Dalam sejarah bangsa Indonesia, sekian lama orang hanya didoktrim bahwa komunisme menoreh episode hitam. Namun orang-orang tak pernah dibiarkan untuk mengenal atau memahaminya. Simak opini Anggun C. Sasmi.
Iklan
Saya anak ke 2 dari 5 bersaudara. Lahir bukan dari keluarga yang berada atau bangsawan. Almarhum Bapak malah menyebut kami keluarga "kere-wan”.
Bapak saya dulu bukan hanya penulis buku dan seorang intelektual tetapi juga tukang guyon dan tokoh pemberontak di keluarganya sendiri.
Waktu kami mulai masuk SD, Bapak berkeputusan untuk menyekolahkan saya dan adik-adik di satu sekolah swasta Katolik sedangkan kami keluarga Islam. Keputusan ini sempat membuat gempa kecil di keluarga.
Para pakde dan bude datang bergiliran untuk "menasehati” Bapak dan membujuk kami untuk mengubah pikirannya. Tetapi tekanan dan intervensi dari mereka tidak berhasil. Bapak menginginkan anak-anaknya mempunyai disiplin dan pandangan yang berbeda, terutama tentang agama. Hingga hari ini saya sangat berterima kasih atas keputusan almarhum, dan dari beliaulah saya belajar arti kata "tegar".
Saya termasuk anak yang suka belajar dan suka sekolah. Atmosfer dan masa-masa itu adalah saat yang sangat menyenangkan.
Kecil-kecil dipaksa nonton film horor
Hanya satu yang tidak saya sukai, setiap tanggal 30 September kami diharuskan menonton film G30S PKI. Bahkan sekolah saya sempat menyewa 1 bioskop yang tidak jauh dari sekolah untuk supaya beberapa kelas bisa menonton bersama. Murid yang absen hari itu diberi tahu untuk supaya tidak lupa menonton film tersebut yang memang ditayangkan oleh TV nasional.
Itu adalah film horor pertama yang pernah saya lihat! Ada banyak adegan penyiksaan dan pembunuhan yang sama sekali tidak wajar untuk dilihat oleh anak-anak kecil. Entah mengapa badan sensor di Indonesia yang tugasnya memberi etiket PG Ratings, film 17 tahun keatas, film dewasa dll, memberi pengecualian yang istimewa terhadap film ini.
Yang saya pahami dari film tersebut adalah PKI itu barbar, kejam, mereka harus diberantas. Itu saja yang saya tahu, selain itu tidak ada lagi. Saya mencoba bertanya ke Bapak dan jawabannya adalah nanti akan ada saatnya kita bicara tentang hal ini. Kala itu umur saya baru 8 tahun. Sayapun mendengar kata "tabu” saat itu, tidak boleh diomongkan, bahkan mungkin bisa bahaya.
Kesannya seperti Lord Voldemort dalam film Harry Potter dengan julukan "He-Who-Must-Not-Be-Named”.
G30SPKI: Dusta di Ujung Nyawa Pahlawan Revolusi
Adegan penyiksaan di film G30SPKI terhadap pahlawan revolusi bertentangan dengan otopsi yang diperintahkan Soeharto sendiri. Tapi demi kampanye anti komunis, bagian tersebut dihilangkan. Inilah hasil otopsi tim forensik
Foto: Davidelit
Kabar Burung di Halaman Muka
Adalah dua harian milik ABRI, Angkatan Bersendjata dan Berita Yudha yang pertamakali melayangkan tudingan "penyiksaan barabarik" terhadap para jendral korban kudeta Partai Komunis Indonesia, termasuk bahwa mata korban "ditjungkil" dan "kemaluannya dipotong." Suharto sendiri dikutip membenarkan adanya "indikasi penyiksaan" di tubuh korban. Padahal hasil otopsi berkata lain.
Otopsi Dr. Kertopati
Selama delapan jam tim forensik yang dipimpin Dr. Roebiono Kertopati dan Dr. Sutomo Tjokronegoro bekerja hingga dini hari buat mengungkap penyebab kematian ketujuh jendral pahlawan revolusi. Hasil otopsi yang dilakukan atas perintah Suharto sendiri itu kemudian ditemukan lagi oleh sejahrawan Cornell University, Amerika Serikat, Ben Anderson.
Foto: Getty Images/Three Lions
Jendral Ahmad Yani
Jendral Ahmad Yani dikabarkan tewas di kediaman pribadinya setelah diberondong peluru oleh pasukan Tjakrabirawa pimpinan Lettu Doel Arief. Hasil otopsi hanya membenarkan separuh klaim tersebut. Tim forensik cuma menemukan delapan luka tembakan dari arah depan dan dua tembakan dari arah belakang. Yani diyakini meninggal dunia seketika sebelum jenazahnya diangkut oleh Tjakrabirawa.
Foto: Davidelit
Brigade Jendral D.I. Panjaitan
Hal serupa terjadi dengan Brigade Jendral Donald Isaac Panjaitan. Hasil pemeriksaan menyebut dia mendapat tiga tembakan di bagian kepala dan sebuah luka kecil di lengan. Tidak ada bukti penyiksaan pada tubuh seperti yang ditudingkan oleh mabes ABRI kala itu.
Foto: Davidelit
Mayor Jendral M.T. Haryono
Adapun laporan kematian Letnan Jendral Mas Tirtodarmo Haryono masih menimbulkan teka-teki karena tercatat tidak memiliki luka tembakan. Dokter hanya menemukan luka tusukan di bagian perut yang diduga disebabkan oleh bayonet. Luka serupa yang ditengarai tidak fatal juga ditemukan pada punggung dan pergelangan tangan korban yang diduga muncul ketika jenazah dilemparkan ke Lubang Buaya.
Foto: Davidelit
Mayor Jendral Siswondo Parman
S. Parman menderita lima luka tembakan, termasuk dua di kepala yang menyebabkan kematiannya. Tim forensik juga menemukan luka atau retakan pada tengkorak, rahang dan bagian bawah kaki kiri yang disebabkan oleh trauma. Tidak ada yang bisa memastikan penyebab trauma tersebut. Ben Anderson menulis pukulan popor senjata atau benturan pada lantai dan dinding sumur bisa menjadi penyebabnya.
Foto: Davidelit
Letnan Jendral Soeprapto
Letjen Soeprapto meninggal dunia akibat sebelas luka tembakan di berbagai bagian tubuh. Serupa S. Parman, dia juga menderita keretakan tulang di bagian tengkorak dan tiga luka sayatan yang diduga disebabkan oleh bayonet. Keretakan pada tulang korban diyakini sebagai akibat benturan dengan benda tumpul seperti popor senapan atau batu.
Foto: Davidelit
Brigade Jendral Sutoyo Siswomiharjo
Brigjend Sutoyo adalah sosok yang paling ramai dikaitkan sebagai korban penyiksaan PKI. Di dalam film G30SPKI anggota Gerwani ditampilkan menyungkil salah satu matanya. Namun hasil otopsi berkata lain. Sutoyo menderita tiga luka tembakan, termasuk satu luka fatal di kepala, dan trauma di bagian lengan kanan.
Foto: Davidelit
Kapten Czi. Pierre Tandean
Serupa yang lain, Pierre Tandean meninggal dunia akibat empat tembakan oleh pasukan Tjakrabirawa. Dia juga menderita luka dalam di bagian kening dan lengan kiri, serta "tiga luka terbuka akibat trauma di kepala." Tidak seorangpun dari tim dokter forensik bisa memastikan indikasi penyiksaan seperti yang ditudingkan Suharto kala itu.
Foto: Davidelit
9 foto1 | 9
Masa pun berlalu dan pada akhir 1992, saya sudah menjadi penyanyi dengan beberapa hit album. Akhir tahun itu saya sedang memproduksi album terakhir di Indonesia yang saya beri judul "Anggun C. Sasmi…Lah!!!”. Terus terang sekarang saya tak habis pikir kenapa bisa memberi judul album seajaib itu?
Lagu-lagu sudah terekam, saya lalu harus membuat cover album. Mulailah cari opsi beberapa fotografer dan grafis desainer. Saya dengar dari teman-teman saya nama Dik Doank.
Setelah beberapa kali meeting dan melihat hasil desain mas Dik, akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan bakatnya. Album saya dirilis dengan dua desain berbeda untuk kaset dan CD.
Setahun kemudian ada masalah besar dengan mas Dik Doank. Dia membuat cover dan booklet album mbak Atiek CB yang berjudul "Magis”. Di salah satu gambar di booklet album, tampak gambar Mbak Atiek yang sangat terkenal dengan ciri khas kaca mata hitam dikelilingi guntingan foto dan gambar orang ada juga patung yang memakai kaca mata hitam. Bagus sekali idenya.
Tapi ternyata ada kontroversi yang besar. Di salah satu foto di booklet tersebut, ada satu orang yang memakai kalung palu arit. Tiba-tiba hal ini menjadi sebuah kasus yang mengguncangkan dunia musik di Indonesia. Hanya karena ada gambar palu arit yang kecil sekali di booklet album.
Lord Voldemort…
Saya meninggalkan Indonesia menuju ke Inggris untuk mencoba berkarier di luar negri pada akhir tahun 1994. Umur saya 20 tahun, masih muda dan polos sekali. Semua yang saya tahu dan pelajari hanya semua yang saya dapat di Indonesia.
Tahun 1995, saya meninggalkan Inggris untuk menetap di Perancis. Saya tiba pada saat kampanye presidensial. Dari semua partai yang mengkampanyekan kandidatnya, ada Partai Komunis! Terus terang bulu kuduk saya langsung berdiri! Teringat adegan-adegan sadis di film G30S PKI yang sampai sekarang tidak mungkin bisa saya lupakan.
Saya kaget kok bisa-bisanya satu negara membiarkan komunisme berada? Tahukah pemerintah siapa sebenarnya mereka? Apa yang telah mereka lakukan?
Kala itu tentu saja saya tidak mengetahui banyak hal tentang komunisme, bagaimana mungkin bisa tahu wong selama di Indonesia kita tidak mempunyai akses untuk mempelajari apapun tentang komunisme. Tidak tahu siapa Marx, siapa Trotsky.
Yang hanya kita dapati adalah kepastian bahwa komunisme menoreh episode hitam di sejarah bangsa Indonesia. Titik.
Monumen Mengenang Korban Rezim Komunisme
Hingga Tembok Berlin runtuh tahun 1989, sekitar sepertiga warga dunia masih hidup di bawah rezim komunis. Melalui monumen dan karya seni, negara-negara berikut ingin menegaskan kalau para korban tidak dilupakan.
Foto: Bundesstiftung zur Aufarbeitung der SED-Diktatur
Kamboja: Korban Khmer Merah
Diperkirakan 2,2 juta orang Kamboja dibunuh selama pemerintahan teror Khmer Merah yang berhaluan komunis. Jumlah ini setara dengan separuh populasi negara itu. Setelah diinvansi oleh tentara Vietnam yang juga komunis, sisa-sisa jenazah manusia dan tengkorak dipamerkan kepada masyarakat guna memperingati kejahatan perang. Bahkan hingga kini, diduga masih ada kuburan massal yang belum ditemukan.
Foto: Bundesstiftung zur Aufarbeitung der SED-Diktatur
Jerman: Memorial Hohenschönhausen
Lebih dari 11.000 orang dipenjara antara tahun 1951 hingga 1989 di pusat penahanan polisi rahasia Jerman Timur (Stasi). Sebelumnya, bangunan di area Berlin Hohenschönhausen ini digunakan oleh tentara pendudukan Soviet sebagai kamp khusus untuk orang-orang yang dituduh melawan rezim. Dari sana, para tahanan diangkut ke kamp kerja paksa Gulag, banyak yang mati karena kelaparan dan kelelahan.
Foto: picture alliance/dpa/P. Zinken
Korea: "Jembatan Kebebasan"
Jembatan di atas Sungai Imjin ini didirikan awal abad ke-20, dan menjadi satu-satunya jembatan yang menghubungkan Korea Utara dengan Selatan. Jembatan ini juga memegang peran besar bagi kepentingan militer selama Perang Korea tahun 1950-1953. Dari sisi selatan melalui dermaga kayu Anda dapat mencapai perbatasan. Banyak pengunjung yang meninggalkan bendera dan pesan pribadi di tempat ini.
Foto: Bundesstiftung zur Aufarbeitung der SED-Diktatur
Republik Ceko: Memorial untuk para korban
Tujuh patung perunggu berdiri di tangga putih di kaki Bukit Petřin di Praha. Diresmikan tahun 2002, monumen ini dibuat oleh pematung yang juga mantan tahanan politik, Olbram Zoulbek. Monumen ini tidak hanya didedikasikan bagi mereka yang "dipenjarakan atau dieksekusi tetapi juga bagi semua orang yang hidupnya hancur oleh rezim totalitarian."
Foto: Bundesstiftung zur Aufarbeitung der SED-Diktatur
Kazakhstan: Korban kelaparan
Sekitar 1,5 juta orang dari etnis Kazakh mati karena kelaparan tahun 1932-1933. Tragedi ini terjadi diantaranya karena kegagalan sistem pertanian kolektif yang dipaksakan oleh rezim Soviet. Patung di Ibukota Astana ini dibuat untuk mengenang para korban dan diresmikan 31 Mei 2012, yang merupakan hari nasional untuk memperingati para korban penindasan politik.
Foto: Dr. Jens Schöne
Georgia: Museum pendudukan Uni Soviet
Di kota kelahirannya di Gori, Georgia, diktator Soviet Joseph Stalin menjadi pahlawan dan ada museum yang memakai namanya. Ini terjadi dalam jangka waktu 65 tahun setelah kematiannya dan 27 tahun setelah Georgia kembali merdeka. Namun saat ini ada rencana untuk mengubah isi pameran di museum karena kejahatan Stalin menjadi isu sentral di Museum Nasional Georgia di Tbilisi sejak 2006.
Foto: Bundesstiftung zur Aufarbeitung der SED-Diktatur
Amerika Serikat: Para korban di desa Katyn
Pada 1940, Soviet membunuh sekitar 4.400 tahanan perang Polandia, utamanya para perwira, di sebuah hutan dekat desa Katyn di Rusia. Di Polandia, pembantaian ini identik dengan serangkaian pembunuhan massal. Inisiatif pendirian monumen di New Jersey ini diawali oleh seorang migran Polandia di AS untuk mengenang semua korban komunisme Soviet. (ae)
Foto: Dr. Jens Schöne
7 foto1 | 7
Membuka tabir dan meluruskan sejarah
Suami saya berasal dari Jerman. Seperti layaknya seorang putra bangsa, dia diwajibkan untuk mengabdi kepada negaranya dan menjadi prajurit. Saat berumur 19 tahun dia berada di Angkatan Udara Jerman. Tugasnya kala itu adalah mempelajari semua jenis pesawat militer (Luftraumbeobachter) sampai khatam, dan setelah itu ditugaskan untuk tinggal di hutan agar bisa mengintai, memata-matai dan mengkonfirmasi ke stasiun radar, semua jenis pesawat militer yang lewat dan dalam urutan yang jelas. Ini juga termasuk untuk pesawat-pesawat musuh Jerman kala itu.
Walau hanya beberapa tahun menjadi prajurit tetapi untuk kualitas tugasnya, suami saya diberi Medali Kehormatan, Ehrenmedaille der Bundeswehr dari Menteri Pertahanan.
Saya mengenal suami sejak sembilan tahun lalu dan kami memutuskan untuk menjadi pasangan hampir enam tahun ini. Salah satu yang saya sukai dalam hubungan kami adalah komunikasi, suami seorang intelektual, kami selalu ngobrol dan topiknya luas sekali, musik tentunya, kehidupan, budaya dan terutama filosofi karena dulu dia belajar di universitas mengambil jurusan ini.
Dia pun menjelaskan saya tentang tragedi hitam di Jerman, yaitu Nazisme. Bedanya semua orang Jerman sadar tentang sejarah mereka. Mereka mempelajari tentang kejadian yang dampaknya masih bisa dirasakan hingga hari ini di dunia. Pemerintah memberi mereka akses untuk menelaah fakta, memahami juga mempelajari berbagai aspek dalam kejadian ini. Dipelajari agar tragedi yang sama tidak terulang kembali. Ini membuat saya tergugah.
Komunisme adalah ideologi politik yang telah terbukti tidak berhasil. Obsolete. Sebenarnya hanya itu. Contoh konkretnya banyak di berbagai negara, Kuba, Cina, Jerman Timur versi dulu dan juga Rusia atau Soviet.
Tetapi kejadian 30 September memberi pengertian yang lain yang sampai sekarang telah mendarah daging di banyak sisi emosi orang di Indonesia.
Ada kesalahpahaman karena tidak adanya penjelasan ataupun pengertian. Hanya ada ketakutan. Ketakutan itu sampai ada di gambar palu arit kecil dalam booklet album Atiek CB, juga ada di Festival buku di Ubud yang terpaksa dibatalkan karena tadinya akan berdiskusi tentang peristiwa tahun 1965.
Apakah isu sensitif tidak mungkin dibicarakan sama sekali? Keterbukaan di Jerman memberi arti khusus yang berada di ingatan kolektif orang-orang Jerman. Mereka akan selalu ingat sejarah mereka yang amat sangat berat dan akan selalu menjadi bagian dari identas mereka, walaupun mereka mau ataupun tidak. Tetapi satu yang jelas, mereka tidak lupa.
"All that is sacred and taboo in the world are meaningless,” kata Anaïs Nin.
Penulis: @Anggun_Cipta
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
*Anda dapat berbagi opini di kolom komentar di bawah ini.
Suharto - Jalan Darah Menuju Istana
Demi menyingkirkan Soekarno, Suharto menunggangi pergolakan di tanah air dan mengorganisir pembantaian jutaan pendukung PKI. Dia sebenarnya bisa mencegah peristiwa G30S, tetapi memilih diam, lalu memanfaatkannya.
Foto: picture-alliance/dpa
Prajurit Tak Bertuan
Suharto banyak berurusan dengan pemberontakan Darul Islam selama meniti karir militernya. Pasca kemerdekaan ia juga aktif memberantas kelompok kiri di antara pasukannya. Tahun 1959, ia nyaris dipecat oleh Jendral Nasution dan diseret ke mahkamah militer oleh Kolonel Ahmad Yani karena meminta uang kepada perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah. Namun karirnya diselamatkan oleh Jendral Gatot Subroto.
Foto: picture alliance/United Archives/WHA
Dua Musuh di Bawah Bayang Soekarno
Seperti banyak prajurit yang lain, Suharto mencurigai kedekatan Soekarno dan pimpinan Partai Komunis Indonesia (dalam gambar D.N. Aidit). Terutama sejak pemberontakan komunis di Madiun 1948, eksistensi PKI sangat bergantung pada dukungan Soekarno. Tanpanya PKI akan lumat oleh tentara. Permusuhan ABRI dan PKI tidak cuma beraroma politis, melainkan juga dipenuhi unsur kebencian.
Foto: picture-alliance/United Archives/TopFoto
Bibit Perpecahan
Suharto sibuk membenahi karir ketika permusuhan ABRI dan PKI mulai memanas. Buat mencegah PKI memenangkan pemilu dan menguasai pemerintahan, ABRI yang saat itu dipimpin duet Ahmad Yani dan A.H. Nasution mengajukan mosi menjadikan Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Saat itu, konstelasi politik sudah mulai bergeser: Soekarno tidak lagi melihat ABRI sebagai sekutu utamanya, melainkan PKI.
Foto: AFP/Getty Images
Berkaca Pada Tiongkok
Meniru gerakan kaum komunis di Tiongkok, PKI berupaya memperluas kuasa dengan niat mempersenjatai petani dan praktik land reform. Soekarno menyetujui yang kedua dengan mengesahkan UU Pokok Agraria 1960. Tiga tahun kemudian, PKI melakukan aksi sepihak dengan merebut tanah milik para Kyai di Jawa dan membagikannya pada petani miskin. Langkah itu menciptakan musuh baru buat PKI, yakni kelompok Islam.
Foto: AP
Sikap Diam Suharto
Enam jam sebelum peristiwa G30S, Kolonel Abdul Latief mendatangi Soeharto buat mengabarkan perihal rencana Cakrabirawa menculik tujuh Jendral. Latief saat itu mengira, Suharto adalah loyalis Soekarno dan akan memberikan dukungan. Kesaksian Latief menyebut, Suharto cuma berdiam diri. Setelah peristiwa penculikan jendral, Suharto yang menjabat Panglima Kostrad lalu mengambil alih komando ABRI.
Foto: picture-alliance/dpa
Kehancuran PKI, Kebangkitan Suharto
Pada 30 September, pasukan pengamanan Presiden, Cakrabirawa, mengeksekusi tujuh dari 11 pimpinan ABRI yang diduga kuat ingin mengkudeta Soekarno. Suharto lalu memerintahkan pembubaran PKI dan penangkapan orang-orang yang terlibat. Letnan Kolonel Untung, komandan Cakrabirawa yang sebenarnya kenalan dekat Suharto dan ikut dalam operasi pembebasan Irian Barat, ditangkap, diadili dan dieksekusi.
Foto: AP
Demo dan Propaganda
Pergerakan Suharto setelah G30S semata-mata diniatkan demi melucuti kekuasaan Soekarno. Ia antara lain mengirimkan prajurit RPKAD buat menguasai Jakarta, termasuk Istana Negara. Panglima Kostrad itu juga lihai menunggangi sikap antipati mahasiswa terhadap Sukarno yang dimabuk kuasa. Saat Soekarno bimbang ihwal keterlibatan PKI dalam G30S, mahasiswa turun ke jalan menuntutnya mundur dari jabatan.
Foto: Getty Images/C. Goldstein
Malam Pogrom, Tahun Kebiadaban
Di tengah aksi demonstrasi mahasiswa di Jakarta, ABRI memobilisasi kekuatan buat memusnahkan pendukung PKI di Jawa dan Bali. Dengan memanfaatkan kebencian kaum santri dan kelompok nasionalis, tentara mengorganisir pembunuhan massal. Jumlah korban hingga kini tidak jelas. Pakar sejarah menyebut antara 500.000 hingga tiga juta orang tewas. Tidak semuanya simpatisan PKI.
Foto: Carol Goldstein/Keystone/Getty Images
Eksekusi Disusul Eksodus
Selain menangkap dan mengeksekusi, massa dikerahkan menghancurkan toko-toko, kantor dan rumah milik mereka yang diduga pendukung komunis. Sebagian yang mampu, memilih untuk mengungsi ke luar negeri. Termasuk di antaranya Sobron, adik kandung pimpinan PKI D.N. Aidit yang hijrah ke Tiongkok dan lalu ke Perancis dan bermukim di sana hingga wafat tahun 2007.
Foto: Carol Goldstein/Keystone/Getty Images
Kelahiran Orde Baru
Setelah peristiwa G30S, Suharto yang notabene telah menjadi orang nomor satu di kalangan militer, membiarkan Soekarno berada di jabatannya, sembari menata peralihan kekuasaan. Selama 18 bulan, Suharto menyingkirkan semua loyalis Soekarno dari tubuh ABRI, menggandeng parlemen, mahasiswa dan kekuatan Islam, serta mengakhiri konfrontasi Malaysia. Kekuasaan Soekarno berakhir resmi di tangan MPRS.