoritas. Ironisnya, menurut Komnas HAM, negara cenderung membiarkan kekerasan itu, bahkan mengkriminalkan korban.

Kembali Ifdhal Kasim: “Dari segi hak sipil politik trend yang terbesar tahun 2008 ini, adalah pelanggaran terhadap hak atas mencari keadilan, banyak sekali warga yang tidak memperoleh keadilan ketika ia menggunakan instrument hukum untuk mencari keadilanya. Kedua, adalah meluasnya pelanggaran atas hak atas kebebasan bergama dan berkyakinan. Kekerasan agama meliputi diskriminasi, atas kelompok agama tertentu kemudian perusakan rumah ibadah dan pembatasan pendirian rumah ibadah dan kekerasan lain, bersifat menebar kebencian terhadap golongan tertentu dan sebagainya.”

Pada bagian lain, catatan Komnas HAM juga menunjuk masih tingginya pelanggaran atas Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya warga. Seperti trend pemecatan atau PHK, maraknya penggusuran, praktek penyiksaan, serta kasus kasus salah tangkap yang dilakukan polisi.

Dalam catatan akhir tahunnya, Komnas HAM juga menggaris bawahi banyaknya kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas, mulai dari kasus Mei 98, Penembakan Trisakti, Kasus Semanggi dan Penculikan Aktivis. Dan atas semuanya, Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim memberi penilaian.

“Secara subtansial, pemerintah gagal dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak warga negara yang dijamin dalam konsitusi maupun dalam berbagai undang undang dan instrumen internasional yang telah kita ratifikasi. Dia (pemerintah) hanya mampu memberikan perlindungan formal dalam bentuk peraturan perundangan dan isntitusi institusi yang diberikan kewenangan untuk menerima complain dari warga yang terlanggara haknya. Tetapi secara subtansial pemerintah gagal memberikan perlindungan atau gagal memnuhi kewajibannya sebagai pemangku pertama dalam memenuhi Hak Asasi Manusia.”

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait