1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konferensi AIDS dan Upaya Atasi AIDS

3 Agustus 2008

Tanggal 3 hingga 8 Agustus di Mexico City digelar Konferensi AIDS Internasional ke-17. Sejak virus penyebab penyakit itu ditemukan 25 tahun lalu, HIV AIDS belum berhasil ditanggulangi dan obatnya belum dapat ditemukan

Plakat "Pemerintah Berbohong, obatnya tidak ada" dalam aksi protes di Mexico CityFoto: AP

Saat ini HIV dan AIDS menjadi bagian kehidupan sehari-hari jutaan orang di dunia. 33 juta orang yang menderita HIV positif, yakni terinfeksi virus yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh itu atau penyakitnya sudah berkembang menjadi AIDS. Pada tahun 1983, Francoise Barré Sinoussi tidak dapat membayangkan bahwa penyakit yang menyebabkan penurunan dan melemahnya sistem kekebalan tubuh ini dapat menyebar secara global. Dulu perempuan yang bekerja sebagai peneliti muda di lembaga penelitian Pasteur bekerja sama dengan Luc Montagnier dalam meneliti virus HIV. Seperempat abad kemudian setiap hari ia masih meneliti cara kerja virus tersebut dan harus mengakui, tidak ada virus yang demikian dikenal seperti HIV. Tapi tidak ada virus yang begitu kompleks dan tidak dapat ditanggulangi seperti virus penyebab AIDS

"Paling tidak semua yang kami ketahui tentang virus HIV berhasil membuat kami sekarang mampu melakukan uji coba AIDS yang dapat diandalkan. Selain itu kini kami dapat mengobati penyakit itu walaupun tidak mampu menyembuhkannya. Namun dengan perawatan yang dilakukan, pasien setidaknya dapat menjalani kehidupan normal. Tapi terapi ini juga menimbulkan masalah lainnya, seperti dalam kasus perawatan jangka panjang yang menggunakan obat-obat berdosis tinggi. Juga dalam hal biaya untuk perawatan, terdapat kemajuan besar."

Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, saat ini hampir sepertiga pasien HIV AIDS memperoleh akses perawatan. Akses terbaik tentu saja di negara-negara kaya, di Utara. Berdasarkan pengalaman yang diperolehnya di kawasan tersebut, Francoise Barré Sinoussi menyampaikan seruan mendesak: Sistem kesehatan di belahan selatan dunia harus ditingkatkan

"Dalam beberapa tahun mendatang warga di Afrika, di Asia dan juga di Eropa Timur akan merasakan fenomena yang saat ini sudah kami amati terjadi di Perancis. AIDS menjadi penyakit kronis yang perawatannya menggunakan obat-obatan yang sangat keras. Sebagai konsekwensinya banyak pasien HIV AIDS menderita kanker, gangguan pernafasan atau hal-hal serupa itu. Penyakit sampingan seperti ini sudah harus diperhitungkan sejak sekarang. Negara-negara di Selatan harus dipersiapkan akan hal tersebut."

Malegapuru Makgoba bersama rekan-rekannya di Afrika secara gigih mengajukan proses ke pengadilan. Sebagai wakil rektor Universitas Kwazulu-Natal di Afrika Selatan, Makgoba memaparkan alasan yang menyebabkan benua hitam itu sekarang memiliki pasien HIV dan AIDS terbesar di dunia

"Alasan pertama: Epideminya diabaikan begitu saja. Dimana pun ketika ditemukan munculnya kasus AIDS akan dikatakan ini penyakit kaum homoseksual. Dan warga Afrika menganggap pada kami tidak ada homoseksualitas jadi kami juga tidak mungkin dapat mengalami AIDS. Ketika kemudia virus itu juga muncul pada warga heteroseksual, orang-orang di Afrika tidak tahu bagaimana mereka dapat menutupinya. Jadi kisahnya diputar balik sedemikian rupa bahwa itu merupakan serangan terhadap kelompok ras berkulit hitam. Layaknya sebagian besar warga Afrika bagi bagian dunia lainnya penyebar pes-seksual. Seolah-olah di seluruh globus hanya mereka satu-satunya yang aktif melakukan seks. Argumentasi ini memungkinkan tema itu kembali ditutup-tutupi.“

Pasien HIV AIDS yang dicap buruk dalam masyarakat di Afrika sekaligus menyebabkan cepatnya penyebaran penyakit tersebut. Tingkat pendidikan yang rendah di kalangan masyarakat Afrika membuka celah untuk menyanggah hasil penelitian ilmiah para pakar negara-negara di Utara

Malegapuru Makgoba:

„Setiap penyakit yang penularannya terjadi melalui hubungan seks seperti HIV mula-mula menjadi tema yang menggemparkan di seluruh dunia. Juga di Barat. Tapi di negara-negara dengan tingkat pendidikan rendah, dimana dominasi berada di tangan pria, yang menyalahgunakan hak suaranya, menjadi sumber yang menyebabkan berkembangnya strategi mengelabui seperti itu. Dimana kaum prianya bersifat macho dan para perempuan tidak memiliki kekuatan, ini merupakan metode guna mengawasi kaum perempuan dan masyarakat. "

Afrika sendiri harus melakukan investasi besar-besaran di bidang penelitian dan melakukan riset penyebab HIV, di mana virus itu paling menimbulkan epidemi, demikian desakan wakil rektor Universitas Kwazulu-Natal Malegapuru Makgoba. Hal ini didukung Peter Hale. Warga Inggris tersebut bekerja antara lain untuk GTZ, lembaga bantuan pembangunan Jerman yang salah satu proyeknya berlangsung di Ghana. Hale cukup resah karena meskipun setelah 25 tahun dilakukannya penelitian mendasar, masih tetap belum ditemukan obat pencegah HIV. Sampai sekarang ia masih sulit menerima ketika September tahun lalu studi di bidang kesehatan yang sebenarnya menjanjikan ditemukannya sejumlah obat pencegah AIDS dihentikan. Sejak lama Peter Hale merupakan pasien penyakit AIDS. Ia meminta digencarkannya penelitian dalam pengobatan AIDS

„Beberapa tahun lalu kami melakukan pertemuan tahunan para pakar yang meneliti obat-obatan imunisasi AIDS. Ketika itu peneliti-peneliti top dari seluruh dunia berkumpul dalam satu ruangan. Kami bercanda dan mengatakan jika sekarang di sini bom meledak, besok tidak akan ada lagi penelitian obat-obatan untuk penyakit AIDS. Terlalu sedikit peneliti yang ada di bidang penelitian AIDS apalagi peneliti mudanya jauh lebih sedikit.“ (dk)