Utusan khusus PBB untuk Yaman sambut baik gencatan senjata tentatif. Tapi menekankan, pembicaraan perdamaian yang akan dimulai dua pekan lagi perlu kesediaan kompromi dari kedua belah pihak.
Iklan
Inilah saatnya untuk memperbaiki situasi di Yaman. Demikian dikatakan utusan PBB Ismail Ould Cheikh Ahmed setelah dimulainya masa penghentian kekerasan di Yaman hari Minggu. Sejauh ini, gencatan senjata berjalan mulus, kecuali sebuah pelanggaran yang terjadi di Taiz.
Penduduk dan wartawan di kota Taiz mengatakan, setelah tengah malam kemarin pemberontak menembaki daerah hunian dan pangkalan militer. Kota Taiz selama ini jadi ajang pertempuran utama antara pemberontak Houthi dan pemerintah.
Namun kini pemerintah yang didukung Arab Saudi dan pemberontak Houthi yang didukung Iran setuju mendukung gencatan senjata yang pelaksanaannya didukung PBB.
Selama ini, perang lebih besar, terutama perang Suriah menutupi kenyataan pahit di Yaman. Menurut pakar HAM, tahun lalu lebih dari 6.000 warga Yaman terpaksa mengungsi akibat perang, dan itu terjadi setiap hari.
Perdamaian butuh Kompromi
Utusan PBB Ismail Ould Cheikh Ahmed mengatakan, syarat gencatan senjata mencakup komitmen untuk memungkinkan pemberian bantuan bagi seluruh warga Yaman. Menurut PBB, ratusan ribu anak-anak terancam kekurangan bahan pangan dan jutaan tidak memiliki akses bagi pertolongan medis dan air bersih. Maret lalu, Badan urusan Pangan PBB (WFP)melaporkan, hampir separuh dari 22 provinsi Yaman berada dalam ambang kelaparan.
Gencatan senjata jadi kesempatan nyata untuk membangun kembali negara yang dilanda kekerasan terlalu lama. Demikian Ismail Ould Cheikh Ahmed. Ia menekankan juga, perdamaian butuh kesediaan berkompromi dari semua pihak, juga keberanian dan tekad untuk mencapai kesepakatan.
Konflik antara pemerintah dan pemberontak sudah menghabiskan nyawa 6.200 orang dan menyulut krisis kemanusiaan di salah satu negara Arab yang paling miskin. Gencatan senjata jadi langkah awal menuju perundingan perdamaian yang akan dimulai 18 April di Kuwait, di bawah pengawasan PBB.
Ould Cheikh Ahmed menambahkan, sebuah komite yang dibentuk spesial untuk deeskalasi dan koordinasi, juga perwakilan milier dari kedua belah pihak akan membantu agar gencatan senjata terus terlaksana. Sementara perundingan perdamaian akan berfokus pada lima bidang terpenting: penarikan milisi dan kelompok bersenjata, penyerahan senjata berat kepada negara, pengaturan keamanan interim, pendirian institusi negara dan dialog politik, serta pembentukan komite spesial yang mengurus tahanan.
Lini Masa Pertikaian Arab Saudi dan Iran
Bukan kali pertama Iran dan Arab Saudi bersitegang. Sepanjang sejarahnya, hubungan kedua negara acap mengalami pasang surut menyusul konflik politik atau agama. Inilah sejarah modern permusuhan dua ideologi dalam Islam
Foto: DW Montage
Damai berbayang kecurigaan
Hubungan Iran dan Arab Saudi baru tumbuh sejak kekuasaan Syah Reza Pahlevi dan Raja Khalid. Kedua negara sebelumnya sering direcoki rasa saling curiga, antara lain karena tindakan Riyadh menutup tempat-tempat ziarah kaum Syiah di Mekkah dan Madinah. Perseteruan yang awalnya berbasis agama itu berubah menjadi politis seiring dengan eskalasi konflik di Timur Tengah dan Revolusi Islam 1979.
Foto: picture alliance/AP Images
Pendekatan usai Revolusi Islam
Raja Khalid sempat melayangkan ucapan selamat kepada Ayatollah Khomeini atas keberhasilan Revolusi Islam 1979. Tapi hubungan kedua negara memburuk menyusul perang Iran-Irak dan kisruh Haji 1987. Puncaknya, Riyadh memutuskan hubungan pada 1987, ketika Khomeini mengecam penguasa Saudi sebagai "Wahabi yang tidak berperikemanusiaan, ibarat belati yang menusuk jantung kaum Muslim dari belakang."
Foto: Getty Images/Afp
Keberpihakan dalam Perang Iran-Irak 1980
Saat berkobar perang Iran-Irak, Arab Saudi sejak dini menyatakan dukungan terhadap rejim Saddam Hussein di Baghdad. Riyadh memberikan dana sumbangan sebesar 25 milyar US Dollar dan mendesak negara-negara Teluk lain untuk ikut mengisi pundi perang buat Irak. Demi menanggung biaya perang, Arab Saudi menggenjot produksi minyak yang kemudian mengakibatkan runtuhnya harga minyak di pasar dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
Kisruh Haji 1987
Mengikuti ajakan Ayatollah Khomeini, jemaah Iran setiap tahun berdemonstrasi di Mekkah dan Madinah menentang Israel. Tradisi sejak 1981 itu tidak pernah diperkarakan, kecuali pada 1987, ketika polisi memblokade jalan menuju Masjid al-Haram. Akibat bentrokan, 402 jemaah Iran tewas dan 649 luka-luka. Setelah kedutaannya di Teheran diserbu massa, Riyadh memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran.
Foto: farhangnews
Kontroversi program nuklir Iran
Arab Saudi sejak awal menolak program nuklir Teheran. Sikap itu tidak berubah bahkan setelah tercapainya Perjanjian Nuklir di Vienna tahun 2015. Riyadh menilai kesepakatan tersebut "sangat berbahaya." Desakan kepada Iran untuk bekerja sama dengan pengawas nuklir PBB juga disampaikan Saudi pada awal 2023.
Foto: Irna
Pemberontakan Houthi di Yaman, 2004
Hubungan Iran dan Arab Saudi kembali menegang setelah kelompok Syiah Zaidiyah di Yaman mengobarkan pemberontakan. Riyadh menuding Teheran mengompori perang bersaudara dan mencampuri urusan dalam negeri Yaman dengan memasok senjata. Iran sebaliknya menuding Arab Saudi menghkhianati perannya sebagai mediator konflik dengan membombardir minoritas Houthi di utara Yaman.
Foto: picture alliance/Y. Arhab
Perang proksi di Suriah, 2011
Dukungan Iran atas rejim Bashar Assad di Suriah sejak lama dianggap duri dalam daging oleh Arab Saudi. Sejak 2011, Riyadh aktif memasok senjata buat oposisi Sunni di Suriah. Kerajaan di Riyadh juga menjadi yang pertama kali mengecam Assad seputar "tindakan represif pemerintahannya terhadap demonstrasi anti pemerintah," ujar Raja Abdullah saat itu.
Foto: picture-alliance/AP/Vadim Ghirda
Tragedi Mina 2015
Bencana memayungi ibadah Haji 2015 ketika lebih dari 400 jemaah Iran meninggal dunia di terowongan Mina akibat panik massa. Iran menuding pemerintah Arab Saudi ikut bertanggungjawab. Riyadh sebaliknya menyelipkan isu bahwa tragedi itu disebabkan jemaah haji Iran yang tak mau diatur. Kisruh memuncak saat pangeran Arab Saudi, Khalid bin Abdullah, mendesak agar Riyadh melarang masuk jemaah haji Iran.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Eksekusi Mati Al-Nimr 2016
Sehari setelah pergantian tahun Arab Saudi mengeksekusi mati 46 terpidana, antara lain Syeikh Nimr al-Nimr, seorang ulama yang aktif membela hak-hak minoritas Syiah yang kerap mengalami represi dan diskriminasi di Arab Saudi. Al-Nimr didakwa terlibat dalam terorisme. Sebagai reaksi Pemimpin Spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei melayangkan ancaman, bahwa Saudi akan mendapat "pembalasan tuhan."
Foto: picture alliance/dpa/Y. Arhab
Drama di Lebanon
Pada November 2017 Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mengumumkan pengunduran diri dari Riyadh, Arab Saudi, dan menyalahkan Iran terkait kebuntuan politik di Beirut. Langkah itu diyakini bagian dari manuver Arab Saudi untuk memprovokasi perang antara Iran dan Hizbullah dengan Israel. Saudi dan Iran berebut pengaruh di Lebanon pasca penarikan mundur pasukan Suriah 2005 silam.
Foto: picture-alliance/dpa/AP/Lebanese Official Government/D. Nohra
Narasi damai di awal 2023
Menyusul mediasi Cina, pemerintah Arab Saudi sepakat memulihkan hubungan dengan Ira pada Maret 2023. Kesepakatan tersebut disusul pembukaan kembali relasi dengan Suriah dan perundingan damai dengan pemberontak Houthi di Yaman. Sebelumnya, negara-negara Teluk juga sepakat mengakhiri perpecahan dengan Katar, sekutu dekat Iran di Teluk Persia.